Konten dari Pengguna

Memahami Apa Itu Kolusi, Penyebab, hingga Pencegahannya

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
27 Agustus 2024 14:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi kolusi. Foto; istock.com.
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi kolusi. Foto; istock.com.
ADVERTISEMENT
Istilah kolusi muncul dan secara intens dikenal masyarakat sebagai perilaku menyimpang. Memahami apa itu kolusi sejak dini dapat mencegah penyimpangan tersebut terjadi di masa depan.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan mengungkap pengertian apa itu kolusi, ciri-ciri, hingga penyebab tindakan tersebut. Simak selengkapnya di bawah ini.

Apa Itu Kolusi?

ilustrasi apa itu kolusi. Foto; unsplash.com.
Kolusi adalah salah satu dari tiga praktik nakal yang terjadi hampir di seluruh dunia. Kolusi terjadi di berbagai bidang, khususnya dalam bidang ekonomi yang melibatkan bisnis, pemerintah, dan hukum yang berlaku di suatu negara.
Mengutip laman Merriem Websters Dictionary, kolusi adalah perjanjian atau kerja sama ilegal di mana tujuannya untuk menipu dan memperdaya pihak lain.
Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kolusi diartikan sebagai kerja sama rahasia dengan maksud tidak terpuji yang terjadi antara pengusaha dan pejabat pemerintah.
Dalam hukum Indonesia, pengertian apa itu kolusi tertuang dalam pasal 4 pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Kolusi diartikan sebagai pemufakatan atau kerja sama untuk melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan/atau negara.
ADVERTISEMENT
Dari berbagai pengertian di atas, kolusi adalah bentuk kerja sama rahasia atau perjanjian ilegal antara dua orang atau lebih yang tujuannya melawan hukum untuk mencari keuntungan pribadi maupun kepentingan golongan yang dapat merugikan pihak lain.

Ciri-Ciri Kolusi

Ilustrasi ciri-ciri kolusi. Foto: unsplash.com.
Kasus kolusi yang paling sering terjadi, yaitu di bidang ekonomi, seperti proyek pengadaan barang atau jasa tertentu yang dilakukan pemerintah.
Menyadur buku Bangkitlah Pancasila karya Wimmy Halim, ciri-ciri kolusi dalam kasus tersebut, yakni adanya pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusan menjadi lancar.
Umumnya, tindakan tersebut dilakukan oleh suatu perusahaan pada oknum pejabat atau pegawai pemerintahan agar perusahaan dapat memenangkan tender pengadaan barang dan jasa yang diadakan atau kembali ditunjuk untuk memegang proyek berikutnya.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Pengantar Ekonomi Mikro Teori dan Pembahasan karya Frasiskus Xaverius Lara Aba, ciri-ciri lainnya dalam praktik kolusi bidang pengadaan barang dan jasa yang diadakan pemerintah yaitu adanya broker atau perantara.
Padahal, proyek tersebut seharusnya dapat dilaksanakan dengan mekanisme langsung dari pemerintah ke pemerintah atau pemerintah ke produsen. Broker atau perantara tersebut umumnya adalah orang yang memiliki jabatan atau kerabat.

Penyebab Kolusi

ilustrasi penyebab kolusi. Foto: pexels.com.
Ada sejumlah analisis yang mencoba untuk menjelaskan mengapa praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Indonesia cukup menjamur.
Menyadur buku Teori dan Praktik Pendidikan Anti Korupsi yang disusun oleh Sukiyat, ada tiga faktor yang disinyalir menjadi sebab berkembangnya KKN, yakni faktor politik, faktor ekonomi, dan faktor budaya. Berikut penjelasannya:
ADVERTISEMENT

1. Faktor Politik

Dari faktor politik, praktik kolusi dicirikan dengan adanya kesenjangan akuntabilitas, transparansi, institusi demokrasi, dan pers yang tidak bebas. Politik merupakan faktor penting yang memberikan kontribusi terhadap meluasnya praktik KKN di masyarakat.

2. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi terjadi ketika intervensi pemerintah yang ekstensif dalam perekonomian. Intervensi ini memunculkan sejumlah keuntungan finansial bagi sejumlah golongan, khususnya mereka yang memiliki kekuasaan.

3. Faktor Budaya

Praktik-praktik KKN yang terjadi di masa orde baru memiliki akar pada tradisi budaya masa lalu Indonesia, khususnya budaya yang berlaku di Jawa. Sejumlah praktik KKN mengakar pada kebiasaan Jawa kuno yang kemudian dianggap sebagai hal normal dan wajar.
Kebiasaan ini meliputi kebiasaan dalam memberikan hadiah pada penguasa, loyalitas pada keluarga yang lebih kuat, serta konsep kekuasaan jawa yang hierarkis dan tetap.
ADVERTISEMENT

Contoh Kolusi

Ilustrasi contoh kolusi. Foto: pexels.com.
Ada berbagai contoh kolusi di Indonesia yang terjadi dalam lingkungan pemerintah maupun dalam masyarakat. Berikut ini contoh praktik kolusi yang dikutip dari buku Manajemen Bela Negara karya Kusuma, dkk..

1. Mempermudah Izin Bisnis

Pengusaha yang memberikan uang pelincin atau memberikan sogokan pada penyelenggara negara agar bisnisnya bisa berjalan dengan lancar.

2. Mendapatkan Nilai Baik

Umumnya hal tersebut terjadi di bidang pendidikan. Pemberian hadiah atau uang pada guru agar si anak mendapat nilai terbaik di sekolah merupakan contoh kolusi yang marak terjadi di masyarakat.

3. Meringankan Hukum

Contoh kolusi yang terjadi di bidang hukum yakni adanya kasus penyuapan hakim yang bertujuan meringankan hukuman.

4. Kasus Suap untuk Jadi ASN

ASN memang masih menjadi pekerjaan idaman dan bergengsi bagi beberapa kalangan. Bahkan beberapa orang rela melakukan berbagai cara agar bisa diterima. Contohnya mengandalkan koneksi hingga memberikan uang sebagai hadiah pada orang dalam.
ADVERTISEMENT

5. Perhitungan Pajak

Kasus yang banyak terjadi di Indonesia, yaitu meminta perhitungan pajak yang tidak sesuai, sehingga dapat membayar pajak dengan jumlah yang lebih kecil. Praktik ini tentu merugikan negara,karena penerimaan pajak jadi berkurang.

Pencegahan Kolusi

ilustrasi pencegahan kolusi. Foto; pexels.com.
Tindakan kolusi bukanlah hal yang baru di Indonesia. Berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kolusi di masa depan. Menyadur buku Penerapan Hukum dan Strategi Pemberantasan Korupsi karya Askin, berikut ini cara pencegahan kolusi yang bisa dilakukan:
ADVERTISEMENT
(IPT)