Kekerasan Bersenjata dan Kekosongan Hukum: Peredaran Senjata Illegal di Indonesia

Junjungan Sigalingging
I am nothing in between and a nihilst for as long as I can remember. The thing is my memory was only bought from a pawn shop.
Konten dari Pengguna
9 Mei 2018 17:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Junjungan Sigalingging tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kekerasan Bersenjata dan Kekosongan Hukum: Peredaran Senjata Illegal di Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Area bom Thamrin dibuat Shoting film (Foto: Ricad Saka/kumparan)
Dewasa ini peredaran gelap senjata api semakin menunjukkan gejala yang memprihatinkan. Berdasarkan berita-berita di media besar, organisasi kriminal kerap kali menggunakan senjata api dalam operasi kejahatannya. Indonesia memang membatasi kepemilikan senjata api bagi sipil secara ketat, namun kenyataannya penggunaan senjata api semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Masih segar di ingatan kita serangan teroris di tahun 2016 yang juga dikenal dengan “Sarinah Attack” diliput secara besar-besaran oleh media nasional dan internasional. Disitu dapat kita saksikan bagaimana pelaku teroris dengan bebas secara terbuka menggunakan senjata api di jalan. Kejadian ini sebetulnya sangat jarang terjadi di Indonesia, namun inilah kenyataannya.
Pengamat mengatakan bahwa senjata yang digunakan oleh para pelaku terror didapatkan dari perdagangan gelap. Untuk ini kita memang masih kesulitan untuk melakukan kontrol yang efektif. Sebagai negara kepulauan, titik masuk yang perlu dijaga sangatlah banyak. Belum lagi ditengarai bahwa ada pemain lokal yang juga bermain di perdaganan senjata ini dengan membuat senjata rakitan dan komponennya.
Di sisi lain, peraturan mengenai penggunaan senjata api di Indonesia masih sangat terbatas dan tidak menjawab tantangan masa kini. Setidaknya ada tiga peraturan mengenai penggunaan senjata api di Indonesia yakni : Peraturan Senjata Api (vuurwaapenregeling: in, uit, door, voer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No.170) yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No.278), Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (Stbl. 1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948. Kesemuanya sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman lagi dan lebih mengatur perihal perijinan penggunaan senjata api bukan peredaran senjata ilegal.
ADVERTISEMENT
Indonesia sudah dalam keadaan darurat peredaran senjata api ilegal dan harus segera diantisipasi. Senjata api illegal yang dipasarkan melewati batas negara dapat mempengaruhi kondisi politik internal dan berpotensi menjadi menggangu stabilitas regional dan internasional. Oleh karena itu Indonesia juga perlu menjalin kerja sama internasional dalam menangani ini.
Dalam kaitan ini, Indonesia dapat melakukan langkah-langkah aktif pencegahan peredaran senjata ilegal. Langkah pertama adalah dengan memperkuat sistem hukum Indonesia utamanya dengan melakukan revisi terhadap peraturan lama senjata api. Langkah kedua adalah menjalin kerja sama yang kuat dengan negara lain khususnya negara-negara tetangga yang memiliki perbatasan dengan Indonesia.
Di tingkat global, Indonesia dapat mempertimbangkan untuk ikut serta menjadi anggota pihak dari Protokol Perdagangan Gelap Senjata Api (the Firearms Protocol). Protokol ini merupakan panduan bagi negara-negara untuk memperkuat sistem hukum mereka terhadap perdagangan gelap senjata api. Selain itu, protokol ini juga memberikan langkah bagi industri resmi persenjataan kita agar produk mereka tidak dijadikan komoditi dalam perdagangan gelap. Dan tentunya protokol ini mengedepankan kerja sama internasional dalam menanggulangi peredaran senjata gelap.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, semuanya kembali kepada Pemerintah untuk menentukan langkah terbaik dalam memberantas senjata ilegal. Namun patut diingat bahwa sudah banyak korban berjatuhan akibat penggunaan senjata oleh organisasi kriminal. Sementara pelaku yang menikmati hasil dari perdagangan gelap tidak dapat disentuh. Tentu Pemerintah harus hadir dan jangan sampai ada korban lagi dari kekerasan bersenjata.