Konten dari Pengguna

Pilkada 2018 Rentan Saling Serang Isu Sara

10 Januari 2018 20:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Bandung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Riuh rendah kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018, mulai diwarnai berbagai propaganda politik. Terutama melalui arus media sosial, alat publikasi politik dukungan mulai tersebar di banyak lini. Tak terkecuali serangan citra terhadap lawan-lawan politik kubu berseberang.
ADVERTISEMENT
Pengamat politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah menaruh perhatiannya pada kondisi tersebut, menurutnya segala bentuk propaganda dan publisitas wajar dilakukan, hanya saja secara etika harus dipertimbangkan.
"Publisitas politik sah-sah saja dilakukan untuk mengenalkan kandidat atau sebaliknya (menyerang pihak berseberang), hanya saja etika tetap dikedepankan, terutama di Indonesia ini paling rentan adanya konflik publisitas, isu sara mudah tersulut, ini karena karakter masyarakat yang multikultural" katanya di komplek DPD RI usai melakukan pertemuan dengan Setjend DPD RI siang ini, Selasa (9/1/17).
Dedi Kurnia menambahkan, badan pengawas pemilu (Bawaslu) harus ekstra kerja keras, belajar dari Pilkada di Jakarta yang telah memakan banyak korban propaganda politik.
"Etika propaganda berada dikendali bawaslu, jangan sampai ada penjara untuk mereka yang sedang bsrpesta demokrasi, cukup sudah Basuki Tjahaja Purnama dan Buni Yani" lanjutnya menyayangkan dampak politik di Ibukota baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
Disinggung soal daerah mana yang paling rentan, Dedi Kurnia menyebut Jawa Barat, meskipun tidak menutup kemungkinan daerah lain juga berpotensi, menurutnya hal tersebut merupakan efek samping demokrasi elektoral.
"Jawa Barat paling rentan jika dilihat dari kondisi sosio kultural masyarakatnya, tetapi yang lain juga perlu diperhatikan, inilah sisi lain demokrasi, tidak bisa hilang, tetapi bisa dikendalikan" tutupnya.