Konten dari Pengguna

5 Urutan Rukun Khutbah Jumat yang Benar dan Persyaratannya

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
26 Maret 2024 10:36 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Urutan rukun khutbah Jumat, foto hanya ilustrasi: Pexels/mohammad ramezani
zoom-in-whitePerbesar
Urutan rukun khutbah Jumat, foto hanya ilustrasi: Pexels/mohammad ramezani
ADVERTISEMENT
Setiap ibadah yang ada dalam agama Islam terdapat ketentuan dan aturan yang berlaku, termasuk dengan khotbah Jumat. Ada urutan rukun khutbah Jumat yang perlu dikerjakan agar ibadah menjadi sah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur.
ADVERTISEMENT
Khotbah Jumat merupakan bagian dari ibadah salat Jumat dan dilaksanakan sebelum menunaikan ibadah salat Jumat. Melakukan khotbah sebelum melaksanakan salat Jumat adalah wajib hukumnya sebagai syarat sah dari salat Jumat.
Khotbah berperan untuk menyampaikan dakwah kepada umat muslim dalam melaksanakan ajaran Islam. Umumnya khotbah disampaikan dengan tema-tema tertentu dan pelaksanaannya harus mengikuti rukun khotbah dan syarat sah yang berlaku.

Syarat Sah Khutbah Jumat

Urutan rukun khutbah Jumat, foto hanya ilustrasi: Unsplash/Fadkhera Official
Untuk bisa melaksanakan khotbah Jumat pada salat Jumat, terdapat syarat sah yang wajib dipenuhi oleh khatib dalam menyampaikan khotbah tersebut. Berdasarkan informasi dari situs resmi kepri.kemenag.go.id, terdapat tujuh syarat yang harus dipenuhi yaitu:
ADVERTISEMENT

5 Urutan Rukun Khutbah Jumat

Urutan rukun khutbah Jumat, foto hanya ilustrasi: Pexels/Michael Burrows
Dalam pelaksanaan khotbah Jumat, khotbah ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu di antara khotbah pertama dan kedua dipisah dengan duduk. Selain itu, terdapat urutan tata cara yang wajib untuk dilakukan. Berikut adalah urutan rukun khutbah Jumat yang benar lengkap dengan persyaratannya untuk umat muslim.

1. Memuji Allah di Kedua Khutbah

Rukun khotbah yang pertama adalah melakukan pujian kepada Allah di kedua khutbah. Rukun ini dilakukan dengan mengucapkan lafaz seperti menggunakan kata “Alhamdulillah", "Nahmadu lillah", "Lillahi al hamdu", "Innalhamda lillah", dan "Hamidu Allah".
Melakukan pujian kepada Allah Swt ini juga disebutkan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami sebagaimana dikutip dari situs resmi islam.nu.or.id, yaitu sebagai berikut:
ويشترط كونه بلفظ الله ولفظ حمد وما اشتق منه كالحمد لله أو أحمد الله أو الله أحمد أو لله الحمد أو أنا حامد لله فخرج الحمد للرحمن والشكر لله ونحوهما فلا يكفي
ADVERTISEMENT
Arti: “Disyaratkan adanya pujian kepada Allah menggunakan kata Allah dan lafaz hamdun atau lafaz-lafaz yang satu akar kata dengannya. Seperti alhamdulillah, ahmadu-Llâha, Allâha ahmadu, Lillâhi al-hamdu, ana hamidun lillâhi, tidak cukup al-hamdu lirrahmân, asy-syukru lillâhi, dan sejenisnya, maka tidak mencukupi.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz 4, hal. 246).

2. Membaca Shalawat Nabi Muhammad di Kedua Khutbah

Rukun yang kedua adalah membaca shalawat Nabi pada kedua khutbah. Dalam pelaksanaannya, pembacaan shalawat ini harus menggunakan kata “al-shalatu” dan lafaz yang satu akar dengan kata tersebut. Bacaan shalawat ini harus diucapkan secara jelas.
Beberapa ucapan shalawat yang bisa digunakan adalah seperti "shalli ala Muhammad", atau "as-shalatu ala Muhammad" atau "ana mushallai ala Muhammad". Hal ini juga ditegaskan oleh Syekh Mahfuzh Al-Tarmasi sebagaimana dikutip dari situs resmi islam.nu.or.id, yaitu:
ADVERTISEMENT
ويتعين صيغتها اي مادة الصلاة مع اسم ظاهر من أسماء النبي صلى الله عليه وسلم
Arti: “Shighatnya membaca shalawat Nabi tertentu, yaitu komponen kata yang berupa as-shalâtu beserta isim dhahir dari beberapa asma Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallama”. (Syekh Mahfuzh al-Tarmasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz.4, hal. 248).
Pembacaan shalawat Nabi ini juga dilakukan dengan tidak menyebutkan nama Nabi Muhammad, seperti “Muhammad”, seperti “al-Rasul”, “Ahmad”, “al-Nabi”, “al-Basyir”, “al-Nadzir” dan lain-lain. Namun menggunakan isim dhahir.

