Konten dari Pengguna

Sustainability Fundamentals

Julian Ariza
Environmental at Baramulti
12 Agustus 2024 17:09 WIB
·
waktu baca 14 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Julian Ariza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Source: Pixabay
ADVERTISEMENT
Teman-teman tau tidak bahwa sekitar tahun 2040 nanti akan terdapat 1,3 miliar ton sampah plastik yang mencemari bumi, rasanya sulit untuk membayangkan bagaimana jumlah sampah yang sedemikian banyaknya dan jika setengahnya sampah tersebut diletakan secara sejajar maka luasnya akan menutupi wilayah Inggris. Itu baru limbah plastiknya saja, masih terdapat banyak jenis limbah yang lainnya. Kondisi tersebut mendorong untuk munculnya paradigma baru untuk sebisa mungkin tidak menimbulkan limbah atau sampah dalam beraktivitas, termasuk aktivitas bisnis. Ada banyak hal yang harus diperhatikan dan diimplementasikan dalam melakukan praktik bisnis, paling minimal kita harus mengetahui apa yang menjadi pilar-pilar dalam bisnis berkelanjutan. Sustainability fundamentals, kita harus mengetahui terkait triple bottom line, sustainable business strategy, corporate social responsibility, circular business dan social business.
ADVERTISEMENT
Triple Bottom Line
Poin yang pertama yaitu mengenai Triple Bottom Line (TBL). Triple Bottom Line, suatu konsep yang mendorong suatu bisnis untuk mempertimbangkan operasi bisnis dari perspektif ekonomi, lingkungan dan sosial serta mengukur kinerja bisnis berdasarkan dampak bersih pada laba, sosial, dan juga lingkungan. Konsep Triple Bottom Line pertama kali muncul pada tahun 1999 oleh John Elkington. Ide utama dibalik konsep ini adala bahwa Perusahaan tidak hanya harus menghasilkan profit namun harus meningkatkan komponen lainnya yaitu planet dan people secara bersamaan. Profit tentu masih sangat penting dalam konsep ini, namun hal itu tidak boleh didapatkan dengan mengorbankan dengan isu sosial dan isu lingkungan yaitu people and planet dalam konsep Triple Bottom Line. Bisnis yang mempertimbangkan Triple Bottom Line tidak hanya fokus pada salah satu komponen saja begitupun keuntungan, lingkungan dan sosial. Tetapi fokus pada ketiga komponen tersebut pada bersamaan dalam proses nya membantu perusahaan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Praktik bisnis yang berkelanjutan seperti konsep triple bottom line bukanlah jaminan untuk mendapatkan keuntungan. Organisasi akan selalu dituntut untuk memenuhi permintaan pasar, melihat persaingan, dan fluktuasi ekonomi. Hal ini berarti strategi pemasaran, inovasi dan praktik penjualan yang baik akan selalu diperlukan.
Contoh seperti British Petrolium yang tidak menerapkan beberapa fitur keselamatan yang mengakibatkan putusnya pipa besar dengan implikasi bencana bagi lingkungan dan biaya ekonomi yang signifikan bagi perusahaan, dimana rig pengeboran teluk Mexico meledak pada 20 April 2010 perusahan kehilangan 1/3 dari nilai pasarnya yaitu sekitar USD $75 miliar. Selain itu, perusahaan juga telah menghabiskan USD $1 miliar untuk upaya pembersihan atas insiden tersebut. Seorang analis menghitung bahwa dalam skenario terburuk, kewajiban pembersihan British Petrolium akan mencapai sekitar USD $14 miliar yang akan memperhitungkan semua pendapatan perikanan dan pariwisata untuk negara-negara pantai yang paling dekat dengan lokasi tumpahan. Kasus tumpahan minyak di Teluk Mexico memberikan contoh bagaimana bertindak dari cara yang tidak berkelanjutan dan fokus pada sisi profit dapat memberikan dampak negatif jangka panjang yang signifikan baik itu bagi masyarakat, lingkungan atau perusahaaan.
