Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Telepsikologi dan Start-up Kesehatan Mental: Apa yang Perlu Dicermati?
23 November 2021 17:45 WIB
Tulisan dari Juneman Abraham tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) mengadakan peluncuran Buletin Psikologi Indonesia bertajuk "Perkembangan Telepsikologi di Indonesia dan Peran Tenaga Psikologi", pada 25 Oktober 2021, dalam rangkaian Hari Kesehatan Mental Sedunia (yang diperingati setiap 10 Oktober).
Selain dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia (HKMS) 2021, acara ini utamanya terkait dengan konteks pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Praktik Psikologi (RUU Psikologi ) yang telah masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR RI tahun 2021. Perkembangan teknologi dan wacana Masyarakat 5.0 mendatangkan tantangan tersendiri yang perlu diantisipasi dalam layanan jasa dan praktik psikologi.
ADVERTISEMENT
Sudah sejak 1971, Richard Lanyon meramalkan fenomena yang akan menghinggapi praktik psikologi, yakni objektivikasi asesmen psikologis, otomasi pemeriksaan psikologis, otomasi klasifikasi informasi psikologis, pengambilan keputusan dengan menggunakan teknologi, konseling dan terapi yang dibantu oleh mesin (machine-aided), otomasi layanan klien psikologis/pasien psikiatris, berkembangnya teknologi modifikasi perilaku, serta berkembangnya teknologi sistem rumah sakit dan sistem komunitas yang berhubungan dengan layanan psikologis. Hal-hal ini semakin terfasilitasi dan terakselerasi dengan perkembangan Internet, dengan tren Internet untuk Segala (Internet of Things), mahadata (Big Data), mesin pintar (machine learning), serta kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang menyertainya.
Acara ini strategis karena membahas beberapa perkembangan tersebut, serta peran tenaga psikologi dalam mendemokratisasikan sekaligus mengoptimalkan penggunaan telepsikologi bagi masyarakat Indonesia, dengan berbagai dimensi profesional dan etisnya. Umpan balik dalam acara ini menjadi masukan untuk penyempurnaan Naskah Akademik dan RUU Psikologi.
ADVERTISEMENT
Pembicara kunci dalam kegiatan ini adalah dr. Celestinus Eigya Munthe, Sp.K.J., Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI.
Terdapat pembicara lainnya, yang terdiri atas para narasumber dan penanggap, yakni (1) Dr. Retha Arjadi, M.Psi., Psikolog, dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta, (2) Anrilla E. M. Ningdyah, Ph.D., Ketua Tim Pengelolaan Layanan Psikologi Sehat Jiwa atau SEJIWA (119 ext. 8) Himpunan Psikologi Indonesia; (3) Sri Tiatri, Ph.D., Psikolog, Ketua Kompartemen Pengembangan Profesi Psikologi dan Kode Etik HIMPSI; serta (4) Prof. Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari, M.Hum., Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia; (5) Dr. Juneman Abraham, S.Psi., M.Si. (Ketua Kompartemen Riset dan Publikasi, HIMPSI), dan (6) Dr. Henndy Ginting (Ketua Kompartemen Pengembangan Asosiasi/Ikatan, HIMPSI).
ADVERTISEMENT
Hal yang dibicarakan oleh para pembicara dan penanggap adalah bahwa Buletin Psikologi Indonesia edisi Telepsikologi berkontribusi dalam mendiskusikan penyediaan layanan psikologis menggunakan teknologi telekomunikasi, yang memiliki cakupan terkait teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan, tuntutan pemberian layanan secara profesional, kendala eksternal, standar etika, sampai dengan aspek legal.
Para penulis dan kontributor buletin ini (Amalia Darmawan, Retha Arjadi, Annisa Reginasari, Andrian Liem, Anrilla E.M. Ningdyah, Audrey Maximillian, Dara Putri Ghassani, dan para Ketua Program Studi Magister Psikologi Profesi di Indonesia) menyampaikan hal-hal, antara lain :
(1) Dalam situasi di mana kuantitas kasus kesehatan mental bertambah tajam di masa pandemi Covid-19, psikolog dituntut untuk cepat adaptif dalam menguasai penggunaan teknologi digital untuk kepentingan praktik dan layanan. Berbagai platform dan media komunikasi elektronik yang digunakan untuk telepsikologi dapat berpotensi menimbulkan sejumlah persoalan etika berkaitan dengan privasi dan kerahasiaan data klien yang perlu diwaspadai.
ADVERTISEMENT
(2) Berdasarkan hasil penelitian meta-analisis, intervensi psikologis daring memiliki potensi yang menjanjikan untuk digunakan dalam menangani masalah psikologis di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Hasil penelitian Arjadi, dan kawan-kawan (2018) menunjukkan bahwa sekitar 73 persen dari 904 partisipan riset yang berasal dari populasi umum berusia dewasa di Indonesia menyatakan keterbukaannya mencoba menggunakan intervensi psikologis daring untuk depresi jika mereka membutuhkannya, baik sebagai pengganti maupun sebagai pelengkap intervensi psikologis tatap muka.
