Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kesetaraan Gender di Mata Generasi Z: Perspektif dan Aksi
16 September 2024 15:43 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Julia Efrita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Generasi Z (Gen-Z) merupakan generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Generasi Z merupakan generasi setelah generasi Milenial, generasi ini merupakan generasi peralihan dari generasi Milenial yang teknologinya terus berkembang. Beberapa di antaranya adalah Generasi X dan Milenial. Disebut juga iGeneration, generasi online atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan generasi milenial tetapi mampu menerapkan semua fungsi pada saat yang bersamaan, seperti berselancar di komputer dan mendengarkan musik dengan headphone. Segala sesuatu yang dilakukan terutama terkait dengan dunia maya. Sejak dini mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan perangkat-perangkat canggih yang secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian mereka.
ADVERTISEMENT
Istilah feminism dan maskulinism sudah seringkali muncul di dalam media massa dan hal ini tentunya sampai kepada pengguna media terutama Generasi Z yang saat ini banyak menghabiskan waktunya dengan mengakses media massa. Hal-hal berbau sensitif mengenai gender juga mulai diperlihatkan di dalam media. Tak hanya itu, kebebasan bereksperesi terkait sex dan gender adalah sesuatu yang menarik untuk dijadikan konten atau bahan dalam bermedia.
Terciptanya konten-konten yang berkaitan dengan sex dan gender ini tentunya akan menghadirkan persepsi baru bagi pengguna media. Biasanya, wanita selalu dinilai lemah lembut dan memiliki derajat yang lebih rendah daripada pria di dalam kehidupan bermasyarakat. Wanita selalu dianggap cocok untuk mengerjakan pekerjaan di dalam rumah dibandingkan bekerja diluar padahal di satu sisi,wanita juga memiliki kebebasan untuk bisa memilih jalan hidup yang mereka inginkan. Pekerjaan yang berada diluar rumah sering dianggap sangat menantang dan lebih berbahaya, persepsi seperti ini lah yang membuat pria lebih banyak bekerja diluar karena pria dianggap sosok yang tangguh dan kuat.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari hasil wawancara penulis dengan salah satu Gen-Z, Renaldi Wijuliandri (10/9/2024) beranggapan bahwa perempuan yang bekerja dan berkuliah sebagai anak teknik adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan tempatnya atau tidak cocok karena pekerjaannya sangat berat dan butuh energi yang lebih besar untuk menyelesaikannya. Menurut Renaldi, perempuan lebih pantas mengerjakan hal-hal yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan sesuaidengan jati diri perempuan yang sebenarnya. Selain itu Renaldi juga berpendapat bahwa saat ini banyak pria yang selalu mengalah dengan wanita karena wanita adalah sosok yang rapuh dan sangat emosional. Hal seperti ini dirasakan oleh Renaldi ketika ia menaiki bus ia memperhatikan wanita selalu diberikan tempat duduk sedangkan pria banyak yang berdiri dan menunggu Wanita turun terlebih dahulu untuk mendapatkan tempat duduk. Renaldi beranggapan hal seperti itu adalah salah satu keuntungan untuk wanita karena bisa duduk dengan nyaman ketika menaiki kendaraan umum. Selain itu, Renaldi juga merasakan beberapa stereotype terhadap pria dapat merugikan dirinya sendiri. Misalnya saja ketika mempunyai masalah, pria dituntut untuk selalu kuat dan tidak boleh menangis, tak hanya itu saja ia merasa bahwa pria selalu disalahkan dan harus bisa mengerti dengan perasaan wanita.
ADVERTISEMENT
Berbeda pandangan dengan Haniifah Humairoo (10/9/2024), ia menganggap bahwa laki-laki lebih diistimewakan daripada perempuan. Misalnya saja ketika di rumah, orangtua lebih sering menyuruh anak perempuannya daripada anak laki-laki karena segala pekerjaan rumah dianggap pekerjaan anak perempuan. Tak hanya itu, Haniifah juga berpendapat di dunia kerja saat ini segala tuntuntan kerja selalu mengarah kepada wanita, misalnya seperti dilarang menikah dan hamil saat berada di dalam kontrak kerja. Hal seperti ini tentunya tidak memberatkan pihak pria karena hal seperti itu dianggap tidak terlalu terikat dengan pria.
Haniifah juga berpendapat bahwa kesetaraan gender saat ini masih harus tetap dijunjung karena wanita dan pria sama-sama manusia yang saling membutuhkan dan memiliki tujuan hidup masing-masing. Selain itu, Haniifah juga menceritakan tentang keluarganya yang selalu berorientasi bahwa wanita hanya bisa bekerja di bidang pendidikan dan kesehatan. Hal seperti ini tentu saja membatasi wanita untuk bisa lebih berkembang dibandingkan pria.
ADVERTISEMENT
Mengenai orientasi seksual, Renaldi berpendapat bahwa hal seperti ini merupakan hak masing-masing individu. Maraknya LGBT saat ini menurut Renal adalah hal yang wajar karena sesuatu seperti ini banyak bertebaran di media. Namun, disatu sisi Renal merasa risih apabila ada pria yang bersikap layaknya wanita begitupula sebaliknya. Ia mengungkapkan bahwa seharusnya sikap manusia harus sesuai dengan kodratnya baik itu pria maupun Wanita. Sedangkan, Haniifah ia berpendapat bahwa wanita dan pria yang memiliki orientasi seksual yang menyimpang adalah sebuah masalah yang banyak berkembang di masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa orang yang memiliki orientasi seks yang menyimpang pasti memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan di keluarga. Tak hanya itu, menurut Haniifah lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan orientasi seks seseorang.
ADVERTISEMENT
Persamaan dari pendapat kedua narasumber yaitu mengenai budaya. Semakin berkembangnya zaman, budaya minang tentang Wanita yang merantau sudah tidak lagi dihiraukan. Haniifah dan Renaldi melihat bahwa saat ini Wanita dan Pria memiliki kemampuan untuk berkembang di masyarakat dan banyak yang merantau jauh dari orangtua. Mereka berpendapat bahwa wanita saat ini sudah mandiri dan tidak menggantungkan hidupnya lagi kepada pria.
Berdasarkan hasil wawancara kedua narasumber tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki dua persepsi yang berbeda terkait seks,ras, dan budaya. Disini penulis berharap kedepannya masyarakat tidak membedakan kemampuan wanita dan pria karena saat ini wanita sudah banyak yang menempuh pendidikan tinggi dan mampu mengerjakan segala pekerjaan baik di rumah maupun diluar rumah. Begitu pula dengan pria,meskipun mereka kebanyakan menggunakan logika tentunya pria juga memiliki emosionalnya sendiri. Oleh sebab itu, kita sesama manusia harus bisa saling menghargai pilihan hidup masing-masing individu tanpa harus merendahkan satu sama lainnya.
ADVERTISEMENT