Konten dari Pengguna

Barbie Adalah Perempuan dan Perempuan Akan Selalu Jadi Barbie

Jefri Yunedi
Mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Negeri Padang.
21 Juli 2023 17:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jefri Yunedi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi boneka barbie. Foto: Indre Pau/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi boneka barbie. Foto: Indre Pau/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Warner Bros dan Mattel resmi merilis film Barbie, sebuah drama yang mengisahkan lika-liku kehidupan perempuan. Film ini disutradarai oleh Greta Gerwig dan kemudian menjadi jawaban bagi para fans-nya akan dramatisasi dan hiburan feminisme.
ADVERTISEMENT
Barbie adalah boneka yang diproduksi oleh perusahaan Amerika Serikat, Mattel, dan diperkenalkan pada Maret 1959. Ruth Handler, pembuat boneka ini mendapatkan inspirasi dari sebuah boneka asal Jerman yang bernama Bild Lilli.
Banyak yang berpendapat bahwa Barbie merupakan simbol dari feminisme, sepakat atau tidak hal ini benar adanya. Di tengah isu feminism yang kita lihat dan dengar di saat ini, Barbie menjadi representasi perempuan yang diharapkan.
Tidak semua kampanye feminism berakhir dengan diterima oleh masyarakat, Dove contohnya. Dove merupakan salah satu brand yang menggalakkan ‘real beauty campaign’ pada tahun 2004 silam. Ia menampilkan tubuh model-model yang masuk dalam kategori overweight.
Sejatinya, kegiatan tersebut dilakukan Dove untuk menunjukkan bahwa kecantikan hadir dalam segala bentuk. Meski memiliki tujuan yang positif, tetapi kampanye yang dilakukan Dove tersebut juga menuai berbagai tanda tanya.
ADVERTISEMENT
Apakah untuk menyandang status ‘real beauty’ seseorang harus mengikuti bentuk tubuh seperti yang ditampilkan pada kampanye tersebut? Apakah wanita berbadan kurus, baik karena pilihan ataupun takdir, bukanlah sosok yang pantas menyandang status tersebut? Hal itu pun dikhawatirkan akan menjadi suatu double-standard tersendiri, yang kerap kita temui di masyarakat dewasa ini.
Namun terlepas dari itu, sebuah ironi bahwa ternyata Barbie juga bukan merupakan produk yang sempurna bagi kaum feminis. Sebab Barbie menciptakan stereotip dan ‘unrealistic beauty standard’ yang begitu memberatkan para perempuan. Perempuan tidak yakin bahwa ada wanita seperti Barbie. Mereka juga bertanya-tanya apakah hanya ada satu bentuk tubuh ideal?
Jika kita telisik dari perkembangan pasarnya, di samping penjualan yang sangat “di luar nalar”, Barbie memang memiliki beberapa kelompok kritikus yang selalu setia memberikan hujanan pertanyaan akan terobosan baru dari Barbie. Karena Barbie juga terkait pada mode dan waktu, maka kritik juga akan demikian adaptasinya.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari polemik perihal feminism yang hadir di dalam perkembangan ‘si barbie’, dia tidak lebih dari sebuah karakter, memang demikian adanya. Namun memang dalam hal ini isu feminism secara alamiah masuk ke dalam kehidupan karakteristikal tersebut, tidak dapat kita sangkal adanya.
Semua hal akan Barbie sudah dapat kita pahami dan cari secara mandiri karena isunya sangat banyak diperdebatkan. Satu hal dari saya, Barbie tetaplah perempuan, dan perempuan akan selalu jadi Barbie, sepakat atau tidak.