Relevansi Peran Jurnalis dan Media Framing Pasca-Intervensi Taliban

JHEFRY RAHMANSYAH
Mahasiswa Universitas Islam Indonesia Program Studi Hubungan Internasional Angkatan 2020
Konten dari Pengguna
6 Januari 2022 16:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari JHEFRY RAHMANSYAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jurnalis Afghanistan meliput di dalam ruangan yang rusak setelah serangan di Universitas Kabul, Afghanistan, Selasa (3/11). Foto: Mohammad Ismail/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Jurnalis Afghanistan meliput di dalam ruangan yang rusak setelah serangan di Universitas Kabul, Afghanistan, Selasa (3/11). Foto: Mohammad Ismail/Reuters
ADVERTISEMENT
Seperti yang telah diberitakan di berbagai media ataupun televisi, pada 15 Agustus 2021 Taliban telah berhasil mengambil alih pemerintahan Afghanistan dari pemimpin sebelumnya. Keberhasilan Taliban tersebut tidak lepas dari mundurnya pasukan asing dari wilayah Afghanistan, yang sebelumnya sudah disepakati oleh Amerika Serikat dan Taliban. Amerika Serikat yang telah mengalahkan pasukan Taliban pada tahun 2001 atau 2 dekade yang lalu akhirnya memutuskan untuk menarik diri dari Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Namun intervensi Taliban tersebut justru mengakibatkan terjadinya krisis kemanusiaan di Afghanistan, di mana ribuan orang terbunuh oleh Afghanistan dan jutaan orang memutuskan untuk mengungsi untuk mendapatkan tempat perlindungan yang lebih aman (BBC NEWS INDONESIA, 2021).
Pasca intervensi yang dilakukan Taliban tersebut, kebebasan pers dan jurnalistik di Afghanistan menjadi kehilangan hak untuk melakukan tugasnya. Bagaimana tidak, pada saat melakukan liputan di Kabul dua wartawan Afghanistan dipukuli oleh polisi yang menahan mereka. Alasan dipukulinya dua wartawan tersebut adalah karena disebut-sebut merupakan pers independen Afghanistan yang didanai oleh Barat sejak 20 tahun terakhir (Aini, 2021).
Tidak hanya itu, sebelumnya pada tahun 2019 juga dilaporkan bahwa para pejuang Taliban juga menangkap 6 jurnalis Afghanistan yang bekerja untuk media swasta di negara tersebut. Namun Taliban berjanji akan melepas mereka karena menganggap bahwa ada kekeliruan oleh Taliban mengenai penculikan tersebut. Pada Juni 2019 Taliban mengatakan bahwa akan mengancam para wartawan jika kemudian media berita tidak melakukan atau berhenti menyiarkan propaganda pemerintah terhadap para pemberontak (CNN Indonesia, 2019).
ADVERTISEMENT
Dengan munculnya pemberitaan mengenai kebebasan pers dalam mengutarakan adanya krisis kemanusiaan di Afghanistan tersebut membuktikan bahwa Taliban tidak memberikan kebebasan terhadap pers dan justru membuat krisis kemanusiaan di negara tersebut menjadi semakin buruk. Hal itu membuat relevansi peran media dalam memberitakan krisis kemanusiaan yang terjadi di Taliban menjadi kurang relevan karena tidak semua peristiwa kekejaman yang dilakukan oleh Taliban dapat diliput dan diberitakan oleh media.
Peran Jurnalis yang sebenarnya selalu memberikan pemberitaan yang relevan tentang krisis kemanusiaan di Afghanistan menjadi kehilangan haknya untuk memberitakan seperti apa yang mereka lihat. Fakta tersebut membuktikan bahwa sebenarnya peran dan relevansi jurnalis di Afghanistan masih sangat dibutuhkan, mengingat krisis kemanusiaan adalah salah satu permasalahan yang rumit dan harus diselesaikan oleh komunitas internasional.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana framing yang dilakukan oleh media dalam memberitakan peristiwa kemanusiaan di Afghanistan?
