Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
5 Cerita tentang Puasa Ramadan untuk Anak TK, Menarik dan Berfaedah
12 Maret 2024 23:49 WIB
·
waktu baca 7 menitDiperbarui 24 Maret 2024 23:48 WIB
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Memberikan cerita tentang puasa Ramadan untuk anak TK dan SD bisa menjadi cara yang baik untuk mengenalkan mereka tentang beribadah puasa.
ADVERTISEMENT
Setelah membaca kisah tersebut, diharapkan anak-anak akan tumbuh rasa semangat untuk belajar berpuasa di bulan Ramadan. Meskipun demikian sebagai orang tua atau guru juga tidak boleh memaksakan anak berpuasa jika memang kondisi fisik mereka tidak kuat.
Melatih anak berpuasa, bisa dengan mengajarinya berpuasa sesuai dengan kemampuan. Misalnya bisa puasa setengah hari terlebih dahulu sebelum berpuasa selama satu hari penuh.
5 Contoh Cerita tentang Puasa Ramadan untuk Anak TK dan SD
Bagi yang sedang mencari contoh cerita tentang puasa Ramadan untuk anak TK ataupun SD, yang isinya menarik dan bermanfaat, di bawah ini beberapa cerita yang bisa dijadikan referensi:
1. Puasa di Musim Salju
Cerita ini datang dari pedalaman Rusia yang saat itu sedang dilanda musim salju. Ivan, yang usianya masih 10 tahun tetap berpuasa di bulan Ramadan meski udara begitu dingin dan terasa membekukan seluruh tubuh.
ADVERTISEMENT
Saat jam sahur tiba Ivan masih berselimut tebal di atas kasurnya yang empuk dan merasa kedinginan. Namun ia bertekad untuk berpuasa dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan keikhlasan untuk mendapatkan pahala dari Allah.
Sambil menahan dingin, Ivan pergi ke ruang makan tempat orang tuanya sudah menunggu untuk makan sahur bersama. Di meja sudah ada air hangat, makanan seperti keju, roti dan keju.
Meskipun dengan makanan sederhana mereka semua bersyukur atas rezeki yang diberikan Allah.
Saat waktu berbuka, Ivan bersama orang tuanya berkumpul di meja makan, sambil memperhatikan beberapa salju yang berputar-putar di luar jendela rumah.
Meskipun suhu di luar begitu dingin dan salju tidak kunjung berhenti, Ivan akan selalu merasa hangat dalam hatinya dan penuh syukur atas nikmat berbuka puasa.
ADVERTISEMENT
2. Puasa di Tengah Corona
Ada sebuah kisah datang dari Amir yang masih berusia 10 tahun. Saat pandemi corona melanda Indonesia beberapa tahun lalu, ia mengalami bulan puasa yang tidak biasa. Masjid-masjid d tutup dan kegiatan buka atau sahur bersama di luar juga ditiadakan.
Amir merasa sedih karena tidak bisa merasakan kegembiraan bulan Ramadan seperti biasanya. Namun ia tetap semangat berpuasa bersama teman-temannya dan berbuka puasa bersama keluarganya.
Selain itu ada sebuah peristiwa yang membuatnya semakin termotivasi untuk beramal di bulan Ramadan, yakni adanya sebuah program bantuan makanan yang diadakan oleh masjid di tempatnya khusus bagi keluarga yang membutuhkan.
Amir bersemangat membantu mengumpulkan donasi berupa makanan untuk diberikan kepada keluarga yang membutuhkan. Ia bersama ibunya mengumpulkan sumbangan dari tetangga-tetangga dan teman-temannya.
ADVERTISEMENT
Setelah mengemas makanan dalam paket-paket, lalu ia mengirimkannya kepada orang-orang yang membutuhkan.
Meskipun Ramadan tahun itu tidak semeriah biasanya karena ada pandemi, Amir tetap bersyukur dan berusaha berpuasa dengan benar dan berusaha membantu sesama yang membutuhkan.
