Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Menjadi Suami Ternyata Tidak Mudah
5 Maret 2025 9:50 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Donatus Juito Ndasung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Menikah dan memilih menjadi seorang suami adalah bab baru dalam kehidupan seorang laki-laki. Pada 09 November 2024 lalu saya memutuskan untuk menikah dengan Emilia Sanul setelah 4 tahun berpacaran. Saya resmi melepas masa bujang dan menyandang status sebagai suami. Kami menikah secara Katolik di Gereja Maria Bunda Segala Bangsa Kota Wisata, Cibubur. Dikukuhkan oleh pastor Agustinus Deddy Budiawan di depan keluarga besar, bapak, ibu saksi, dan rekan kerja.
ADVERTISEMENT
Pernikahan ternyata tidak seindah kisah di film-film, dibalik layar kebahagian dan romantisme di hari pernikahan, sang suami disematkan tanggung jawab besar yang harus diemban sepanjang hidup. Memang sebetulnya dalam kehidupan berumah tangga peran suami dan istri haruslah seimbang. Meskipun begitu, suami tetap menjadi tanggung jawab penuh atas segala hal yang terjadi, sehingga banyak pria di luar sana atau penulis sendiri merasa menjadi suami tidaklah mudah.
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem patriarki, sebagian besar budayanya jadikan suami sebagai kepala keluarga. Peran ini adalah tanggung jawab yang sangat besar sebagai nakhoda dalam melindungi keluarga dari berbagai ancaman dan krisis. Di sisi lain, seorang suami dapat diharapkan mengambil keputusan yang bijaksana, adil, menjadi panutan, dan memberikan rasa aman dalam rumah untuk istri dan anak.
Menikah Mengubah Sikap dan Gaya Hidup
Setelah hampir lima bulan menikah, ada begitu banyak perubahan dalam keseharian kami terutama sikap dan gaya hidup. Hal yang paling berasa setelah menikah adalah perubahan dalam mengambil keputusan, bahan obrolan yang tadinya receh berubah menjadi hal yang serius, misalnya parenting, pekerjaan, finansial atau ekonomi, tentunya kebutuhan rumah tangga, dan masih banyak hal lainnya.
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya pernikahan adalah seni menikmati proses perubahan menjadi suami dan istri. Keduanya harus bisa beradaptasi satu sama lain. Namun, adaptasi membutuhkan proses yang panjang, tidak semudah membalikkan telapak tangan apalagi menyatukan persepsi dua orang yang berbeda tidaklah mudah. Butuh waktu.
Hal-hal unik selalu mewarnai kehidupan rumah tangga baru, mulai dari konflik-konflik receh, tapi kadang menjadi besar. Di awal-awal setelah menikah ini memang momentum untuk menemukan ego masing-masing, belajar untuk melihat ke dalam diri bercermin terhadap perubahan sikap beradaptasi untuk hidup dalam satu visi yaitu membangun keluarga yang sehat dan sejahtera untuk semua aspek kehidupan rumah tangga.
Peran Suami Sebagai Kepala Rumah Tangga
ADVERTISEMENT
Kunci utama untuk semua hal di atas adalah komunikasi yang baik antarsuami dan istri. Suami dan istri harus punya kemampuan saling mendengarkan dan memahami satu sama lain. Selain itu juga suami harus mampu menjaga keintiman emosional, meluangkan waktu untuk berbicara dari hati ke hati untuk menyelesaikan persoalan-persoalan, baik persoalan sepele maupun yang lebih serius, biar ada keterbukaan. Yang menjadi keutamaan adalah memprioritaskan keluarga dan melibatkan keluarga dalam semua urusan. Biar tidak ada yang dirahasiakan, yang menjadi akar masalah runtuhnya rumah tangga.
Siaga Saat Istri Hamil
Kehadiran buah hati setelah menikah adalah impian semua pasangan suami istri setelah menikah. Saat ini istri saya Emilia sedang mengandung anak pertama kami. Ini merupakan pengamalan pertama kami. Tentu untuk menjadi suami siaga tidaklah mudah, sebagai suami dan pemula dalam hal istri hamil, saya harus belajar banyak dan menanyakan kepada orang tua atau sahabat yang berpengalaman terkait proses kehamilan pertama dan hal lainnya. Mulai dari hal-hal kecil seperti menemani istri kontrol ke dokter atau bidan di rumah sakit atau klinik terdekat, beli obat, beli susu, dan menjaga kestabilan emosi, biar tidak silang pendapat. Hal-hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kesuburan bayi dan kesehatan mental ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Pada fase ini, suami dapat diharapkan untuk menjadi kuat, tangguh, dan mandiri. Dibutuhkan kesabaran, pengertian, dan harus memiliki kemampuan untuk kompromi terhadap semua hal. Menghindari sikap egois menjadi keutamaan juga biar tetap menjaga mental dan kesehatan istri. Tidak sampai di situ, harus siap mental dan mengganti peran istri seperti memasak, mencuci pakaian, piring, menyapu rumah, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Selain dari pada itu, hal lain yang perlu diperhatikan oleh suami adalah memperhatikan perkembangan janin bayi, pola makan, dan menolong istri di saat ada keluhan mual, kaki bengkak, sakit punggung atau siaga saat dimintai pijat kaki dan tangan, serta hal lainnya yang berhubungan dengan kondisi fisik istri. Terlepas dari hal-hal duniawi, sang pencipta tetap menjadi topangan utama, membiasakan diri untuk berdoa, biar semua proses kehamilan sampai lahiran dapat berjalan dengan lancar sesuai hari perkiraan lahir.
ADVERTISEMENT
Nah, jadi suami ternyata tidak mudah ya, butuh kerja ekstra dan luar biasa biar bisa memenuhi segala kebutuhan rumah tangga.***