Konten dari Pengguna

Tantangan Pemerintah dalam Mengatasi Krisis Perubahan Iklim di Indonesia

Jevon Bernessa
Seorang mahasiswa dari universitas Pancasakti Tegal Program Studi Ilmu Pemerintahan
10 Maret 2025 17:48 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jevon Bernessa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Orang-orang dengan plakat dan pengeras suara melakukan aksi mogok global untuk perubahan iklim, Sumber : unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang dengan plakat dan pengeras suara melakukan aksi mogok global untuk perubahan iklim, Sumber : unsplash.com
ADVERTISEMENT
Tantangan besar yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis perubahan iklim. Kita semua tahu bahwa Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Tapi pertanyaannya, sudahkah pemerintah kita melakukan cukup banyak untuk menghadapi krisis ini? Pertama-tama, mari kita lihat fakta yang ada. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030, dan bahkan bisa mencapai 41% dengan bantuan internasional. Ini terdengar bagus di atas kertas, tapi realitanya? Kita masih jauh dari target tersebut. Bahkan, banyak kritik yang mengatakan bahwa target ini kurang ambisius dan bisa dicapai tanpa usaha tambahan. Sebagai mahasiswa, saya merasa ini adalah wake-up call bagi kita semua. Salah satu tantangan terbesar adalah ketergantungan kita pada batu bara. Bayangkan, sektor energi diproyeksikan menjadi penyumbang emisi terbesar pada tahun 2030. Padahal, kita punya potensi energi terbarukan yang luar biasa! Dari tenaga surya hingga angin, Indonesia punya segalanya. Tapi mengapa implementasinya masih lambat? Belum lagi masalah deforestasi. Hutan kita, yang seharusnya menjadi paru-paru dunia, terus berkurang akibat pembukaan lahan untuk kelapa sawit. Ini bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga ekonomi. Bayangkan, perubahan iklim bisa mengakibatkan kerugian 2,5% hingga 7% dari PDB kita. Itu angka yang sangat besar! Yang membuat saya prihatin, banyak kebijakan pemerintah yang terkesan setengah hati. Sistem perdagangan emisi yang direncanakan sejak 2023 masih belum jelas implementasinya. Padahal, ini bisa menjadi dorongan besar bagi industri untuk beralih ke energi bersih. Namun, tidak semua berita buruk. Ada beberapa langkah positif yang patut diapresiasi. Kemitraan Just Energy Transition (JETP) dengan negara-negara mitra internasional bertujuan meningkatkan porsi energi terbarukan menjadi 44% pada tahun 2030. Ini menunjukkan bahwa ada potensi besar untuk kerjasama internasional dalam mengatasi krisis iklim. Sebagai mahasiswa, saya merasa kita tidak bisa hanya menunggu pemerintah bertindak. Kita perlu aktif mengawal kebijakan-kebijakan ini, meningkatkan kesadaran di kalangan kita sendiri, dan menjadi agen perubahan. Karena pada akhirnya, masa depan Indonesia ada di tangan kita, generasi muda.
ADVERTISEMENT