Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
28 Ramadhan 1446 HJumat, 28 Februari 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Mobile Legends: Eksistensi Maskulinitas Dalam Dunia Virtual
2 Maret 2025 16:39 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Joshua Ruagadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sekarang ini banyak orang mencari kesenangannya dengan cara masing-masing, baik itu menyanyi, berlibur, nonton film atau juga bermain game. Setiap orang memerlukan hal tersebut agar keseharian yang sibuk dan otak yang penat akan aktivitas padat dapat disegarkan kembali dengan kesenangan yang dilakukan. Bermain merupakan salah satunya, sekarang ini permainan bukan hanya sebagai kebutuhan sekunder namun dapat menjadi kebutuhan primer, di mana seiring perkembangan zaman banyaknya permainan yang tidak memerlukan alat yang ribet namun semua dapat diakses dari telepon genggam, game daring seperti Mobile Legends salah satunya. Permainan yang berasal dari Tiongkok ini dirilis pertama kalinya pada tahun 2016 dan diterbitkan oleh Moonton sebuah perusahaan pengembangan game. Mobile legends kemudian menjadi sangat populer di kawasan Asia Tenggara dan menjadi salah satu permainan global terutama pada dunia Esport.
ADVERTISEMENT
Pengaruh ini juga masuk ke dalam Indonesia, diminati hampir semua umur dan kalangan dikarenakan akses dan cara memainkan yang cukup mudah dimengerti. Pemain aktif dalam Mobile Legends di Indonesia sendiri menembus pada angka 174 juta pemain, di mana dalam memainkan game ini perlu kerja sama tim dengan desain permainan yang di mana masing-masing tim mempertahankan markasnya dengan cara menghancurkan markas musuh. Dominasi laki-laki tentunya sangat terlihat jelas dari permainan ini, permainan menyerang musuh yang terlihat sangat laki-laki, sekolah di medan perang menggambarkan bahwa laki-laki yang lebih lihai dalam taktik perencanaan penyerangan. Mobile Legends sendiri menghadirkan hero yang dapat dipilih bebas oleh setiap pemain yang punya karakteristik dan kemampuan berbeda dalam penyerangan yang dilakukan, dengan sekitar 140 hero yang terdiri dari 49 hero perempuan dan laki-laki sisanya.
ADVERTISEMENT
Setelah pengenalan mengenai Mobile Legends, mari kita melihat lebih jauh di mana adanya suatu konstruksi yang timbul dan berdampak pada salah satu gender. Terdengar terlalu jauh namun ini realitas yang terjadi, di mana permainan Mobile Legends sendiri sangatlah identik dengan laki-laki dan keterlibatan perempuan dalam Esport sangatlah sedikit apabila dibandingkan dengan laki-laki. Dominasi yang ada dikarenakan pola game yang sangat maskulinitas sekali, di mana perang, bertempur, membuat strategi yang sangat identik dengan laki-laki. Ketimpangan yang muncul dalam pertarungan game ini membuat perempuan yang menyukai akan game, dan ingin bermain mendapat kesulitan dikarenakan adanya stigma bahwa perempuan tidak mampu bersaing dan juga bertempur dan terlalu lembut pada game yang keras ini. Perempuan sangat kesulitan berada pada suatu tim yang didominasi oleh pria karena pada dasarnya melihat bahwa memiliki perbedaan kemampuan yang muncul. Bukan hanya dianggap tidak mampu bersaing namun perempuan kebanyakan menghadapi pelecehan verbal seperti perundungan yang dikatakan lewat voice chat (Fitur permainan). Dari pengalaman yang ada bahwa perempuan akan lebih mudah disalahkan apabila berada di dalam suatu tim dan mendapatkan kegagalan dengan kata lain dianggap sebagai beban dalam tim.
ADVERTISEMENT
Hero sebagai salah satu fitur Mobile Legends juga menunjukkan karakter perempuan yang ditonjolkan pada bentuk tubuhnya sebagai identitas perempuan yang melekat. Dikarenakan pada dasarnya permainan satu ini didominasi oleh laki-laki dengan model pertempuran yang diberikan. Sedikitnya perempuan yang ada dalam Esport sendiri menunjukkan di mana permainan ini dapat dimainkan oleh perempuan tanpa adanya stigma yang melekat pada perempuan itu sendiri. Perempuan lebih sering digunakan sebagai brand ambassador yang tujuan utamanya untuk meningkatkan dan menarik banyaknya pelanggan serta peningkatan penjualan Mobile Legends. Pemilihan perempuan sebagai brand ambassador dikarenakan kesesuaian dan lebih menarik dibandingkan harus duduk di belakang layar dan bertempur, melihat bahwa ada hal yang dapat dijual dan memberikan pengaruh lebih terhadap permainan Esport yang satu ini.
ADVERTISEMENT
Perlakuan berbeda yang diterima dan dianggap sebagai beban ganda dikarenakan stereotip yang melekat pada perempuan sendiri menjadi suatu tantangan besar dalam dunia Esport. Bukan tidak adanya perempuan lihai atau hebat dalam permainan, namun saat perempuan dapat menunjukkan kemampuannya dalam bermain, cenderung bukan pujian yang didapat namun keraguan atau mempertanyakan keahlian mereka yang dianggap tidak seharusnya perempuan dapat sehebat itu bahkan dalam permainan daring ini. Vivian Indrawati yang merupakan pro-player Mobile Legends perempuan dari Indonesia, dia sendiri telah meraih banyak prestasi dalam dunia Esport baik didalam negeri maupun dalam kancah internasional, salah satunya mewakili Timnas Esport Indonesia bersaing dalam SEA Games 2023 dengan medali emas yang dibawa pulang serta dalam IESF World Esport Championship 2024. Ini menunjukkan bahwa perempuan juga dapat bersaing dalam permainan yang sangat dikonstruksikan dengan laki-laki, tidak ada salahnya dan sah-sah saja bahwa perempuan juga mampu bahkan lebih lihai dalam bermain tanpa pandangan miring dan juga mempertanyakan kemampuannya dikarenakan dia perempuan.
ADVERTISEMENT
Mobile Legends pada dasarnya hanya sebuah permainan yang dapat dimainkan oleh seluruh kalangan baik itu perempuan atau laki-laki. Hadir untuk memberikan kesenangan bagi masyarakat dan hiburan semata, dalam tulisan ini tidak adanya menyudutkan salah satu pihak namun melihat fenomena yang terjadi dari pengalaman nyata dan juga observasi dari pengalaman yang terjadi. Stigma yang muncul dan stereotip yang diberikan seharusnya tidak diperlukan dikarenakan kesempatan sama dan berhak diambil serta dimiliki setiap orang dan untuk para perempuan yang masih mendapatkan tantangan dan membutuhkan perjuangan lebih membutuhkan peranan laki-laki agar konstruksi yang tercipta dapat diubah dan mengurangi ketimpangan yang terjadi.