Konten dari Pengguna

Dominasi Cina dalam Shanghai Cooperation Org

Junyta Iswari Adhiwidya
Mahasiswa S2 HI UGM
22 Juni 2024 12:58 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Junyta Iswari Adhiwidya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Manekin memegang bendera Cina. Sumber: pexels.com/Kulbir
zoom-in-whitePerbesar
Manekin memegang bendera Cina. Sumber: pexels.com/Kulbir
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
anization (SCO)
analisis dalam pandangan Power-Based Approach
Shanghai Cooperation Organization (SCO) sebuah rezim kerja sama keamanan yang diinisiasi oleh Cina dan Rusia pada tahun 2001. Beranggotakan Cina, Rusia, Kazakhztan, Kyrgyztan, Iran, India, Pakistan, Uzbekistan dan Taijikistan. SCO merupakan lanjutan dari forum Shanghai Five, yang diselenggarakan pada tahun 1996 atas inisiatif Cina dengan tujuan menyelesaikan sengketa perbatasan dengan negara-negara bekas Republik Soviet yang baru merdeka. Shanghai Five tumbuh melalui diskusi bilateral antara Cina dan negara-negara tersebut. Selama periode 1996 hingga 2000, Asia Tengah memiliki banyak kelompok radikal yang muncul sehingga Cina memandang wilayah tersebut sebagai sebuah ancaman. Shanghai Five menjadi wadah penting untuk Cina dalam memajukan kepentingannya di kawasan tersebut melalui dukungan mitra dalam melawan hegemoni AS. Bagi Cina SCO dianggap sebagai tempat yang tepat dalam mempromosikan semangat Shanghai, perdamaian abadi, keamanan dan kemakmuran bersama (Perskaya, Khairov, Revenko, & Khairova, 2022).
ADVERTISEMENT
Kesepakatan SCO menerangkan bahwa pasukan militer mereka tidak akan terlibat dalam kegiatan ofensif apa pun di daerah perbatasan, tidak melakukan latihan militer satu sama lain, saling menginformasikan kegiatan militer, mengundang satu sama lain untuk mengamati latihan militer, mencegah latihan militer di daerah perbatasan dan meningkatkan persahabatan militer antar anggota (Azarkan, 2010). Dalam hal ini SCO mewadahi kepentingan negara anggotanya mengenai permasalahan keamanan perbatasan, dengan keyakinan bersama bahwa perlunya menghargai keamanan, melibatkan semua pihak untuk mencari keuntungan dan kepentingan agar dapat mencapai tujuan bersama (Qiang & Cao, n.d.).
Rezim ini mulai mempeluas cakupan hingga bidang ekonomi dan investasi antar negara Asia Tengah. Dengan bantuan pengembangan dana yang berasal dari Asian Development Bank dan the United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (Asia Regional Integration Center, n.d.). Dalam hal ini Cina menjadi negara yang cukup mendominasi dalam rezim, tercermin dalam berbagai kebijakan yang berasal dari pemikiran kebijakan luar negeri Cina, khususnya mengenai regionalisme dan keamanan baru yang dicirikan melalui kerja sama terbuka dan berbasis kepentingan antar anggotanya. Beberapa tindakan yang mencerminkan dominasi Cina adalah alokasi Cina terhadap pinjaman khusus sebesar 30 miliar yuan kepada bank kerja sama Shanghai, selama 2018-2021 memberikan pelatihan pada 2000 petugas penegak hukum dari semua negara anggota, menyediakan 3000 tempat pelatihan untuk pengembangan SDM, Cina juga memberikan hak guna terhadap satelit metereologi Feng-Yun untuk pengembangan kerja sama antar anggota dalam bidang metereologi (Perskaya, Khairov, Revenko, & Khairova, 2022).
