Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Fungsi Ijtihad dan Penjelasannya sebagai Sumber Hukum dalam Islam
5 Maret 2024 22:48 WIB
·
waktu baca 7 menitDiperbarui 19 Maret 2024 18:00 WIB
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin masih banyak umat Islam yang belum mengetahui fungsi ijtihad dan maknanya, meski sudah berkali-kali mendengarnya. Dalam Islam, ijtihad merupakan salah satu sumber yang menentukan hukum Islam.
ADVERTISEMENT
Ijtihad dianggap sebagai sumber hukum ketiga setelah Al-Quran dan Hadis. Tujuan Ijtihad adalah memberikan petunjuk hidup kepada manusia untuk mencari jalan keluar terhadap suatu permasalahan yang tidak ada dalilnya dalam Al-Quran dan Hadis.
Pengertian Ijtihad
Sebelum membahas fungsi ijtihad sebagai sumber hukum Islam, ada baiknya memahami maknanya. Kata ijtihad sendiri berasal dari kata ijtahada yajtahidu ijtihadan yang artinya mengerahkan seluruh kemampuan pada diri dalam menanggung beban.
Menurut bahasa, ijtihad dapat diartikan sebagai ungkapan serius dari keseluruhan isi pikiran.
Sedangkan untuk pengertian ijtihad dilihat dari istilah adalah mencurahkan semua tenaga serta pikiran dan bersungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum . Oleh karena itu, jika pekerjaan tersebut tidak menimbulkan kesulitan maka tidak disebut ijtihad.
ADVERTISEMENT
Secara terminologis, ijtihad berarti mendedikasikan seluruh tenaga untuk menegakkan hukum syariah dengan cara-cara tertentu.
Ijtihad berperan penting dalam menegakkan hukum Islam. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid dan orang tersebut adalah orang yang mengetahui Al-Qur'an dan Hadis.
Ijtihad sangat penting dalam Islam seperti yang disampaikan oleh Rasulullah melalui sabdanya “Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian dia benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala.” (HR. Muslim)
Contoh ijtihad adalah peristiwa pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, ketika para pedagang muslim bertanya kepada khalifah berapa tarif cukai yang harus dikenakan kepada pedagang asing yang berdagang di wilayah Khalifah.
ADVERTISEMENT
Jawaban atas pertanyaan ini tidak diberikan secara rinci baik dalam Al-Qur'an maupun Hadis, sehingga khalifah Umar bin Khattab kemudian melakukan ijtihad dan memutuskan bahwa pajak cukai yang dibayarkan oleh para pedagang sama dengan tarif yang umumnya dibayarkan kepada pedagang muslim dari luar negeri dimana tempat mereka berdagang.
Syarat-Syarat Ijtihad
Para ulama Ushul Fiqih telah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid sebelum melakukan ijtihad:
1. Pengetahuan Bahasa Arab
Pengetahuan bahasa Arab yang baik mutlak diperlukan bagi seorang mujtahid. Karena Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab dan Sunnah juga diturunkan dalam bahasa Arab.
Keduanya merupakan sumber utama hukum Islam, sehingga tanpa pengetahuan bahasa Arab yang baik mustahil bisa mengambil hukum Islam dari keduanya.
2. Memiliki Pengetahuan Mendalam tentang Al-Quran
Pengetahuan tentang Al-Qur'an dan segala ilmu yang berkaitan dengannya sangatlah penting bagi seorang mujtahid.
ADVERTISEMENT
Karena Al-Qur'an merupakan sumber utama hukum syara’, maka tidak mungkin ada orang yang ingin mempelajari hukum syara’ tanpa memiliki pengetahuan yang baik tentang Al-Qur'an.
3. Menguasai Ilmu Sunnah yang Baik
Seorang mujtahid harus mempunyai ilmu sunnah dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Karena Al-Sunnah merupakan sumber utama hukum syara’ selain Al-Quran yang juga berfungsi sebagai penjelasan. Yang terpenting adalah ilmu yang berkaitan dengan sunnah, diantaranya Dirayah dan Riwayah, Asbabul Wurud dan Al-Jarh Wa Ta'dil.
4. Pengetahuan tentang Letak Ijma dan Khalifah
Pengetahuan tentang hal-hal yang disepakati (ijma') dan hal-hal yang masih diperdebatkan (khilaf) sangat penting bagi seorang mujtahid.
Hal ini untuk memastikan agar para mujtahid tidak membuat suatu hukum yang bertentangan dengan ijma para ulama terdahulu, baik para sahabat, kaum Thabi’in maupun generasi-generasi berikutnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, sebelum membahas suatu permasalahan, seorang mujtahid harus terlebih dahulu memeriksa status permasalahan yang dibicarakan, apakah permasalahan tersebut pernah muncul di masa lalu atau belum.
Jika permasalahan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada ijma mengenai masalah tersebut.
5. Mengetahui Maqashid Al-Syariah
Pengetahuan tentang Maqashid Al-Syariah sangat penting bagi seorang mujtahid, karena segala keputusan hukum harus sesuai dengan tujuan hukum Islam, yaitu pada umumnya untuk memberikan rahmat kepada alam semesta, khususnya kemaslahatan manusia.
6. Mempunyai Pemahaman dan Penalaran yang Benar
Pemahaman dan pemikiran yang benar merupakan modal dasar yang harus dimiliki seorang mujtahid agar hasil ijtihadnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
7. Memiliki Pengetahuan tentang Ushul Fiqih
Penguasaan Ushul Fiqih secara menyeluruh adalah kewajiban setiap mujtahid. Hal ini disebabkan kajian Ushul Fiqih antara lain mencakup pembahasan tentang metode ijtihad yang wajib dikuasai oleh siapa pun yang ingin taat hukum.