(3) Tidak semua orang di Indonesia dapat memperoleh manfaat dari intervensi psikologis daring ini. Contohnya adalah masyarakat yang tidak cakap teknologi sama sekali, atau tinggal di pelosok yang tidak memiliki akses internet. Selain itu, preferensi kebutuhan dan konteks kehidupan klien juga dapat berperan dalam penggunaan intervensi psikologis daring ini.
ADVERTISEMENT
(4) Psikolog perlu melakukan sinkronisasi dengan modulasi komunikasi daring (yaitu menyesuaikan moda layanan apakah klien lebih nyaman menggunakan email, telekonferensi, dan sebagainya) sehingga selalu kongruen dengan pengalaman klien saat mengikuti layanan psikologi
(5) Organisasi profesi psikologi Indonesia perlu mengadakan pelatihan dan sertifikasi bagi para psikolog yang terlibat dalam konseling daring. Hal ini bertujuan untuk menghindari para psikolog dari risiko malpraktik serta melindungi hak dan keamanan klien. Panduan 5C (confidentiality, competency, compliance, consent, dan contingency) dapat dikembangkan oleh organisasi profesi maupun instansi pendidikan psikologi untuk dimasukkan dalam kurikulum pendidikan psikolog yang mutakhir yang mencakup telepsikologi.
(6) SEJIWA (Sehat Jiwa) merupakan layanan bantuan psikologis awal (BPA, psychological first aid) via panggilan telepon (119 ext. 8) yang diinisiasi Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan diakomodasi oleh KSP (Kantor Staf Kepresidenan) serta difasilitasi penuh oleh Kementerian Kesehatan RI dan PT Telkom sejak 29 April 2020. Dalam perjalanan satu tahun program, SEJIWA telah memiliki 629 relawan. Oleh karena animo masyarakat yang tinggi, dan ternyata pemerintah melihat ada kebutuhan layanan hotline khusus untuk membantu mempertahankan kesehatan mental masyarakat Indonesia dalam jangka panjang, maka perlu disediakan sebuah sistem yang memastikan bahwa layanan ini beroperasi dengan maksimal.
ADVERTISEMENT
(7) Dari sudut pandang pendiri start-up di bidang kesehatan mental, penyelenggaraan layanan telepsikologi merupakan bisnis sekaligus layanan sosial yang hendak menjembatani dua pemangku kepentingan, yaitu pengguna atau masyarakat dan psikolog. Di satu sisi, masyarakat atau pengguna butuh untuk mendapatkan layanan psikolog yang baik, profesional sesuai dengan kode etik. Di sisi lain, psikolog sebagai mitra profesional dari start-up yang dikembangkan memperoleh apresiasi atas dasar kapasitas dan pekerjaan profesional yang dilakukan. Hal ini membutuhkan sistem yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Di samping itu, ada aspirasi untuk mendayagunakan lulusan S1/Sarjana psikologi sebagai asisten psikolog yang mengacu pada kode etik yang dapat diperbantukan dalam tele-health.
(8) Telepsikologi dalam asesmen dan intervensi merupakan hal yang penting dibahas dalam praktik dan pelayanan profesi psikologi. Kajian terkait telepsikologi merupakan sebuah tuntutan zaman yang berkaitan dengan aksesibilitas dan efisiensi layanan. Dibutuhkan integrasi bahasan telepsikologi dalam kurikulum pendidikan psikologi.
ADVERTISEMENT
(9) Keberhasilan konseling kelompok remaja Indonesia secara daring tidak lepas dari keterlibatan setiap anggota kelompok dalam membagikan cerita dan menanggapi cerita anggota kelompok lainnya. Penggunaan media interaktif diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan secara daring. Aplikasi atau website yang menunjang interaksi daring adalah Mentimeter, Slido, Padlet, Kahoot, Quizizz, dan Aha Slides. Untuk membagi kelompok secara daring bisa menggunakan Wheel of Names atau Picker Wheels.
Kegiatan peluncuran secara daring ini sekaligus juga diiringi dengan penutupan Webinar HIMPSI bertajuk "62 Topik, 62 Narasumber " oleh Dr. Henndy Ginting - Ketua Kompartemen Pengembangan Asosiasi/Ikatan HIMPSI.
Komentar para Penanggap disampaikan langsung dalam acara via Zoom.
Penutup
Bangsa kita tidak kekurangan gairah untuk menciptakan startup company (perusahaan startup) di bidang tele-kesehatan mental, namun perlu diakui, gejala startup silos (berkarya sendiri-sendiri dan hanya membesarkan diri sendiri; enggan membangun jembatan antar-startup) juga melanda dunia usaha rintisan kesehatan jiwa.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, teridentifikasi adanya 22 (dua puluh dua) startup companies kesehatan mental di Indonesia, beserta kontaknya yang turut diundang dalam kegiatan HIMPSI ini untuk sekadar menyamakan persepsi untuk mengoptimalkan perkembangan telepsikologi di Indonesia, sebagai berikut:
Semoga kegiatan ini bermanfaat untuk sebanyak mungkin masyarakat Indonesia!
ADVERTISEMENT