ADVERTISEMENT
Banyaknya inisiatif yang ditunjukkan oleh Cina dalam keanggotaan SCO dapat mencerminkan kekuatan Cina dalam mendominasi rezim ini, sehingga dalam pendekatan power-based approach disebutkan bahwa rezim internasional akan dapat eksis dan bertahan jika ada sebuah kekuatan besar yang berperan dalam menyuplai pondasi public goods dengan melakukan hegemoni. Karena dengan burden sharing yang equal kepentingan akan sulit tercapai, penyusunan strategi dalam rezim internasional akan sangat bergantung dengan adanya kekuatan yang dominan. Menurut Kindleberger bahwa, hanya dengan adanya kehadiran kekuatan ekonomi dan politik yang besar untuk memimpin dengan cara memasok dan mendukung infrastruktur, karena ketika kekuatan penyeimbang berkurang maka stabilitas sistem juga berisiko. Pendapat Keohane menjelaskan bahwa rezim didirikan dan dipelihara oleh aktor yang memiliki lebih banyak sumber daya kekuasaan, rezim akan mengalami penurunan dalam hal kekuatan atau efektivitas ketika kekuasaan menjadi lebih merata di antara anggotanya.
ADVERTISEMENT
Terdapat dua model kepemimpinan diantaranya kepemimpinan benevolent dan coercive hegemons. Pada model kepemimpinan koersif disebutkan bahwa, negara dominan diperlukan dalam menghasilkan public goods, dimana hegemon mampu menggunakan kekuatan superiornya untuk memaksa anggota lain dalam berkontribusi dalam mempertahankan sebuah rezim di bawah kepemimpinannya. Model kepemimpinan ini sangat berbasis kekuasaan yang berfokus pada bagaimana dinamika kekuasaan memiliki pengaruh dalam stabilitas dan fungsi sebuah rezim (Hasenclever, Mayer, & Rittberger, 2004). Pada intinya power-based approach adalah sebuah pandangan yang mengakui bahwa dinamika kekuasaan dapat mempengaruhi perilaku negara dan aktor lain dalam rezim internasional. Utamanya dalam aspek kooperatif dan kompetitif dalam tata kelola global.
Dalam menganalisa Cina di keanggotaan SCO dapat terlihat bahwa Cina memiliki kekuatan yang lebih besar dan berusaha untuk mendominasi rezim tersebut melalui bantuan ekonomi dan keamanan (public goods) yang diberikan. Seperti negara-negara anggota yang lebih lemah bisa menjual komoditi barang mentahnya ke Cina dan mendapatkan perlindungan atas perbatasan negaranya. Dalam rezim ini terdapat satu dominasi dari Cina dimana SCO digunakan sebagai alat bagi kebijakan luar negerinya yang tidak hanya menyelesaikan masalah perbatasannya sendiri namun juga permasalahan perbatasan regional yang dapat mengganggu status quo politik dan kepentingan dalam negerinya. Dalam keanggotaan tersebut terdapat 2 negara kuat yaitu Cina dan Rusia dengan enam negara kecil lain, sehingga SCO digunakan oleh Cina sebagai platform yang sempurna untuk meningkatkan stabilitas regional melalui pengurangan kekuatan perbatasan (Battams-Scott, 2019). Tidak dapat disangkal bahwa Cina memainkan peran kunci dalam memfasilitasi proses SCO. Ini pada gilirannya berarti bahwa koordinasi dan konsultasi antara Cina dan Rusia selalu penting untuk pengembangan lebih lanjut organisasi (Bailes, Dunay, Guang, & Troitskiy, 2007).
ADVERTISEMENT
Hal ini terlihat dari upaya Cina sebagai (coercive hegemons) untuk menganjurkan agar anggota SCO lebih terintegrasi secara ekonomi dengan melakukan pembentukan Bank Investasi SCO dan Zona Perdagangan Bebas SCO, namun capaian ini belum terlalu terlihat mengingat bahwa adanya kesenjangan ekonomi yang besar antara Cina, Rusia dan negara anggota lainnya. Hal tersebut membuat negara dengan kekuatan ekonomi yang lebih kecil takut akan dominasi Cina (Xu & Rogers, 2023). Dalam hal ini Cina memanfaatkan SCO dalam kepentingan keamanan dan ekonomi, hal ini terlihat melalui beberapa deklarasi dimana, anggota SCO tidak diperkenankan menggunakan wilayahnya untuk kegiatan apapun, seperti kegiatan bersama dengan negara-negara asing dan organisasi internasional, pada 2005 mendeklarasikan bahwa Asia Tengah harus menjadi zona bebas dari pangkalan militer asing non anggota SCO. Cina juga menganggap Asia Tengah sebagai negara yang baru merdeka dan menggantungkan keamanannya pada Cina. Sedangkan dalam kepentingan ekonomi Cina membutuhkan pasar untuk menjual barang-barangnya dan bahan baku yang beragam. Cina menggunakan SCO sebagai upaya dalam meningkatkan perannya dan alat yang mempengaruhi kawasan ini (Pradhan & Mohanty, 2021).
