Konten dari Pengguna

Hukum Menjual Daging Kurban dalam Agama Islam

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
18 Mei 2024 12:53 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi untuk hukum menjual daging kurban, Foto: Unsplash/Wesual Click
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi untuk hukum menjual daging kurban, Foto: Unsplash/Wesual Click
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hukum menjual daging kurban perlu diketahui umat Islam, karena hal ini berkaitan dengan syariat agama. Dari hukum tersebut, umat dapat memutuskan tentang langkah apa yang boleh maupun tidak boleh dilakukan di momen Iduladha.
ADVERTISEMENT
Menurut Ichsan dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum Islam” (hal. 2), secara umum, hukum dalam Islam merupakan segala peraturan yang berasal dari Allah Swt., untuk kemaslahatan para hamba-Nya di dunia dan di akhirat.
Sebagai seorang hamba, umat Islam perlu memahami ketetapan hukum suatu tindakan sebelum melakukannya, termasuk dalam jual beli daging kurban. Hal ini dapat memberi keselamatan dan menghindarkan umat dari kesesatan duniawi.

Pengertian Kurban dan Hukum Menjual Daging Kurban

Photo illustration by Sam Carter on Unsplash
Dalam momentum Iduladha, tak sedikit orang yang berusaha mencari peruntungan dengan memperjualbelikan daging kurban. Untuk itu, perlu diketahui kehalalannya secara hukum. Berikut adalah hukum menjual daging kurban beserta pengertiannya:

1. Pengertian Kurban

Kata kurban merupakan serapan kata dari bahasa Arab yang artinya dekat, mendekati, atau menghampiri. Namun, jika didefinisikan, kurban atau udhiyyah adalah penyembelihan hewan tertentu di pagi hari pada hari raya Iduladha.
ADVERTISEMENT
Adapun pengertian kurban menurut istilah, yaitu menyembelih hewan atau binatang tertentu yang diperbolehkan, untuk tujuan beribadah kepada Allah pada hari raya Iduladha (Hari Raya Haji) dan tiga hari berikutnya (hari tasyrik).

2. Dasar Hukum Kurban

Melaksanakan kurban hukumnya adalah sunah muakad, yaitu sunah yang dianjurkan bagi orang-orang yang mampu melaksanakannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Quran surat Al-Kautsar ayat 1 – 2, sebagaimana berikut:
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ ۝١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ ۝٢
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak. Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!” (quran.nu.or.id)
Dalam hadis Rasulullah saw. juga disebutkan bahwa kurban dihukumi sunah yang sangat dianjurkan bagi orang-orang yang memiliki kesanggupan untuk berkurban, bahkan diberi peringatan bagi yang tidak ingin melaksanakannya, berikut hadisnya:
ADVERTISEMENT
عن ابي هريرة قل: قل رسول الله صلى الله عليه وسلم: من وجد سعة فلم يضح فلا يقرين مصلانا
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang mendapatkan kelapangan (rezeki) lalu ia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.” (HR. Ahmad No. 8273)
Photo illustration by Dawid Zawila on Unsplash

3. Waktu Penyembelihan Kurban

Penyembelihan hewan kurban dapat dilakukan mulai dari matahari setinggi tombak pada Hari Raya Haji (10 Dzulhijjah) sampai terbenamnya matahari tanggal 13 bulan Dzulhijjah, sebagaimana sabda Rasulullah saw., berikut:
قال النبي : من ذبح قبل الصلاة فإنما يذبح بعد الصلاة والخطبتين فقداتم نسكه وأصاب سنة المسلمين
Aartinya: Nabi Bersabda: “Barang siapa yang menyembelih kurban sebelum salat Hari Raya Haji, maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menyembelih kurban sesudah salat Hari Raya Haji dan dua khutbahnya;
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan ia telah menjalani aturan Islam.” (HR. Bukhari dalam Korniawati, Tradisi Menjual Daging Hewan Kurban dalam Sistem Arisan di Kabupaten Sidoarjo Perspektif Mazhab Hanafi dan KUH Perdata: 30).

4. Pendistribusian Kurban

Setelah disembelih, bagian dari hewan kurban dapat didistribusikan kepada beberapa golongan, sebagaimana penjelasan berikut:
a. Konsumsi Pribadi
Bagian hewan yang disembelih diperbolehkan untuk diambil dan dikonsumsi oleh orang yang berkurban itu sendiri, dengan syarat maksimal yaitu 1/3 (sepertiga) daging kurbannya. Jika mengambil lebih, kurbannya tidak sah.
b. Kerabat dan Tetangga
ADVERTISEMENT
Orang yang berkurban diperbolehkan mengambil bagian hewan kurban untuk dibagikan kepada kerabat dan tetangga, meskipun keadaan keduanya berkecukupan harta atau kaya, dengan jumlah maksimal 1/3 (sepertiga) bagian.
c. Fakir Miskin
ADVERTISEMENT
Dalam pendistribusian daging kurban, terdapat minimal 1/3 (sepertiga) bagian hewan kurban yang merupakan hak golongan fakir dan miskin. Oleh karena itu, ada baiknya untuk mengutamakan pembagian pada golongan ini.
Ketiga pendistribusian tersebut sesuai dengan pendapat Abu Hamid Al-Ghazali yang mengatakan bahwa, “sepertiga dimakan sendiri oleh orang yang berkurban, sepertiga disedekahkan kepada orang-orang fakir;
Dan sepertiga dihadiahkan kepada orang-orang kaya dan orang-orang fakir yang menutup-nutupi kefakirannya. Jika disedekahkan dua pertiganya, maka lebih baik,” (Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayatul Akhyar, jilid III).
Photo illustration by Debby Hudson on Unsplash