ADVERTISEMENT
Pendekatan Triple Bottom Line semakin relevan karena populasi global dan permintaan sumber daya seperti energi, air, dan lainnya meningkat dan planet kita menghadapi kekurangan sumber daya. Selama 50 tahun kedepan, populasi dunia diperkirakan akan tumbuh dari 6,8 miliar menjadi 9,5 miliar dan permintaan energi dan sumber daya lainnya akan mengikut. Kondisi ini menciptakan tantangan besar bagi setiap bisnis.
Source: Fitty.club
Contoh penerapan Triple Bottom Line,
A. Profit
1. Memastikan perusahaan membayar bagian yang adil dari pajak pendapatan lokal, daerah, atau negara secara tepat waktu.
2. Memastikan perusahaan mengembangkan kekayaan ekonomi dalam komunitasnya dengan berbelanja lokal atau memanfaatkan usaha kecil.
3. Berkomitmen untuk berinvestasi secara finansial di komunitas melalui kemitraan, pengembangan, atau memberikan sponsor.
ADVERTISEMENT
B. People
1. Karyawan: memastikan karyawan menerima upah yang adil di lingkungan kerja yang aman dan mendorong pengembangan karir secara professional.
2. Pemasok: memastikan beragam pemasok digunakan dan memprioritaskan usaha kecil atau pemilik minoritas bila perlu.
3. Pelanggan: memastikan pelanggan memiliki akses yang adil ke produk dan umpan balik mereka mengenai produk dan layanan dipertimbangkan.
Menurut organisasi Sustainable Business Strategy, semakin banyak bukti yang menunjukan bahwa perusahaan yang mengukur kinerja mereka menggunakan metrik dengan semangat Triple Bottom Line seperti LST (Lingkungan, Sosial Dan Tata Kelola) cenderung menghasilkan pengembalian finansial yang unggul. Akibatnya, lebih banyak investor mulai berfokus pada metrik LST ketika membuat keputusan investasi. Integrasi LST relevan untuk memastikan stabilitas keuangan global jangka panjang dan pembangunan ekonomi dengan cara mendorong praktik bisnis berkelanjutan. Kegagalan dalam mengupayakan hal tersebut berpotensi memfasilitasi praktik yang berdampak kurang menguntungkan bagi lingkungan dan sosial serta kehilangan peluang untuk menghasilkan layanan produk dan jasa dalam memanfaatkan isu LST.
ADVERTISEMENT
Sustainable Business Strategy
Source: raconteur.net
Kemudian poin kedua yaitu mengenai Sustainable Business Strategy. Gagasan tentang sustainable business semakin banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sustainable Business pada dasarnya terdiri dari 2 kata, yaitu sustainable & business. Mengacu pada 2 kata tersebut, secara harfiah sustainable business bisa diartikan sebagai bisnis yang berkelanjutan baik dalam menghasilkan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu perusahaan yang mengaplikasikan sustainable business juga harus bisa mengimplementasikan Triple Bottom Line yang terdiri dari people, profit, planet dalam startegi bisnisnya. Sustainability lebih dari sekedar inisiatif, program ataupun kegiatan. Sustainability dilihat sebagai pandangan atau pola pikir tentang bagaimana bisnis seharusnya beroperasi secara strategis.
4 poin penting terkait implementasi oleh perusahaan untuk mengutamakan praktek keberlanjutan, diantaranya yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Perusahaan harus menyelaraskan kegiatan dengan tujuan lingkungan.