Ramadan di tengah corona merupakan waktu yang semakin istimewa karena dengan cara tersebut orang-orang dapat lebih memperkuat keimanan dan rasa kepedulian terhadap sesama.
3. Indahnya Sholat Tarawih
Amin adalah seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang suka pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat tarawih di bulan Ramadan. Ia dan teman-temannya memutuskan untuk bersama-sama mengikuti sholat tarawih meskipun terkadang lelah dan letih.
Walaupun terkadang mereka tidak bisa menyelesaikan seluruh rakaat sholat tarawih, tetapi mereka berusaha bersungguh-sungguh, bersemangat, dan ingin sebanyak mungkin mengikuti rakaat sholat sesuai dengan kemampuan masing-masing.
ADVERTISEMENT
Amin serta teman-temannya juga saling memberi semangat agar tidak merasa lelah dan tidak mengganggu jamaah yang lain.
Meskipun masih kecil, semangat dan kesungguhan mereka tidak kalah dengan orang dewasa. Siangnya ikut berpuasa dan malamnya ikut ke masjid untuk sholat tarawih.
4. Sholat Tarawih Tanpa Listrik
Cerita tentang puasa Ramadan untuk anak TK yang keempat bercerita tentang suasana tarawih dan puasa di tahun sembilan puluhan saat teknologi dan listrik belum berkembang pesat.
Pada sekitar tahun 1990, Yuni yang masih duduk di bangku sekolah dasar tinggal di sebuah kampung yang belum ada listrik sehingga di dalam rumah ataupun masjid menggunakan lampu minyak tanah.
Pada bulan Ramadan ia dan adik perempuannya yang masih usia TK tetap bersemangat melakukan ibadah puasa dan sholat tarawih di masjid.
ADVERTISEMENT
Meskipun jalan menuju masjid gelap karena belum ada lampu listrik, Yuni bersama saudara-saudaranya tetap bersemangat sholat tarawih selama satu bulan penuh.
Setelah selesai sholat, biasanya kentongan dan bedug di masjid akan ditabuh dan saling bersahut-sahutan antara masjid satu dengan masjid lainnya. Jadi malam yang gelap dan sunyi akan terasa semarak.
Selain itu ada juga kebiasaan warga desa Yuni yang membagi-bagikan camilan saat selesai sholat tarawih di masjid.
Hal itu semakin membuat anak-anak kecil bersemangat untuk mengikuti sholat tarawih. Tidak jarang camilan yang dibagikan adalah jajanan kesukaan anak-anak.
Hal lain yang paling anak-anak kampung itu sukai adalah menyalakan kembang api jika malam tiba.
Apalagi saat malam Idul Fitri suasananya akan sangat meriah sekali karena akan ada pawai bedug, kentongan, serta obor di jalan-jalan, dan anak-anak kecil bersuka ria bermain kembang api bersama keluarga dan teman-teman mereka.
ADVERTISEMENT
5. Kisah Seorang Ibu yang Memasak Batu
Berikut kisah seorang ibu yang memasak batu saat masa Khalifah Umar bin Khattab yang diambil dari buku Kumpulan Cerita tentang Akhlak Khulafaur Rasyidin untuk Anak halaman 39 sampai 41.
Suatu hari di musim kemarau berkepanjangan, Khalifah Umar bin Khatab berkeliling kampung bersama sahabatnya untuk memeriksa keadaan rakyatnya, beliau tidak sengaja melewati suatu rumah yang dari rumah tersebut terdengar suara tangisan anak kecil.
Dikarenakan penasaran Khalifah Umar mendatangi rumah tersebut, di dalamnya ada seorang Ibu yang sedang memasak. Kemudian Khalifah Umar bertanya dengan penuh hati-hati, "Wahai Ibu, siapakah yang menangis di dalam?"
Sang ibu yang ternyata tidak tahu siapa orang yang sedang bertanya padanya, menjawab dengan ketus, "Anakku," "Kenapa mereka menangis sedari tadi, apakah mereka sakit?" tanya Khalifah Umar lagi.