5. Larangan dan Hukum Menjual Bagian Kurban

Terdapat beberapa larangan yang tidak boleh dilanggar saat melaksanakan ibadah kurban, utamanya oleh orang yang berkurban. Simak larangan dalam pemanfaatan hasil sembelihan hewan kurban dan hukum jualnya, berikut ini:
ADVERTISEMENT
a. Memberi upah pada jagal dari sembelihan kurban
Upah merupakan kompensasi dari pekerjaan yang dilakukan seseorang. Bagi penyembelih atau tukang jagal hewan kurban, membayar upah menggunakan bagian sembelihan hewan kurban adalah termasuk hal terlarang.
Dalam artian, ketika hendak memberi upah, maka orang yang berkurban harus memberikannya dari harta yang lain. Namun, penyembelih tersebut tetap dapat diberi bagian hewan kurban dengan niat sedekah kurban, bukan upah.
Hal ini sebagaimana hadis berikut, “Dari Ali r.a., ‘Nabi saw. memerintahkannya untuk mengurus unta kurbannya dan membagikan seluruhnya, dagingnya, kulitnya dan isi perutnya, serta tidak diberikan kepada tukang potongnya sedikit pun.’"
b. Menjual sebagian dari hasil sembelihan kurban
Hukum bagi orang yang berkurban
Hukum menjual daging kurban adalah cenderung haram, karena terdapat perbedaan pendapat antar para ulama. Adapun ulama atau mazhab yang setuju dengan larangan ini adalah mazhab Syafi’i dan mazhab Ahmad.
ADVERTISEMENT
Kedua mazhab tersebut meyakini bahwa harta-harta yang diperuntukkan guna mendekatkan diri kepada Allah Swt. tidak boleh dijual oleh orang yang mendekatkan diri tersebut, misalnya harta zakat maupun kafarat.
Sedangkan, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa boleh menjual kulit kurban, dengan hasil penjualannya disedekahkan atau dibelikan sesuatu yang bermanfaat di rumah. Namun, perbolehan tersebut dikenai batas tertentu.
Kehalalan menjual kulit atau bagian hewan kurban menurut Imam Abu Hanifah dimaksudkan pada pertukaran bagian tersebut dengan barang, karena menurutnya, kategori tersebut termasuk ke dalam pemanfaatan hewan.
Jadi, Imam Abu Hanifah tidak memaksudkan jual beli di sini adalah menukar dengan uang, karena menukar dengan uang secara jelas merupakan penjualan yang nyata. Berikut merupakan hadis larangan penjualan daging kurban:
ADVERTISEMENT
عن علي قال : أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقوم على بدنه وأن أتصدق بلحمها وجلودها واجلتها وأن لأعطي الجزار منها قال: نحن نعطيه من عندنا
Artinya: Dari Ali r.a. berkata, “Rasulullah saw. memerintahkanku agar aku mengurusi unta kurban beliau, menyedekahkan dagingnya, kulitnya dan penutup tubuhnya.
Dan aku tidak boleh memberikan tukang sembelih sedikitpun dari hewan kurban itu. Beliau bersabda: kami akan memberikannya dari sisi kami.” (HR. Muslim No. 348)
Hadis tersebut dijadikan dalil tentang larangan menjual daging, kulit, serta punuk hewan kurban. Darinya, para ulama sepakat bahwa daging hewan kurban tidak boleh dijual, begitu pun dengan bagian lainnya, seperti kulit dan punuknya.
Hukum bagi orang yang menerima kurban
ADVERTISEMENT
Masih dikutip dari Korniawati (Tradisi Menjual Daging Hewan Kurban dalam Sistem Arisan di Kabupaten Sidoarjo Perspektif Mazhab Hanafi dan KUH Perdata: 32 - 33), terdapat perbedaan hukum bagi golongan penerima bagian hewan kurban.
Jika orang yang berkurban dilarang untuk menjual bagian hewan kurbannya, maka berbeda dengan golongan fakir miskin penerima kurban, di mana golongan ini diperbolehkan untuk menjual bagian kurban yang diterimanya.
Setelah daging kurban itu sampai di tangannya, fakir miskin halal melakukan apapun terhadap pemberian itu, termasuk menjualnya. Kendati demikian, penjualannya hanya diperbolehkan kepada sesama umat Islam saja.
Sedangkan, hukumnya bagi orang kaya yang menerima kurban, yaitu sama dengan orang yang berkurban, dilarang menjual bagian hewan kurban. Golongan ini hanya boleh memanfaatkan daging kurban untuk makan, sedekah, atau jamuan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dikarenakan status orang kaya sama halnya dengan orang yang berkurban, dalam artian orang yang mampu atau tidak membutuhkan. Oleh karena itu, orang kaya yang menerima kurban tidak boleh menjualnya.
Demikian ulasan mengenai hukum menjual daging kurban dalam agama Islam yang dapat pembaca simak. Untuk mengetahui keterangan hukum yang lebih jelas dan meyakinkan, pelajarilah materi terkait dari sumber terpercaya, seperti kitab ulama.