2. Perusahaan menjadikan nilai keberlanjutan sebagai proposisi nilai nya.
3. Dalam menyediakan tambahan proposisi nilai ini perusahaan menghasilkan biaya aktivitas yang lebih tinggi.
4. Tambahan proposisi nilai juga membuat perusahaan dapat menerapkan harga premium.
Definisi dari bisnis yang berkelanjutan yaitu bisnis yang beroperasi untuk kepentingan semua pemangku kepentingan, baik untuk saat ini maupun di masa depan. Hal itu dilakukan dengan cara menjamin Kesehatan jangka Panjang dan kelangsungan hidup bisnis yang terkait aspek sosial, aspek ekonomi, maupun aspek lingkungan. Keberlanjutan membutuhkan pandangan baru tentang bagaimana bisnis harus dijalankan berbekal perpektif baru ini, bisnis dapat menjadi alat perubahan yang positif, namun perlu diingat bahwa keberlanjutan adalah 3 dimensi. Meski keberlanjutan lingkungan terlihat menjadi fokus perhatian di sustainability, sebenarnya keberlanjutan mengharuskan bisnis untuk tidak mengabaikan area dampak lainnya dari Triple Bottom Line, yaitu profit bagi bisnis itu sendiri dan dampak positif secara sosial bagi masyarakat. Diatas segalanya, kita harus ingat bahwa sebagai perusahaan yang mengejar keberlanjutan, tidak ada akhir dari perjalanan ini. Ini adalah proses keberlanjutan dan selalu ada ruang untuk penyempurnaan mengenai cara kita memandang bisnis dalam konteks bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebagai sebuah strategi, keberlanjutan membutuhkan kepemimpinan dan komitmen pada manajemen tingkat atas, nilai-nilai dan etika yang kuat yang tertanam dalam budaya perusahaan dan penggabungan di seluruh aktivitas bisnis. Keberlanjutan harus tertanam dalam kompetensi inti dan posisi kompetitif perusahaan dan melibatkan semua pemangku kepentingan.
Memasukkan keberlanjutan di seluruh area fungsional bisnis dan di seluruh rantai pasokan bisnis akan memerlukan pemeriksaan lebih dekat terhadap model bisnis yang digunakan, berbagai sistem manajemen yang ada dan desain atau struktur organisasi yang ada model bisnis adalah cara dimana rantai perushaan diatur agar menjadi yang paling efisien dan efektif dalam mencapai tujuan sosial, lingkungan, dan ekonomi sambil menghasilkan keuntungan.
Contoh dari model bisnis inovatif yang muncul di era bisnis berkelanjutan adalah model bisnis sosial dan model bisnis terbuka yang melibatkan pemangku kepentingan dalam menentukan bagaimana bisnis akan beroperasi.
ADVERTISEMENT
Salah satu tipe inovasi model bisnis dengan melakukan konfigurasi nilai melalui diferensiasi aktivitas adalah apa yang dikatakan oleh Osterwalder dkk (2020) sebagai Sustainability Masters. Bisnis yang dikategorikan sebagai sustainability masters menyesuaikan kegiatan sehingga ramah lingkungan dan berdampak positif bagi masyarakat, bahkan jika itu dapat menyebabkan biaya yang lebih tinggi. Bisnis yang dikategorikan sebagai sustainability masters juga menghentikan aktivitas yang merugikan planet dan masyarakat (sosial) atau dengan kata lain menjalankan konsep triple bottom line.
Corporate Social Responsibility
Source: freepik.com
Kemudian CSR. Corporate Social Responsibility atau bisa dikatakan sebuah komitmen bisnis untuk beraktivitas sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku serta berkontribusi pada peningkatan taraf hidup dari seluruh pemangku kepentingan. Konsep social sustainability dimunculkan pada tahun 2002 dalam pertemuan di Johannesburg. Konsep ini merupakan lanjutan dari konsep economic & environmental sustainability yang sudah terlebih dahulu muncul.
