Konten dari Pengguna

Hukum Rajam: Definisi, Sejarah, dan Syarat-syaratnya

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
29 Mei 2024 14:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hukum rajam. Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukum rajam. Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hukum rajam dianggap sebagai hukum fisik terberat dalam Islam sebab ini merupakan hukum mati. Hukum ini adalah hukum pidana Islam dan telah diterima hampir semua fuqaha.
ADVERTISEMENT
Menurut buku Membumikan Hukum Pidana Islam oleh Topo Santoso, meski dilakukan sesuai dengan hukum Islam, hukum ini tak dikenalkan dalam hukum pidana di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, hukum rajam harus tetap mempertimbangkan hukum pidana nasional yang berlaku di wilayah masing-masing.
Simak artikel ini sampai habis untuk mengetahui definisi, sejarah, hingga syarat hukum rajam.

Definisi Hukum Rajam

Ilustrasi hukum rajam. Foto: Antara/Rahmad
Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rajam adalah hukuman atau siksaan badan bagi pelanggar hukum agama (misalnya, orang berzina) dengan lemparan batu dan sebagainya.
Sementara itu, menyadur artikel ilmiah berjudul Hukuman Rajam Bagi Pelaku Zina Muhshan dalam Hukum Pidana Islam oleh Rokhmadi, Universitas Islam Negeri Walisongo, hukum rajam merupakan hukuman mati dengan cara melempari batu atau benda sejenisnya hingga mati.
ADVERTISEMENT
Hukum rajam sebenarnya bukan dari syariat Islam, tapi dari nash dalam Kitab Taurat. Hukuman tersebut disyariatkan dalam Islam untuk pelaku zina.
Penetapan hukuman zina ini didasarkan atas sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim. Berikut isinya:
"Dari Ubadah bin Al-Shamit ia berkata: Rasulullah bersabda, "Ambilah dari diriku, ambilah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya didera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun, sedangkan duda dan janda yang berzina hukumannya didera seratus kali dan dirajam."" (HR Muslim)
Hukum rajam dinilai lebih kejam dibandingkan hukum mati lainnya. Hal tersebut sebab orang yang melanggar akan disiksa secara perlahan hingga meninggal dunia. Sehingga, ia merasakan penyiksaan yang cukup panjang.
ADVERTISEMENT
Orang yang melanggar akan ditanam dalam tanah, kemudian dilempari dengan batu atau benda sejenisnya secara bertubi-tubi hingga meninggal dunia.
Di Indonesia sendiri yang menjunjung hak asasi manusia (HAM), menganggap hukum rajam sebagai bentuk penyiksaan yang tak berkeperimanusiaan. Oleh karena itu, hukum rajam tak diberlakukan di negara ini.

Sejarah Hukum Rajam

Ilustrasi hukum rajam. Foto: Unsplash/Ali Arif
Menyadur buku Eksistensi Hukuman Rajam dari Penelitian Hadis sampai Kritik Penafsiran oleh Dr. Helfi, M.Ag, berikut ini dijelaskan sejarah hukum rajam sebelum dan setelah masa Islam.

1. Sebelum Masa Islam

Perzinaan pada masa pra-Islam dibedakan antara pezina laki-laki dengan perempuan yang telah bersuami dan perempuan yang belum bersuami.
Untuk pelaku perzinaan dengan perempuan yang telah bersuami akan dikenai hukuman, sedangkan untuk laki-laki yang berzina dengan perempuan yang belum bersuami dianggap sebagai kesalahan, sehingga tak perlu mendapat hukuman.
ADVERTISEMENT
Undang-undang Mesir Kuno, Babilonia, dan Hindu menganggap perbuatan zina sebagai kesalahan biasa yang mendapatkan hukuman ringan. Hal tersebut diikuti bangsa Yunani dan Romawi, sebagai pengikut agama Yahudi.
Sementara itu, orang yang berzina dengan perempuan yang sudah memiliki suami akan dikenai hukuman rajam dengan cara melemparkan batu atau sejenisnya pada pelaku hingga mati.
Namun, para ulama, ahli hukum, dan mayoritas orang Yahudi mengabaikan, menutupi, dan melupakan hukum rajam sejak sebelum kerasulan Isa ibn Maryam AS. Bahkan dalam sejarah Yahudi, mereka tak menjalankan apa yang diyakini sebagai hukum Ilahi yang tertuang dalam kitab Taurat.
Pelaksanaan hukum rajam pada masa dahulu lebih bersifat kesadaran mental dari masing-masing pemeluk Yahudi dan Nasrani.
ADVERTISEMENT

2. Pada Masa Islam

Pada masa selanjutnya, perzinaan dalam masyarakat jahiliah telah dianggap biasa. Perbuatan ini tak mendapatkan respons negatif, bahkan tak sedikit orang yang bekerja sebagai pekerja seks.
Hal ini sesuai dengan perkataan Ibnu Abbas bahwa pada masa jahiliyah banyak laki-laki yang memaksa hamba sahayanya untuk melakukan perzinaan dengan orang lain dengan tujuan mengambil untung.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, sekelompok Yahudi mengadukan dan membawa pezina kepada Nabi. Nabi Muhammad SAW bertanya kepada para Yahudi tersebut tentang apa hukuman yang harus dijatuhkan pada pezina menurut kitab suci mereka.
"Kedua wajah pezina itu harus dicoret dengan warna hitam dan mereka harus dipermalukan," jawab orang Yahudi.
Mendengar hal tersebut, Nabi Muhammad SAW pun menanggapi, "Kalian telah berbohong. Taurat telah menetapkan hukumannya dengan bentuk rajam."
ADVERTISEMENT
Sementara, dalam riwayat al-Barra' ibn 'Azim, ulama Yahudi menjawab bagaimana hukum untuk orang pezina dalam agamanya.
"Saya temukan dalam Taurat rajam. Tapi kebanyakan dari pembesar-pembesar kami seperti ini. Apabila perzinaan terjadi terhadap golongan atas, maka dibiarkan saja. Apabila perzinaan terjadi pada masyarakat bawah, mereka jatuhi hukuman zina," tuturnya.
Kemudian, hukum rajam dalam Taurat disempurnakan oleh ajaran Islam dengan mengklasifikasikan pelaku zina menjadi dua bentuk, yakni pezina muhshan (pelaku memiliki suami atau istri) yang dijatuhi rajam dan pezina ghairu muhshan (pelaku belum pernah menikah) yang dijatuhi hukuman dera 100 kali, di samping mendapatkan hukuman pengasingan selama setahun.

Syarat-Syarat Penjatuhan Hukum Rajam

Ilustrasi hukum rajam. Foto: pexels
Mengutip Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Zainuddin oleh Zainuddin, hukum rajam adalah hukuman untuk pezina janda atau duda serta orang yang telah bersuami atau beristri.
ADVERTISEMENT
Syarat hukum rajam bagi pezina yang sudah menikah sesuai aturan Islam adalah sebagai berikut.
(NSF)