ADVERTISEMENT
"Tidak, mereka lapar," jawab sang ibu singkat. Mendengar jawaban ibu itu, hati Khalifah Umar sedih, ia tidak menyangka bahwa di masa pemerintahannya, ada rakyatnya yang menangis karena kelaparan.
"Lalu apa yang kau masak ini, kenapa lama sekali matangnya?" tanya Khalifah Umar lagi masih penasaran dengan apa yang terjadi.
Namun ibu itu hanya diam, Khalifah Umar tidak sengaja melihat isi panci yang dimasak ibu tersebut ternyata adalah batu yang direbus, Khalifah Umar dibuat kaget.
Tiba-tiba Ibu itu marah dan mulai mencaci-maki kepemimpinan Khalifah Umar. "Inilah kejamnya Khalifah Umar, dia tidak memperhatikan kaum miskin seperti kami. Hingga aku harus mengumpulkan kerikil dan memasaknya di dalam panci ini, untuk menghibur anak-anakku.
Aku menyuruhnya mereka untuk tidur sambil menunggu masakannya matang, tapi mereka bahkan tidak bisa tidur karena terlalu lapar. Seorang janda miskin sepertiku kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluargaku. Bahkan aku menyuruh anak-anakku untuk puasa dari pagi dan berharap ada rejeki di sore hari, namun ternyata tidak ada juga.
ADVERTISEMENT
Khalifah Umar telah dzolim pada rakyatnya." kata ibu tersebut dengan penuh kemarahan. Mendengar celaan tersebut, sahabat Khalifah Umar ingin menegur ibu tersebut, bahwa orang yang ia cela ada di hadapannya. Namun dicegah oleh Khalifah Umar.
Dengan penuh perasaan sedih, Khalifah Umar pamit dan kembali ke Madinah. Beliau langsung menuju Baitul Maal dan mengambil sekarung gandum beserta bahan makanan lain, lalu memanggulnya sendiri untuk diberikan pada ibu tadi.
Sahabatnya meminta agar ia saja yang memanggulnya, tapi Khalifah Umar menolaknya, ia merasa ini adalah tanggung jawabnya sebagai pemimpin, dan takut jika terjerumus ke dalam neraka karena membiarkan rakyatnya kelaparan.
Setelah memberikan bahan makanan dan memastikan ibu dan anak-anak tadi sudah tidak kelaparan, Khalifah Umar pamit pulang setelah berbicara pada ibu tadi, "Ibu, besok bisa bertemu dengan Khalifah, disana juga Ibu bisa bertemu denganku, Insya Allah khalifah bisa membantu memenuhi kebutuhan Ibu." kata Khalifah Umar yang dibalas dengan anggukan kepala oleh ibu itu.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya, betapa kaget sang ibu karena mengetahui bahwa Khalifah Umar adalah orang yang menolongnya kemarin. la lalu meminta maaf karena sudah menjelekkan Khalifah Umar.
Namun, Khalifah Umar berkata bahwa hal itu adalah kesalahan dan meminta maaf karena tidak tahu bahwa ada rakyat yang kelaparan di wilayah kepemimpinannya, hal itu juga akan ia dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Begitulah kisah Khalifah Umar dengan ibu pemasak batu.
Dari kisah di atas dapat diambil nasihat bahwa menjadi pemimpin harus penuh tanggung jawab. Selain itu sebagai muslim juga harus peduli dan membantu fakir miskin yang kelaparan dan kesusahan.
Dengan berpuasa di bulan Ramadan kita akan bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi orang miskin yang kelaparan, jadi diharapkan nantinya bisa lebih empati kepada para fakir miskin dan mau membantu kesusahan mereka.
ADVERTISEMENT
Demikian tadi lima contoh cerita tentang puasa Ramadan untuk anak TK ataupun SD.
Semoga dengan menceritakan kisah-kisah tersebut anak-anak akan lebih semangat dalam belajar berpuasa walaupun terasa berat dan sulit, serta diharapkan mereka akan lebih peduli terhadap fakir miskin dan bisa belajar untuk bersedekah. (nov)