ADVERTISEMENT
Crowther dan Aras (2008) berpandangan bahwa terdapat 3 prinsip dasar dari kegiatan CSR, yaitu sustainability (keberlanjutan), accountability (akuntabilitas), dan transparency (transparansi). Sustainability terkait dengan dampak atas tindakan saat ini terhadap pilihan yang tersedia di masa depan, jika sumber daya digunakan masa sekarang maka sumber daya tersebut mungkin tidak tersedia lagi di masa depan. Kemudian konsep akuntabilitas khususnya menyorot pada upaya pelaporan atas dampak dari tindakan yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Konsep akuntabilitas menunjukan bahwa organisasi tidak hanya bertanggungjawab terhadap pemiliknya tetapi juga kepada masyarakat umum karena perusahaan adalah bagian dari lingkungan yang lebih luas. Selanjutnya konsep transparansi berarti bahwa dampak eksternal perusahaan harus bisa dilihat dari laporan yang dirilis oleh perusahaan secara terbuka. Transparansi bisa dilihat sebagai bagian dari proses tanggungjawab perusahaan atas dampak eksternal yang timbul dari tindakan dan aktivitas yang dilakukan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Kotler dan Lee (2005) mengkategorikan aktivitas CSR menjadi 6 yaitu:
1. Cause promotions: bentuk CSR perusahaan yang menyalurkan promosi dan anggaran dananya untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap isu sosial tertentu, sehingga masyarakat kemudian mendukung dan berpartisipasi secara sukarela dalam aktivitas tertentu.
2. Cause-Related Marketing: bentuk komitmen perusahaan dengan memberikan sejumlah presentase tertentu dari total pendapatan sebagai donasi dan dana amal yang diharapkan dapat meningkatkan pemasaran atas produk tertentu.
3. Corporate Social Marketing: bentuk CSR yang memiliki tujuan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik seperti menjaga kesehatan, alam, meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
4. Corporate Philanthropy: memberikan donasi secara langsung kepada masyarakat yang membutuhkan donasi.
5. Community Volunteering: aktivitas yang mendorong para karyawan dan mitra bisnis perusahaan seperti distributor ataupun pemasok agar mau sukarela membantu masyarakat yang menjadi target untuk dibantu melalui program yang dikembangkan.
ADVERTISEMENT
6. Socially Responsible Business Practice: aktivitas perusahaan dengan melakukan investasi untuk kemajuan sosial dan lingkungan hidup melebihi angka yang diatur perundang-undangan dalam membangun bisnis berkelanjutan.
Circular Business Model
source: lithium-institute.eu
Ekonomi sirkular adalah paradigma yang menyarankan desian ulang sistem ekonomi linier menuju aliran sumber daya loop yang dapat melestarikan nilai lingkungan dan ekonomi yang tertanam dalam produk dari waktu ke waktu. Ekonomi sirkular berpotensi mengarah pada peningkatan efisiensi sumber daya dan menghasilkan keuntungan lingkungan melalui pengurangan ekstraksi bahan baku dan limbah. Model bisnis sirkular umumnya mengolaborasi penciptaan nilai komersial dengan mengadopsi strategi efisiensi sumber daya, seperti perbaikan dan remanufaktur dengan memanfaatkan nilai ekonomi dan lingkungan yang tertanam dalam produk.
3 prinsip dasar yang harus dijalankan dalam praktik ekonomi sirkular:
ADVERTISEMENT
1. Mengeliminasi limbah dan polusi
Saat ini perekonomian bekerja dengan sistem take-make-waste. Produksi mengambil bahan mentah, membuat produk dari bahan mentah tersebut, dan berakhir sebagai limbah. Banyak dari limbah ini berakhir di tempat pembuangan sampah dan hilang. Sistem ini tidak dapat bekerja dalam jangka Panjang karena sumber daya terbatas.
2. Menjaga produk dan bahan material agar dapat terus digunakan
Prinsip kedua dari ekonomi sirkular ini berarti menjaga bahan terus digunakan, baik sebagai produk atau ketika tidak dapat digunakan lagi sebagai komponen atau bahan mentah. Dengan cara ini, tidak ada yang menjadi pemborosan dan nilai intrinsik produk atau bahan dipertahankan. Ada sejumlah cara produk atau bahan dapat disimpan dalam sirkulasi, utamanya pada dua siklus mendasar: siklus teknis dan siklus biologis.