Dilansir dari VOA Indonesia dengan artikelnya yang berjudul “Menlu RI : Krisis Kemanusiaan di Afghanistan Semakin Memburuk” mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menilai bahwa situasi yang terjadi di Afghanistan makin memburuk pasca intervensi yang dilakukan Taliban, khususnya dalam hal krisis kemanusiaan. Selain itu beliau juga sebelumnya telah membahas tentang krisis kemanusiaan yang terjadi di Afghanistan tersebut bersama dengan para menteri luar negeri dari negara-negara anggota
Sumber : unsplash
OKI (Organisasi Konferensi Islam) dan juga Sekretaris Jenderal dari OKI yaitu Hissein Brahim Taha, yang dilaksanakan di New York, Amerika Serikat pada sela-sela sidang PBB bulan September 2021 lalu.
ADVERTISEMENT
Selain itu pertemuan tersebut juga dikatakan Retno Marsudi sebagai momentum yang baik dalam membahas beberapa isu agar menjadi satu kesatuan dalam kesepakatan OKI. Pertama yaitu OKI Harus dapat memberikan dukungan dan sumber daya untuk kemudian dapat menangani krisis kemanusiaan yang terjadi di Afghanistan. Kedua yaitu mendiskusikan cara agar Taliban mau memenuhi komitmennya yang telah disampaikan pada 16 Agustus 2021 mengenai pembentukan pemerintahan yang inklusif, tidak menjadikan Afghanistan sebagai ladang teroris, dan juga agar dapat menghormati adanya hak asasi manusia dan perempuan. Dan yang terakhir adalah OKI dapat menjadi jembatan untuk negara-negara forum pendonor dan pendukung terciptanya perlindungan hak asasi manusia di Afghanistan serta mempermudah dalam mengalirkan kebutuhan keuangan (Wardah, 2021).
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan VOA Indonesia, Kompas.com justru menyajikan berita tentang kekhawatiran lain warga Afghanistan setelah jatuhnya pemerintahan Afghanistan ke tangan Taliban. Dilansir dari Kompas.com di artikelnya yang berjudul “Bukan Taliban, Warga Afghanistan Ternyata Lebih Takut akan Masalah Ini Setelah Pasukan Barat Pergi” menuliskan bahwa warga Afghanistan tidak terlalu khawatir mengenai kekuasaan baru Taliban di Afghanistan dan justru lebih takut akan krisis ekonomi yang mengancam Afghanistan. Selain itu juga mereka khawatir pada masa depan anak anak mereka setelah Taliban berhasil menguasai Afghanistan, karena sejak kepemimpinan Taliban mencari pekerjaan sedikit menjadi lebih sulit, tidak sedikit dari mereka yang merantau jauh ke negara tetangga mereka, Iran (Kompas.com, 2021).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jurnalisme di Afghanistan menjadi salah satu korban atas dampak krisis kemanusiaan yang terjadi akibat kepemimpinan Taliban di Afghanistan. Hal itu mempertegas adanya krisis kemanusiaan yang terjadi di Afghanistan. Selain itu media yang memberitakan Afghanistan memiliki pandangan dalam membuat framingnya masing masing, khususnya media yang ada di Indonesia tersebut.
ADVERTISEMENT
Referensi
Aini, N. (2021). Wartawan Afghanistan Dipukuli dan Ditahan Taliban. Republika.
BBC NEWS INDONESIA. (2021). Taliban kembali berkuasa - bagaimana nasib perempuan, HAM, dan kebebasan politik di Afghanistan ke depan? BBC NEWS INDONESIA.
CNN Indonesia. (2019). Pejuang Taliban Culik 6 Jurnalis Afghanistan. CNN Indonesia.
Kompas.com. (2021). Bukan Taliban, Warga Afghanistan Ternyata Lebih Takut akan Masalah Ini Setelah Pasukan Barat Pergi. Kompas.com.
Wardah, F. (2021). Menlu RI: Krisis Kemanusiaan di Afghanistan Makin Memburuk. VOA Indonesia.