Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Bagaimana Reaksi Masyarakat terhadap Kedatangan Bangsa Portugis di Indonesia?
9 September 2021 16:20 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kedatangan Bangsa Eropa di berbagai wilayah Indonesia mengundang beragam reaksi. Ada yang mau menerima dan bekerja sama, ada pula yang mengadakan perlawanan.
ADVERTISEMENT
Salah satu Bangsa Eropa yang mendapat reaksi perlawanan dari masyarakat Indonesia adalah Portugis. Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang telah menanamkan kekuasaan di kawasan Malaka dan Maluku.
Berdasarkan buku Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu Kelas 8 karya Nana Supriatna (2010: 66), di bawah pimpinan Alfonso D’Albuquerqee, Bangsa portugis meluaskan pengaruh dan perdagangannya ke berbagai wilayah di Indonesia. Alfonso mengirim pasukannya ke Aceh, kemudian menuju Maluku.
Tidak ketinggalan, Bangsa Portugis memperkuat kedudukannya dengan menguasai kegiatan perdagangan rempah-rempah di Maluku. Dominasi perdagangan ini sangat merugikan rakyat Indonesia, terutama daerah Malaka dan Maluku.
Akibat perlakuan Bangsa Portugis yang semena-mena, Bangsa Indonesia memutuskan mengadakan perlawanan. Perlawanan ini juga dilatarbelakangi untuk mengusir penjajah Eropa.
Lantas bagaimana jalannya perlawanan yang menjadi reaksi masyarakat terhadap kedatangan Bangsa Portugis di Indonesia? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini yang dirangkum beberapa sumber.
Reaksi Masyarakat Terhadap Kedatangan Bangsa Portugis di Indonesia
Mengutip buku Ilmu Pengetahuan Sosial SMP Kelas VIII oleh Sugiharsono dkk, (2008: 58) perlawanan terhadap Bangsa Portugis di antaranya adalah perlawanan Ternate, perlawanan Demak, dan perlawanan Aceh.
ADVERTISEMENT
1. Perlawanan Kesultanan Ternate
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Bangsa Portugis dipimpin oleh Sultah Hairun dan Sultan Baabullah. Perlawanan ini terjadi pada tahun 1575. Penyebabnya, rakyat Maluku tidak suka dengan kedatangan pedagang Portugis yang ingin menguasai rempah-rempah.
Melihat tanda-tanda bahwa Bangsa Portugis ingin memonopoli perdagangan, perlawanan mulai dilakukan sejak 1572. Namun, perlawanan yang dilakukan rakyat Maluku ini mengalami kegagalan. Hal itu disebabkan peralatan perang Bangsa Portugis lebih lengkap, serta tidak adanya kerja sama di antara pasukan kerajaan Maluku.
2. Perlawanan Kesultanan Demak
Ini terjadi akibat dominasi Portugis di Malaka telah mendesak dan merugikan kegiatan perdagangan orang-orang Islam. Oleh karena itu, Sultan Demak, Raden Patah mengirim pasukannya di bawah Pati Unus untuk membantu menyerang Portugis di Malaka.
ADVERTISEMENT
Pati Unus melancarkan serangannya pada tahun 1512-1513. Serangan ini belum berhasil. Kemudian pada tahun 1527, tentara Demak kembali melancarkan serangan terhadap Portugis yang mulai menanamkan pengaruhnya di Sunda Kelapa.
Di bawah pimpinan Fatahillah, tentara Demak berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Nama Sunda Kelapa kemudian diubah menjadi Jayakarta.
3. Perlawanan Kesultanan Aceh
Sebagaimana telah disebutkan, setelah menguasai Malaka, Portugis kemudian mengirimkan pasukannya untuk menundukkan Aceh. Usaha ini pun mengalami kegagalan.
Serangan Portugis ke Aceh menunjukkan bahwa kekuasaan Portugis di Malaka telah mengancam dan merugikan Aceh. Apalagi kegiatan monopoli perdagangannya yang sangat menyulitkan rakyat Aceh. Untuk mengusir Portugis dari Malaka, Aceh kemudian menyerang kedudukan Portugis di Malaka.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), armada kekuatan Aceh telah disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Aceh telah memiliki armada laut yang mampu mengangkut 800 prajurit. Bahkan, wilayah Kerajaan Aceh telah sampai di Sumatera Timur dan Sumatera Barat.
Tahun 1629, Aceh mencoba menaklukkan Portugis. Penyerangan yang dilakukan Aceh ini belum berhasil mendapat kemenangan. Meskipun begitu, Aceh tetap berdiri sebagai kerajaan yang merdeka.
(VIO)