ADVERTISEMENT
3. Regenerasi sistem alam
Yaitu mendukung proses alami dan memberikan lebih banyak ruang untuk berkembang. Kita harus beranjak dari sistem ekstraksi ke regenerasi. Beralih dari linier ke sirkuler artinya mengalihkan fokus dari ekstraksi ke regenerasi. Jika kita secara bertahap memisahkan kegiatan ekonomi dari ekstraksi dengan menjaga sirkulasi material setelah digunakan, maka semakin banyak lahan yang dapat dikembalikan ke alam. Transisi ke energi terbarukan hanya akan mengatasi 55% emisi gas rumah kaca global. Sisanya berasal dari cara kita membuat dan menggunakan produk, makanan, serta mengelola lahan, area dari ekonomi sirkular berada. Dengan mengadopsi prinsip ekonomi sirkular, industri makanan dapat mengurangi separuh dari proyeksi emisi gas rumah kaca pada tahun 2050.
Model Bisnis Sirkular
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa model bisnis sirkular,
1. Circular Supply Models: dengan mengganti input bahan tradisional yang berasal dari sumber daya terbatas dengan bahan berbasis bio, terbarukan, atau bahan yang dipulihkan, mengurangi ekstraksi sumber daya terbatas.
2. Resource Recovery Models: mendaur ulang limbah menjadi bahan baku sekunder, sehingga mengalihkan limbah dari pembuangan akhir sekaligus menggantikan ekstraksi dan pemrosesan sumber daya alam yang terbatas.
3. Product Life Extension: memperpanjang periode penggunaan produk yang ada, memperlambat aliran bahan penyusun dan mengurangi tingkat ekstraksi sumber daya dan limbah.
4. Sharing Models: memfasilitasi pembagian produk yang kurang dimanfaatkan dan oleh karena itu dapat mengurangi permintaan akan produk baru dan bahan baku yang tertanam.
5. Product Service System Models: Pelanggan membeli layanan untuk waktu yang terbatas sementara penyedia mempertahankan kepemilikan produk dan tetap diberi insentif untuk pemeliharaan berkelanjutan, daya tahan, peningkatan, dan perawatan produk pada akhir penggunaannya.
ADVERTISEMENT
Strategi untuk sirkular,
1. Retain Product Ownership (RPO): produsen menawarkan produknya kepada pelanggan daripada menjualnya.
2. Product Life Extension (PLE): perusahaan yang menerapkan strategi ini berfokus pada perancangan produk agar bertahan lebih lama, yang dapat membuka kemungkinan pasar pada produk bekas. Karena umur produk yang lama berarti pembelian akan lebih sedikit dari waktu ke waktu.
3. Design for Recycling (DFR): perusahaan mendesain ulang produk dan proses manufaktur untuk memaksimalkan pemulihan bahan yang terlibat untuk digunakan dalam produk baru.
Sekarang sudah waktu nya untuk mengadopsi prinsip-prinsip ekonomi sirkular dengan mengurangi limbah dan polusi, menjaga produk dan bahan material agar dapat terus digunakan dan regenerasi alam.
Social Business
Bisnis sosial bertujuan untuk memecahkan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan yang mempengaruhi umat manusia. Secara umum bisnis sosial adalah bentuk bisnis yang menyeimbangkan antara tujuan sosial dan tujuan keuangan, terletak di antara bisnis yang memaksimalkan keuntungan dan sektor nirlaba.
ADVERTISEMENT
Dibandingkan dengan bisnis profit konvensional, bisnis sosial memiliki prioritas yang berbeda, pencapaian tujuan sosial, menjadi fokus utama minat dan aktivitas. Sebaliknya, profitabilitas dipandang hanya sebagai sarana untuk tujuan itu, hanya dicari sejauh itu menjamin kelayakan finansial dari usaha bisnis.
7 Prinsip Bisnis Sosial menurut Profesor Muhammad Yunus:
1. Tujuan bisnis adalah untuk mengatasi kemiskinan, atau satu atau lebih masalah (seperti pendidikan, kesehatan, akses teknologi, dan lingkungan) yang mengancam manusia dan masyarakat.
