Konten dari Pengguna

BAJU BEKAS DAN HALL OF FAME

Joko Parwata
Make it simple
26 Februari 2017 17:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Joko Parwata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1963, seorang anak berkulit hitam lahir di permukiman kumuh “slump area” Kota Brooklyn, New York. Dia mempunyai dua saudara laki-laki dan satu saudara perempuan yang paling kecil. Ayahnya hanya seorang buruh kasar dengan penghasilan yang sangat minim untuk membiayai keluarga, yang seringnya malah hanya bisa untuk dua kali makan dalam sehari. Tumbuh di daerah yang miskin, penuh dengan kekerasan dan diskriminasi, seolah tidak ada harapan masa depan baginya. Masa kecil tidak ada yang dilakukan dari hari ke hari. Ia sering merenung dan berpikir untuk memandangi kota dan mengusir depresi dengan bepergian ke arah perbukitan sambil berteman sunset.
ADVERTISEMENT
Ketika berusia 13 tahun, ayahnya membawa pulang sehelai kain bekas nan lusuh. Kemudian ayahnya bertanya, “Berapa kira-kira harga baju ini?”. “Saya pikir itu sekitar satu dollar ayah”. Kemudian ayahnya melanjutkan, “Bisakah kamu jual baju ini dua dollar nak?” gurau ayahnya sambil mengernyitkan dahi. “Wah mana mungkin ayah, hanya orang bodoh yang mau beli baju lusuh ini dua dollar”. Ayahnya tak mau menyerah, ia menantang si anak “mengapa kamu tidak mencobanya?” Kamu tahu ayah dan ibu sedang kesulitan ekonomi, kamu bisa bantu dan menyenangkan ayah dan ibu kalau bisa melakukannya. “Oke ayah, akan aku coba sebisanya” celetuk sang anak.
Masa itu belum ada seterika dan ia juga tak ada mesin cuci seperti sekarang. Ia coba cuci dengan air biasa sampai bersih, terus dikeringkan dan ia coba himpit dengan plat kayu supaya agak rapih. Hari berikutnya ia beranjak di keramaian stasiun kereta bawah tanah, ia coba tawarkan ke orang-orang yang lalu lalang. Akhirnya, setelah enam jam ia berputar-putar berhasil juga baju itu terjual dua dollar. Dengan amat girang, buru-buru dia lari cepat ke rumah dan memberitahu ayahnya dengan bangga. Hari-hari selanjutnya tercetus ide untuk mencari baju-baju bekas di tempat pembuangan dan dijual lagi di pinggiran kota.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari berselang ayahnya kembali memberikan baju bekas. Kali ini ayahnya kembali menantang “Nak apakah bisa kamu jual baju ini 20 dollar?”. “Itu omong kosong ayah!, bagaimana mungkin aku jual baju bekas dengan harga 20 dollar, paling-paling harga baju ini hanya dua dollar" ketusnya. “Mengapa kamu tidak mencobanya lagi nak?, coba pikirkan kembali, selalu ada jalan keluar dibalik kesulitan” ayahnya menimpali.
Setelah berpikir-pikir ulang, dia dapat ide cemerlang. Dimintailah bantuan keponakannya yang pintar gambar. Setelah dibersihkan, baju itu digambari Donald Duck dan Mickey Mouse dengan cat warna oleh keponakannya. Lalu didatangilah sekolah-sekolah bagus. Di depan pintu keluar sekolah ia tawarkan baju itu. Akhirnya salah seorang pengantar sangat tertarik membeli bajunya. Majikan kecilnya yang memang sangat menyukai gambar-gambar kartun itu, lalu memberikan bonus dan baju itu dihargai 25 dollar. Lima dollar dia bagi uang itu untuk keponakannya yang telah membantunya.
ADVERTISEMENT
Bukan main bangga sang ayah, uang segitu sama dengan penghasilannya selama sebulan!. Sehari berselang ayahnya kembali membawakan baju bekas. Tak tanggung ayahnya menantangnya, “Nak kali ini bisakah kau jual baju ini 200 dollar?”. Belajar dari hasil-hasil sebelumnya, kali ini ia berusaha tidak protes dan menerima tawaran sang ayah. Hari berganti hari ia lalui, setelah dua bulan berselang, ia membaca sebuah kabar. Seorang bintang film terkenal “Charlie’s Angels” akan mengadakan expose dan konferensi pers di New York. Ia pun mendapatkan ide brillian...ahaa.
Sesaat setelah acara berlangsung, dia langsung menembus barisan rapat pengawal untuk mendekat sang bintang film “Farrah Fawcet”. Dia pun bilang, anda idola saya dan memohon tanda tangan Fawcet dengan wajahnya yang innocent. Melihat itu Fawcet dengan senang hati membubuhkan nama dan tanda tangan di baju bekasnya itu. Ia pun bertanya “Miss la fosse, bolehkan baju ini saya jual?"...Fawcet pun tertawa renyah, "Ooh tentu saja, ini kan bajumu terserah saja mau kamu apakan”. Dia kemudian melelang baju itu di keramaian dengan harga penawaran 200 dollar. Di luar dugaan banyak sekali peminatnya. Baju itu akhirnya dibeli seorang juragan minyak dengan harga 1.250 dollar...fantastis!.
ADVERTISEMENT
Sekembalinya ke rumah, keluarganya sangat bangga dan bahagia. Tidak menyangka dia dapat melakukannya. Ayahnya sudah berpikir akan menelepon temannya untuk membeli baju itu sambil meminta bantuan karena kondisi ekonomi yang makin sulit. Dengan mengucurkan air mata, ayahnya memelukanya dengan hangat “Nak, saya tidak menyangka kamu bisa, kamu sangat hebat nak. Kamu menginspirasi seluruh keluarga kita. Saya yakin kamu akan menjadi orang hebat”. Dia hanya menjawab lirih “Ayah, seperti baju bekas yang kurang berharga, kehidupan kita yang sulit akan bisa menjadi berlipat harganya hanya dengan terbiasa berusaha lebih keras”.
“Saya sudah lebih dari 9.000 kali gagal melakukan tembakan dan lebih dari 300 kali kalah bertanding. Lebih dari 26 kali dipercaya menjadi algojo penentu kemenangan dan saya gagal. Saya gagal dan gagal terus dalam hidup saya, dan justru itulah saya jadi seperti saat ini”.
Gaya khas Michael Jordan (www.espn.com)
ADVERTISEMENT
Ya ... dialah Michael Jordan, sosok yang sangat komplet. Tidak ada yang mampu menghapus sejarahnya bersama basketball. Bahkan nomor punggung 23 miliknya, tetap tergantung di langit-langit “hall of fame” sebagai monument prestasi yang belum tergantikan hingga saat ini. Semua berawal dari sejarah hidupnya masa kecil. Michael Jordan mengawali kebiasaan kerasnya dari kecil. Dan di belakangnya ada mentor yang sangat hebat, yaitu ayahnya James Raymond Jordan.