ADVERTISEMENT
8. Niat dan I’tikad yang Benar
Seorang mujtahid harus mempunyai niat yang ikhlas dan berusaha hanya untuk mendapatkan keridaan Allah.
Hal ini sangat diperlukan karena jika seorang mujtahid mempunyai niat yang tidak ikhlas, meskipun daya pikirnya besar, kemungkinan dia berubah pikiran sangat besar sehingga akan menimbulkan kesalahan pada produk ijtihadnya.
Fungsi Ijtihad
Dikutip dari buku Fikih Kontemporer, Gibtiah, (2016:22), urgensi upaya ijtihad sendiri dapat dilihat dari fungsi ijtihad itu sendiri yang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Fungsi Al-Ruju' atau Al-I'adah (Kembali)
Fungsi Al-Ruju' atau Al-I'adah (kembali) yaitu mengembalikan ajaran Islam kepada sumber pokok, yakni Al-Qur'an dan Sunnah Shalihah dari segala interpretasi yang dimungkinkan kurang relevan.
2. Fungsi Al-Ihya' (Kehidupan)
Fungsi Al-Ihya' (kehidupan) yaitu menghidupkan kembali bagian- bagian dari nilai dan semangat ajaran Islam agar mampu menjawab dan menghadapi tantangan zaman, sehingga Islam mampu sebagai furqan, hudan, dan rahmatan lil 'alamin.
ADVERTISEMENT
3. Fungsi Al-Inabah (Pembenahan)
Fungsi Al-Inabah (pembenahan) yaitu membenahi ajaran-ajaran Islam yang telah diijtihadi oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman, keadaan, dan tempat yang kini dihadapi.
Jika ketiga fungsi itu mengingatkan akan "tajdid" yakni mengadakan pembaruan dari ajaran-ajaran Islam sehingga dapat dikatakan bahwa ijtihad tidak lain hanyalah merupakan "tajdid" dalam ajaran Islam, di mana istilah itu kini berkembang dengan istilah reaktualisasi, reinterpretasi, renovasi, revitalisasi, rasionalisasi, dan modernisasi.
Jenis Ijtihad
Ada beberapa jenis ijtihad yang perlu diketahui oleh umat Islam. Berikut adalah jenis-jenis ijtihad:
1. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan untuk menetapkan hukum mengenai suatu hal tertentu sesuai dengan ketentuan agama Islam. Kesepakatan ini kemudian menghasilkan fatwa, yaitu keputusan bersama yang harus dipatuhi oleh semua orang.
ADVERTISEMENT
2. Qiyas
Qiyas sederhananya perbandingan atau analogi dengan hukum segala sesuatu berdasarkan kesamaan prinsip.
Misalnya saja jika sesuatu yang terjadi di masa sekarang terjadi di masa lalu dan mempunyai sebab, akibat, bahaya dan aspek lainnya yang sama. Hasil keputusan Qiyas akan dibandingkan dengan hasil kasus sebelumnya.
3. Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah merupakan cara mendefinisikan hukum Islam dari segi kemanfaatan dan kegunaannya. Misalnya penerapan hukum penjara dan pengambilalihan sistem keuangan Romawi yang dilakukan khalifah Umar bin Khattab.
4. Sududz Dzariah
Sududz Dzariah adalah putusan hukum tentang hal-hal yang boleh, makruh atau haram untuk kepentingan umat Islam.
Contohnya adalah menanam tanaman anggur. Dalam Islam, menanam anggur diperbolehkan, tetapi mengubah buah anggur menjadi minuman beralkohol adalah haram.
5. Istishab
Istishab adalah suatu penetapan hukum atau aturan hingga alasan yang memaksa untuk mengubah ketentuan tersebut. Misalnya saja jika berwudhu pada saat salat Subuh, maka wudhu juga akan dihitung pada saat salat Dhuha.
ADVERTISEMENT
6. Urf
Urf merupakan ketentuan tentang diperbolehkannya adat istiadat dan kebebasan sosial, asalkan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan hadis. Misalnya berdasarkan Al Urf al-Khash, seperti kegiatan halal-bihalal yang hanya berlaku di Indonesia.
7. Istihsan
Istihsan adalah meninggalkan suatu hukum demi hukum yang lain karena ada dalil syara' yang mengikatnya. Contohnya adalah dalam bidang kesehatan, di mana seorang dokter mengunjungi pasien lawan jenis dan memintanya memeriksa bagian pribadinya.
Menurut Istihsan, demi kesehatan pasien, dokter bisa memeriksa area intim lawan jenis.
Hukum Ijtihad
Hukum melakukan ijtihad adalah:
1. Fardu 'Ain
Hukum ijtihad dikatakan fardu 'ain jika:
ADVERTISEMENT
2. Fardu Kifayah
Hukum ijtihad dikatakan fardu kifayah jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis waktunya, atau ada lagi mujtahid yang lain yang telah memenuhi syarat.
3. Sunnah
Dikatakan sunnah jika ijtihad menemui masalah baru, baik diminta atau tidak.
4. Haram
Apabila ijtihad ditentukan oleh Qat'i karena bertentangan dengan syara'.
Dengan mengetahui fungsi ijtihad, pengertian, syarat, jenis, dan hukumnya, umat Islam akan lebih mudah menghadapi masalah yang belum jelas hukumnya. (glg)