2. Tujuan utama bukan memaksimalkan laba, namun dampak sosial.
3. Perusahaan yang bergerak dalam bisnis sosial harus mencapai keberlanjutan ekonomi dan keuangannya sehingga tidak perlu bergantung pada amal atau sumbangan terus-menerus.
4. Investor mendapatkan kembali jumlah investasi mereka saja. Tidak ada dividen yang diberikan selain uang investasi. Ketika jumlah investasi dibayar kembali, keuntungan perusahaan tetap bersama perusahaan untuk ekspansi dan peningkatan dampak sosial.
ADVERTISEMENT
5. Sadar lingkungan.
6. Tenaga kerja mendapat upah sesuai standar pasar dengan kondisi kerja yang lebih baik dibanding perusahaan pesaing: Karyawan yang terlibat dalam bisnis sosial dapat memberikan diri mereka rasa tujuan dan dapat memiliki alternatif untuk pengembangan pribadi dan profesional. Memberikan pengalaman yang memperkaya kehidupan karyawann- ya, perusahaan dapat memperkuat keterlibatan karyawan, kepuasan kerja dan retensi.
7. Lakukan dengan sukacita! Bisnis sosial akan dilakukan dan dioperasikan dengan senang hati karena memiliki tujuan, kepuasan diri, dan pengorbanan diri.
Selain 7 prinsip tersebut, bisnis sosial juga memiliki beberapa karakteristik lain, diantaranya:
1. Menurut hierarki kebutuhan Maslow, mereka yang termasuk dalam hierarki kebutuhan teratas merasakan kebutuhan akan aktualisasi diri.
2. ⁠Bisnis sosial menawarkan alasan bagi investor untuk tidak mementingkan diri sendiri. Profesor Muhammad Yunus menekankan dalam artikelnya Vision 2050: A Poverty-Free World bahwa “kelemahan terbesar dalam interpretasi kapitalisme saat ini terletak pada kesalahan interpretasinya tentang sifat manusia: manusia yang terlibat dalam bisnis digambarkan sebagai makhluk satu dimensi yang satu-satunya misi adalah untuk memaksimalkan keuntungan.
ADVERTISEMENT
3. ⁠Tujuan utama dari bisnis sosial bukanlah untuk menyumbangkan uang untuk masyarakat yang lebih rendah, melainkan tujuannya adalah untuk menciptakan kesempatan untuk membantu diri mereka sendiri.
Dalam perusahaan bisnis sosial, keberhasilan tergantung pada sejauh mana perusahaan telah mampu mengatasi agenda sosial atau sejauh mana dapat memecahkan masalah sosial tertentu. Tetapi untuk memenuhi syarat sebagai 'bisnis', bisnis sosial harus mandiri. Jadi, dengan cara apapun bisnis harus memulihkan biaya penuhnya dan memperoleh keuntungan untuk keberadaannya. Dalam masyarakat kapitalistik dan apa yang disebut ekonomi pasar bebas, memulai bisnis sosial tanpa pamrih dapat menjadi solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan mendasar orang-orang yang bahkan tidak dianggap sebagai konsumen oleh perusahaan yang memaksimalkan keuntungan.
Daftar Pustaka:
ADVERTISEMENT
Crowther, D dan Aras, G. (2008). Corporate Social Responsibility. Ventus Publishing ApS. ISBN 978-87-7681-415-1. Download free books at BookBooN.com. Online: https://ww- w.mdos.si/wp-content/uploads/2018/04/defining-corporate-social-responsibility.pdf
Osterwalder, A; Pigneur, Y; Smith, A; dan Etiemble, F. (2020). The Invincible Company. New Jersey. John Wiley & Sons.
Yunus, M., Moingeon, B., & Lehmann-Ortega, L. (2010). Building social business models: Les- sons from the Grameen experience. Long Range Planning, 43(2-3), 308-325. Online: https://hal-hec.archives-ouvertes.fr/hal-00528385.