Konten dari Pengguna

Refleksi Hardiknas: Pendidikan Adalah Hak, Bukan Kebijakan Musiman

Jumansi
Saya alumnus Pendidikan Jasmani Universitas Megarezky serta alumnus Magister Pendidikan Jasmani dan Olahraga Universitas Negeri Makassar
29 April 2025 15:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jumansi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jumansi, M.Pd. Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Jumansi, M.Pd. Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Oleh: Jumansi, M.Pd (Pemerhati Pendidikan)
Hari ini, bertepatan dengan tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Pendidikan Nasional, sebuah momentum tahunan yang tidak hanya menjadi bentuk penghormatan terhadap jasa para pendidik (Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia), tetapi juga menjadi ruang reflektif bagi seluruh elemen bangsa untuk menengok kembali arah dan wajah pendidikan kita hari. Dalam suasana ini, kita diajak untuk tidak sekadar mengenang, tetapi juga merenung: sejauh mana pendidikan telah dijalankan sebagai amanat konstitusi dan bukan sebagai kebijakan yang terikat musim kepemimpinan?
ADVERTISEMENT
Pendidikan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945, adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap warga negara. Ia bukanlah fasilitas tambahan, bukan pula semata bentuk layanan sosial. Pendidikan adalah jembatan yang menghubungkan generasi hari ini dengan masa depan yang layak mereka tapaki. Karena itu, memperlakukan pendidikan sebagai kebijakan musiman yang berubah-ubah seiring bergantinya pucuk kepemimpinan adalah tantangan tersendiri yang patut kita renungkan bersama
Pendidikan bukan panggung peralihan, bukan pula lembaran program yang mudah diganti. Ia adalah ladang harapan yang mesti ditanam dengan sabar, dirawat dengan konsisten, dan dipanen dengan cinta. Karena masa depan tidak tumbuh dalam kekalutan kebijakan, melainkan dalam kesinambungan visi dan komitmen.
Dalam realitas kita hari ini, tak jarang perubahan kebijakan pendidikan datang silih berganti, membawa semangat baru namun juga ketidakpastian. Kurikulum diperbarui, program pelatihan guru dimodifikasi, sistem evaluasi dirombak. Setiap pergantian tampuk kepemimpinan seringkali diiringi dengan semangat reformasi, namun tidak selalu diiringi kesinambungan yang kokoh. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi para guru, peserta didik, dan pemangku kepentingan lain yang membutuhkan waktu untuk beradaptasi, memahami, dan menjalankan kebijakan dengan optimal.
ADVERTISEMENT
Padahal, pendidikan tidak seharusnya tunduk pada irama politik yang cepat berubah. Ia memerlukan pijakan jangka panjang dan arah yang konsisten. Guru sebagai ujung tombak pendidikan membutuhkan dukungan dalam bentuk kepercayaan dan kebijakan yang stabil. Murid membutuhkan lingkungan belajar yang terarah, tidak diganggu oleh perubahan-perubahan mendadak yang justru membingungkan mereka dalam memahami proses belajar itu sendiri. Seperti pohon yang tumbuh perlahan, pendidikan memerlukan akar yang kuat bukan hanya tunas yang cepat tumbuh, lalu layu karena kurang air perhatian. Ia tumbuh dari kesinambungan, bukan dari pergantian semata.
Hari Pendidikan Nasional ini, marilah kita duduk sejenak dalam perenungan: apakah pendidikan di negeri ini telah benar-benar menjadi ruang tumbuh yang merata dan bermakna bagi semua? Apakah pendidikan telah melampaui batas kebijakan dan menjelma menjadi hak yang hidup dalam keseharian setiap anak Indonesia?
ADVERTISEMENT
Refleksi ini bukan untuk menyalahkan siapa pun, melainkan untuk mengingatkan kita semua, bahwa dalam menjalankan amanat mencerdaskan kehidupan bangsa, kita tidak boleh lelah menjaga semangat keberlanjutan dan keadilan. Pendidikan tidak boleh menjadi wacana yang hanya ramai dibicarakan saat upacara peringatan, tapi sepi dalam praktik sehari-hari.
Selamat Hari Pendidikan Nasional. Semoga refleksi ini menjadi pengingat bahwa pendidikan yang adil, merata, dan berkelanjutan adalah jalan sunyi yang mulia dan kita semua memegang kunci untuk menjaganya.