KPK Tentukan Sikap Hak Angket Setelah Terima Surat Resmi dari DPR

15 Juni 2017 14:51 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisi Pemberantasan Korupsi berkukuh belum akan menentukan sikapnya terkait hak angket. Meski sebelumnya Pansus Hak Angket DPR menjadwalkan pemanggilan politikus Hanura, Miryam S Haryani untuk bersaksi.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief mengatakan, KPK akan menentukan sikap setelah menerima surat pemanggilan Miryam.
"Ya kita belum tentukan sikap kan. Apakah mau pergi atau enggak. Jadi kami belum bisa, karena surat (pemanggilan) itu belum sampai hingga hari ini, kami harus mendapatkan surat resmi dari DPR," ujar Laode di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (15/6).
Menurutnya, penentuan sikap KPK tidak bisa diucapkan langsung secara lisan. Lantaran hal itu tercantum dalam kode etik KPK.
"Sikap resmi itu kalau kita sudah dapat surat resmi. Harus menjawab persuratan, enggak bisa dinyatakan secara lisan seperti itu," kata Laode.
Sebelumnya, sejumlah pakar yang tergabung dalam Asosiasi Hukum Tata Negara (AHTN) bersama Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas menyatakan sikap bahwa Pansus Hak Angket KPK yang dibentuk oleh DPR cacat hukum. Pernyataan tersebut ditandatangani oleh sekitar 132 orang akademisi dari berbagai universitas, yang dipimpin oleh pakar hukum Mahfud MD.
ADVERTISEMENT
Menurut Mahfud, Hak Angket yang dibentuk DPR telah menyalahi aturan. Jika dikaji secara historis, Hak Angket seharusnya ditujukan kepada pemerintah.
Laode pun menyetujui hasil kajian tersebut. Menurutnya, hasil pertemuan itu sesuai dengan pemikiran KPK.
"Hasilnya semua yang dianggap yang ditemukan oleh para pakar itu adalah sesuai dengan pemikiran kami di KPK, kami setuju," kata dia.
Laode menuturkan, pihaknya belum akan mengajukan gugatan hak angket tersebut ke PTUN. Untuk sementara, kata Laode, KPK akan melakukan sikap seperti usulan Mahfud dan para pakar lainnya.
"Semua upaya hukum yang ada sama KPK itu ada, salah satunya seperti yang diusulkan Pak Yusril Ihza Mahendra untuk mengajukam ke PTUN. Tapi untuk sementara, kami lakukan seperti yang diusulkan perhimpunan asosiasi pakar hukum dan tata negara kemarin, karena itu yang ditandatangani semua pakar di Indonesia. Jadi saya pikir pemikirannya valid," ujar Laode.
Gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Usulan hak angket bergulir saat Miryam bersaksi untuk perkara kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Saat itu, Miryam dikonfrontir oleh tiga penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan M Irwan Santoso.
ADVERTISEMENT
Di persidangan, Novel menyebutkan sejumlah anggota DPR telah menekan Miryam, yang membuat Miryam mencabut berita acara pemeriksaannya.
Namun, Miryam membantah hal tersebut. Miryam mengaku dirinya telah mendapat tekanan dari para penyidik saat diperiksa di KPK.
Untuk membuktikan ucapan Miryam, DPR mengusulkan untuk membentuk hak angket. Pansus Hak Angket meminta KPK untuk memutar rekaman pemeriksaan Miryam.
Pansus Hak Angket itu kini dipimpin oleh Agun Gunandjar, yang namanya ikut terseret dalam pusaran korupsi e-KTP.