Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Dialek Sosial: Pengertian, Kriteria, dan Ragamnya
3 Januari 2022 14:14 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki bahasa yang sangat beraneka ragam. Perbedaan variasi bahasa berdasarkan penuturnya dalam suatu daerah dikenal dengan dialek sosial.
ADVERTISEMENT
Istilah dialek sosial berarti ragam bahasa yang digunakan oleh kelompok tertentu. Dialek sosial dapat membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Setiap daerah di Indonesia rata-rata memiliki dialek yang berbeda-beda. Perbedaan ini terjadi karena keragaman dari segi penuturnya dan akibat perbedaan kelompok sosial di dalam masyarakat .
Contoh dialek sosial yang ada di Indonesia antara lain dialek bahasa Indonesia Betawi, Melayu Medan, Melayu Ambon, Melayu Palembang, dialek Batak Toba, Batak Karo, dialek bahasa Jawa Cirebon, bahasa Jawa Tegal, bahasa Jawa Solo, bahasa Jawa Semarang, bahasa Jawa Yogyakarta, dan bahasa Jawa Surabaya.
Kriteria Dialek Sosial
Dialek merupakan salah satu variasi bahasa yang kerap digunakan oleh sekelompok penutur dengan ciri-ciri relatif sama. Mengutip dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia oleh Ursula Dwi dkk., berikut kriteria dialek sosial berdasarkan pendapat para ahli.
ADVERTISEMENT
Ragam Bahasa Dialek Sosial
Dialek sosial merupakan ragam bahasa yang biasa dituturkan oleh kelompok tertentu, sehingga membedakannya dengan golongan masyarakat lainnnya. Golongan itu terdiri atas pekerjaan, jenis kelamin, usia, pendidikan, kegiatan, dan lain sebagainya.
Berikut adalah ragam bahasa dialek sosial berdasarkan tingkat keformalannya yang dikutip dari Dialek Sosial dalam Film Yowis Ben Karya Bayu Skak karangan Eriska Mulasari.
ADVERTISEMENT
1. Ragam bahasa beku (frozen)
Pembentukan ragam bahasa beku tak pernah berubah dari dahulu hingga sekarang, baik oleh siapa pun penuturnya. Ragam bahasa ini paling formal dan digunakan dalam keadaan khidmat.
Misalnya, upacara-upacara resmi seperti upacara kenegaraan, tata cara pengambilan sumpah, kitab, undang-undang, akta notaris. Dengan demikian siapa pun tak dapat mengubah dialek dengan tingkat keformalan beku secara sembarangan karena pada dasarnya telah dibentuk sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Ragam bahasa resmi (formal)
Struktur dan kaidah jenis ini telah ditetapkan secara resmi dan pemakaiannya pun diterapkan pada situasi resmi. Ragam bahasa resmi ini kerap digunakan dalam buku-buku pelajaran, makalah, karya ilmiah, pidato-pidato resmi atau kenegaraan, rapat dinas, dan laporan pembangunan.
ADVERTISEMENT
3. Ragam bahasa usaha (konsultatif)
Ragam bahasa usaha disebut dengan bahasa setengah resmi. Pemakaiannya terletak di antara ragam bahasa formal dan ragam bahasa informal. Sehingga kebanyakan ragam jenis ini digunakan oleh para pengusaha atau kalangan bisnis.
4. Ragam bahasa santai (casual)
Ragam bahasa ini disebut juga ragam bahasa informal atau santai. Penerapannya dalam situasi tak resmi, misalnya, saat mengobrol di warung kopi, di tempat-tempat rekreasi, di pinggir jalan, dan saat pembicaraan santai lainnya dengan diwarnai bahasa daerah.
5. Ragam bahasa akrab (intimate)
Jenis yang terakhir, yaitu ragam bahasa akrab. Ragam dialek ini digunakan oleh para penutur dengan hubungan yang sangat dekat seperti anggota keluarga atau sahabat karib.
(ZHR)