Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Saat Makanan Kita Memicu Krisis Iklim
25 Mei 2023 10:52 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Jeslyn Alpina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Manusia membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Dalam satu hari, normalnya waktu makan dilakukan sebanyak tiga kali: sarapan, makan siang, dan makan malam. Belum lagi kebiasaan ngemil yang menjadi pelengkap pasti bagi sebagian besar orang.
ADVERTISEMENT
Variasi makanan yang kita konsumsi berbeda-beda. Dalam satu kali makan saja, tak jarang orang menyediakan makanan berlimpah meski tahu tidak akan habis di saat itu juga.
Ini adalah hal dasar dan terdengar sepele dari perilaku makan yang secara tidak langsung menyebabkan perubahan iklim. Selain itu, pengelola bisnis kuliner yang tidak mampu memperkirakan produksi makanan yang mereka jual juga turut andil dalam krisis iklim yang semakin memprihatinkan.
Maksudnya? Kenapa ke Perubahan Iklim?
Perubahan iklim sendiri disebabkan oleh emisi gas rumah kaca. Ini adalah penumpukan dari gas metana dan karbon dioksida berlebih di atmosfer. Akibatnya, panas terperangkap dan menyebabkan suhu bumi meningkat. Sederhananya, emisi gas rumah kaca ini membuat bumi menjadi panas.
ADVERTISEMENT
Lalu, Apa Hubungannya dengan Makanan?
Seiring perkembangan zaman serta semakin meledaknya populasi, kebutuhan makanan juga semakin tinggi. Keadaan ini dimanfaatkan para pelaku bisnis untuk menciptakan berbagai kreasi dan inovasi baru terhadap makanan.
Masyarakat tentunya menyambut baik hal ini. Antusias konsumen meningkat tatkala makanan dan minuman "lucu" bermunculan dan menjadi tren. Mereka berlomba-lomba membeli makanan yang sedang hype di kala itu tanpa mempermasalahkan apakah mereka akan menyukainya nanti. Pelaku usaha pun gencar-gencaran memproduksi makanan dan minuman yang dijual untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Kembali pada sifat konsumtif masyarakat yang gemar jajan tanpa perhitungan. Kelebihan makanan memang bisa disimpan untuk dimakan waktu berikutnya. Namun, orang biasanya menggunakan alasan sudah tidak selera atau tidak doyan.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, mereka membuang makanannya atau memilih untuk menyimpannya. Menyimpan makanan tidak selalu bagus. Makanan yang disimpan terlalu lama berisiko basi dan pada akhirnya juga dibuang.
Tren terus berputar. Masyarakat cepat meninggalkan kehypean suatu makanan dan beralih pada tren selanjutnya. Pelaku usaha yang tidak memperkirakan turunnya tren begitu cepat menyisakan banyak makanan yang tidak terjual. Beberapa dari mereka memilih untuk membuang stok makanan tersebut. Tentu saja, jumlahnya tidak sedikit.
Sampah makanan yang menumpuk ini akan membentuk gas metana dalam jumlah besar. Dikutip dari liputan6, memproduksi, mengangkut, dan membiarkan makanan membusuk menyumbang lebih dari 8 persen emisi gas rumah kaca global.
Apalagi, saat ini layanan online sedang berkembang dan kebutuhan plastik sedang tinggi-tingginya. Ditambah dengan hal itu, emisi gas yang dihasilkan dari kebutuhan makan saja bisa menjadi lebih tinggi dalam beberapa tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
Salah satu video di media sosial sempat menjadi perbincangan publik. Video itu menampilkan "pembersihan" dari sebuah toko donat. Stok donat yang tidak laku rupanya dibuang begitu saja. Ini adalah bentuk SOP dari perusahaan.
Memang, itu adalah hak dari perusahaan untuk meregulasi produknya. Namun, alangkah baiknya perencanaan produksi lebih ditingkatkan agar bisa meminimalisasi produk sisa. Selain itu, mendonasikan makanan yang tidak laku pada suatu komunitas bisa menjadi opsi pertimbangan.
Makanan yang tidak laku bukan berarti tidak layak makan. Namun, apabila hal itu dirasa tidak memungkinkan, perusahaan bisa mencoba menjual produk sisanya pada peternak untuk dijadikan campuran pakan ternak.
Krisis iklim memang identik dengan aktivitas pertambangan. Namun, jangan sampai hal-hal di keseharian luput dari perhatian kita. Kebiasaan membuang makanan ataupun menyisakan makanan memang terdengar sepele. Akan tetapi, dampak yang bisa ditimbulkan tidak kalah besar. Saat ini, salah satu yang sudah pasti terasa adalah suhu yang semakin panas.
Oleh karena itu, mulai lakukan hal sederhana dengan merencanakan makanan yang akan dikonsumsi. Jangan berlebihan! Biasakan pula untuk menghabiskan makanan yang ada di piring. Dengan begitu, sampah makanan tidak semakin menumpuk dan kita bisa turut andil dalam rangka memperlambat laju perubahan iklim.
ADVERTISEMENT