ADVERTISEMENT
Kritik datang dari dalam Charter mekanisme pengambilan keputusan disebutkan bahwa badan-badan SCO harus mengambil keputusan dengan persetujuan tanpa pemungutan suara dan keputusan mereka akan dianggap diadopsi jika tidak ada negara anggota yang mengajukan keberatan selama pertimbangannya (konsensus), kecuali untuk keputusan tentang penangguhan keanggotaan atau pengusiran dari Organisasi yang akan diambil dengan konsensus (Ministry of Foreign Affairs the People's Republic of China, 2023). Hal ini seharusnya dapat dilakukan dengan lebih adil dan merata bagi semua anggotanya, jika dilihat keputusan-keputusan yang ada di SCO sangat berbasis kepentingan dimana Cina lebih banyak menentukan arah aturan sehingga negara-negara yang lebih lemah sulit untuk menyesuaikan dengan kepentingan negaranya.
Negara-negara anggota SCO seharusnya tergabung karena satu kepentingan yang sama, namun dominasi Cina dengan kekuatan militer dan ekonomi yang jauh lebih besar terkadang melemahkan beberapa kepentingan anggota SCO lainnya. Dalam menyelesaikan permsalahan ini harus ada keseimbangan antara kepentingan yang berbeda antar anggota dengan memperkuat negosiasi, kompromi dan konsultasi antar negara dalam mencapai sebuah konsensus dan masukan terhadap SCO. Hal tersebut akan tetap dapat memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi negara-negara yang lebih lemah.
ADVERTISEMENT
Referensi
Asia Regional Integration Center. (n.d.). Shanghai Cooperation Organization (SCO). Retrieved from Asia Regional Integration Center: https://aric.adb.org/initiative/shanghai-cooperation-organization
Azarkan, E. (2010). THE INTERESTS OF THE CENTRAL ASIAN STATES AND THE SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION. Ege Academic Review, 395-420.
Bailes, A. J., Dunay, P., Guang, P., & Troitskiy, M. (2007). The Shanghai Cooperation Organization. Sipri, 1-59.
Battams-Scott, G. (2019, Februari 26). How Effective Is the SCO as a Tool for Chinese Foreign Policy? Retrieved from E-International Relations: https://www.e-ir.info/2019/02/26/how-effective-is-the-sco-as-a-tool-for-chinese-foreign-policy/
Hasenclever, A., Mayer, P., & Rittberger, V. (2004). Theories of international regimes. New York: Cambridge University Press.
Perskaya, V. V., Khairov, B. G., Revenko, N. S., & Khairova, S. M. (2022). Role of the People’s Republic of China in the Activities of the Shanghai Cooperation Organisation. East Asia, 149-160.
ADVERTISEMENT
Pradhan, R., & Mohanty, S. S. (2021). Chinese Grand Strategies in Central Asia: The Role of Shanghai Cooperation Organization and Belt and Road Initiative. Fudan Journal of the Humanities and Social Sciences, 197-223.
Qiang, X., & Cao, J. (n.d.). China’s Initiatives and the Development of the SCO. Retrieved from cirsd: https://www.cirsd.org/en/horizons/horizons-winter-2024--issue-no-25/chinas-initiatives--and-the-development--of-the-sco#:~:text=Over%20the%20past%20years%2C%20from,and%20prosperity%20of%20all%20countries.
Xu, X., & Rogers, R. A. (2023). China’s changing expectations of the SCO between 2001 and 2019. PLoS One, 1-19.