3. Berwasiat dengan Ketakwaan di Khutbah Pertama dan Kedua

Berwasiat dengan ketakwaan menjadi rukun ketiga dari rukun khotbah Jumat. Dalam melaksanakan khotbah Jumat, isi khotbah yang disampaikan haruslah berisi pesan kebaikan yang mengajak pada ketakwaan dan menjauhi kemaksiatan.
Contohnya dengan mengucapkan kalimat seperti, “Athi’ullaha, taatlah kalian kepada Allah”, “ittaqullaha, bertakwalah kalian kepada Allah”, atau “inzajiru ‘anil makshiat, jauhilah maksiat”. Hal ini berfungsi sebagai ajakan sekaligus pengingat bagi umat muslim untuk tetap berada di jalan yang benar.
ADVERTISEMENT
Syekh Ibrahim Al-Bajuri juga menjelaskan melalui kitabnya sebagaimana dikutip dari situs islam.nu.or.id, yaitu,
ثم الوصية بالتقوى ولا يتعين لفظها على الصحيح
(قوله ثم الوصية بالتقوى) ظاهره أنه لا بد من الجمع بين الحث على الطاعة والزجر عن المعصية لأن التقوى امتثال الأوامر واجتناب النواهي وليس كذلك بل يكفي أحدهما على كلام ابن حجر ...الى ان قال... ولا يكفي مجرد التحذير من الدنيا وغرورها اتفاقا
Arti: “Kemudian berwasiat ketakwaan. Tidak ada ketentuan khusus dalam redaksinya menurut pendapat yang shahih. Ucapan Syekh Ibnu Qasim ini kelihatannya mengharuskan berkumpul antara seruan taat dan himbauan menghindari maksiat, sebab takwa adalah mematuhi perintah dan menjauhi larangan, namun sebenarnya tidak demikian kesimpulannya. Akan tetapi cukup menyampaikan salah satu dari keduanya sesuai pendapatnya Syekh Ibnu Hajar. Tidak cukup sebatas menghindarkan dari dunia dan segala tipu dayanya menurut kesepakatan ulama”. (Syekh Ibrahim al-bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim, Kediri, Ponpes Fathul Ulum, tanpa tahun, juz 1, hal. 218-219).
ADVERTISEMENT

4. Membaca Ayat Suci Al-Qur’an di Salah Satu dari Dua Khutbah

Rukun khotbah yang keempat adalah membaca ayat suci Al-Qur’an pada salah satu khotbah dari dua khotbah yang dilakukan. Pada khotbah ini lebih baik membaca satu ayat lengkap, bukan potongan ayat yang apabila diterjemahkan maka akan sulit dimengerti.
Contohnya dengan membaca satu ayat utuh, seperti,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
Arti: “Wahai orag-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah orang-orang yang jujur”. (QS. at-Taubah: 119).
Hal ini juga ditegaskan oleh Syekh Abu Bakr bin Syatha yang mengatakan bahwa,
(قوله ورابعها) أي أركان الخطبتين (قوله قراءة آية) أي سواء كانت وعدا أم وعيدا أم حكما أم قصة) وقوله مفهمة) أي معنى مقصودا كالوعد والوعيد وخرج به ثم نظر أو ثم عبس لعدم الإفهام (قوله وفي الأولى أولى) أي وكون قراءة الآية في الخطبة الأولى أي بعد فراغها أولى من كونها في الخطبة الثانية لتكون في مقابلة الدعاء للمؤمنين في الثانية
ADVERTISEMENT
Arti: “Rukun keempat adalah membaca satu ayat yang memberi pemahaman makna yang dapat dimaksud secara sempurna, baik berupa janji-janji, ancaman, hikmah atau cerita. Mengecualikan seperti ayat “tsumma nadhara”, atau “abasa” karena tidak memberikan kepahaman makna secara sempurna. Membaca ayat lebih utama dilakukan di khutbah pertama dari pada ditempatkan di khutbah kedua, agar dapat menjadi pembanding keberadaan doa untuk kaum mukminin di khutbah kedua.” (Syekh Abu Bakr bin Syatha, I’anatut Thalibin, juz 2, hal. 66, cetakan al-Haramain-Surabaya, tanpa tahun).
Membaca ayat Al-Qur’an ini dianjurkan untuk dilakukan pada khotbah pertama. Sebab, lebih memiliki keutamaan dibandingkan pada khotbah kedua.

5. Berdoa untuk Kaum Mukmin di Khutbah Terakhir

Rukun khotbah yang kelima atau yang terakhir adalah melakukan pembacaan doa untuk kaum mukmin. Doa yang dibacakan pada tahap ini adalah doa yang kandungannya mengarah kepada nuansa akhirat. Beberapa doa yang bisa dipanjatkan antara lain seperti:
ADVERTISEMENT
Hal ini juga dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari yang mengatakan,
(و) خامسها (دعاء) أخروي للمؤمنين وإن لم يتعرض للمؤمنات خلافا للأذرعي (ولو) بقوله (رحمكم الله) وكذا بنحو اللهم أجرنا من النار إن قصد تخصيص الحاضرين (في) خطبة (ثانة) لاتباع السلف والخلف
Arti: “Rukun kelima adalah berdoa yang bersifat ukhrawi kepada orang-orang mukmin, meski tidak menyebutkan mukminat berbeda menurut pendapat imam al-Adzhra’i, meski dengan kata, semoga Allah merahmati kalian, demikian pula dengan doa, ya Allah semoga engkau menyelamatkan kita dari neraka, apabila bermaksud mengkhususkan kepada hadirin, doa tersebut dilakukan di khutbah kedua, karena mengikuti ulama salaf dan khalaf.” (Syekh Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy I’anatut Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, hal. 66).
ADVERTISEMENT
Urutan rukun khutbah Jumat tersebut perlu dilakukan dalam pelaksanaan ibadah salat Jumat dengan tertib dan berkesinambungan. Sebab, dengan mengikuti rukun khotbah yang berlaku, maka ibadah yang dilakukan menjadi sah. (PRI)