Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Halal Bihalal: Makna, Sejarah, serta Tujuannya untuk Umat Islam
17 April 2024 13:17 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Halal bihalal adalah salah satu tradisi Islam yang dilakukan masyarakat pada hari raya Idul Fitri. Uniknya, tradisi ini hanya ada di Indonesia dan tak dapat ditemukan di negara-negara lain.
ADVERTISEMENT
Kata halal bihalal sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang artinya bermaaf-maafan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan.
Halal bihalal juga diartikan sebagai bentuk silaturahmi. Lalu, bagaimana sejarah tradisi halal bihalal di Indonesia dan maknanya menurut Islam? Simaklah penjelasannya pada uraian berikut ini.
Makna Halal Bihalal dalam Berbagai Aspek
Halal bihalal memiliki tujuan untuk menghormati sesama manusia dan sebagai bentuk silaturahmi. Tradisi ini menjadi refleksi ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling berbagi kasih sayang.
Mengutip jurnal berjudul Makna Halal Bihalal yang disusun oleh Astrida, makna tradisi ini dapat ditinjau dari tiga aspek, yakni pendekatan bahasa, pendekatan hukum, dan pendekatan Al-Quran. Berikut penjelasannya:
1. Pendekatan Bahasa
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, dalam KBBI, halal bihalal memiliki arti acara maaf-maafan pada hari lebaran, sehingga mengandung makna silaturahmi.
ADVERTISEMENT
Dalam bahasa Arab, halal bihalal berasal dari kata halla atau halal yang mempunyai arti meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku, dan melepas ikatan yang membelenggu.
Dapat disimpulkan, makna halal bihalal adalah kegiatan saling bermaafan atas kesalahan dan kekhilafan sesudah lebaran melalui silaturahmi.
Tujuannya agar mengubah hubungan sesama manusia dari benci menjadi senang, dari sombong menjadi rendah hati, dari berdosa menjadi bebas dosa.
2. Pendekatan Hukum
Dalam hukum Fiqih, kata halal merupakan lawan dari kata haram. Halal adalah perbuatan yang diperbolehkan, sedangkan haram adalah suatu hal yang harus ditinggalkan karena jika dilakukan akan berdosa.
Dengan demikian, arti halal bihalal dari segi hukum diartikan sebagai menjadikan sikap yang tadinya haram menjadi halal. Hal ini bisa dicapai dengan beberapa syarat, seperti menyesali perbuatan, tidak mengulangi lagi, meminta maaf, dan jika berkaitan dengan barang maka harus dikembalikan.
ADVERTISEMENT
3. Pedekatan Al Quran
Kata halal dalam Al Quran dapat ditemukan dalam enam ayat dalam enam surat. Dua di antaranya dirangkaikan dengan kata haram, yaitu dalam surat An-Nahl ayat 116 dan surat Yunus ayat 59.
Sementara itu, empat surat lainnya kata halal dirangkaikan dengan kata kuluu artinya makanlah dan kata thayyibah artinya yang baik. Hal itu dapat ditemukan dalam surat al-Baqarah ayat 168, surat al-Anfal ayat 69, surat Al-Maidah ayat 88, dan surat an-Nahl ayat 116.
Dalam setiap ayat-ayat di atas, Al Quran menuntut setiap kegiatan yang dilakukan baik itu dalam berpolitik, berdagang, berpakaian, berbicara, berhubungan sesama manusia dan lain-lain, harus dilakukan dengan baik dan menyenangkan semua pihak.
Contohnya, jika berdagang atau berbisnis, umat Islam dituntut untuk tidak menipu, curang, atau berbohong. Karena itulah, setiap manusia harusnya saling memaafkan dan mengikhlaskan satu sama lain agar tidak ada yang dirugikan.
ADVERTISEMENT
Sejarah Tradisi Halal Bihalal
Dalam buku Lentera Al Quran oleh Muhammad Quraish Shihab, halal bihalal merupakan hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara. Ada berbagai versi asal-usul tradisi halal bihalal di Indonesia.
Salah satunya, tradisi ini pertama kali dirintis oleh Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa. Agar menghemat waktu dan tenaga setelah sholat Idul Fitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dan para punggawa secara serentak.
Pertemuan yang dilaksanakan di balai istana tersebut diisi dengan acara sungkeman pada raja dan permaisyuri. Dalam budaya Jawa, seseorang yang sungkem pada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang terpuji. Sungkeman juga sebagai lambang penghormatan dan permohonan maaf.
ADVERTISEMENT
Menyadur dari laman ditsmp.kemdikbud.go.id, versi lain sejarah halal bihalal di Indonesia bermula pada masa revolusi kemerdekaan. Saat itu, kondisi Indonesia sangat terancam dan membuat sejumlah tokoh menghubungi Presiden Soekarno pada bulan Ramadan tahun 1946.
Tujuannya agar Soekarno bersedia menggelar pertemuan dengan seluruh komponen revolusi setelah hari raya Idul Fitri. Pertemuan tersebut diadakan agar lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan menerima keragaman dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.
Kemudian, Presiden Soekarno menyetujui dan dibuatlah kegiatan halal bihalal yang dihadiri tokoh dan elemen bangsa sebagai perekat hubungan silaturahmi secara nasional.
Sejak saat itu, semakin maraklah tradisi halal bihalal yang tetap dilestarikan oleh masyarakat Indonesia untuk mempererat tali persaudaraan antar sesama.
Tujuan Halal Bihalal
Salah satu tujuan utama halal bihalal adalah sebagai media silaturahmi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesa, silaturahmi memiliki arti tali persahabatan atau persaudaraan.
ADVERTISEMENT
Silaturahmi menjadi bagian esensi penting dalam tradisi halal bihalal yang dilakukan setelah hari raya Idul Fitri. Dengan adanya silaturahmi dalam halal bihalal, diharapkan hubungan sesama muslim semakin baik dan tersebar kasih sayang di dalamnya.
Berdasarkan jurnal Tradisi Halal Bihalal dalam Perspektif Al Quran dan Hadis oleh Eko Zulfikar, silaturahmi dalam halal bihalal memiliki berbagai keutamaan bagi pelakunya, yaitu:
Selain sebagai media penyambung silaturahmi, tradisi halal bihalal juga menjadi media untuk saling memaafkan satu sama lain. Upaya saling memaafkan dalam tradisi halal bihalal berlaku dalam konteks hubungan antara manusia.
ADVERTISEMENT
Namun, tak menutup kemungkinan saling memaafkan tersebut dapat berupa hubungan manusia dengan Tuhan, atau makhluk lainnya seperti alam yang masih berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Jadi, momentum halal bihalal setiap tahun dapat dimanfaatkan setiap umat muslim untuk saling memaafkan dan berlapang dada. Selain itu, tradisi ini diharapkan mampu membangkitkan setiap individu untuk bisa bersikap dan saling maaf-memaafkan dengan tulus dari hati.
(IPT)