news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menyimak Reaksi Masyarakat terhadap Kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
Konten dari Pengguna
10 September 2021 8:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi masa perjuangan perlawanan rakyat Maluku terhadap pemerintah Belanda Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masa perjuangan perlawanan rakyat Maluku terhadap pemerintah Belanda Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Ekspedisi kapal Belanda tiba di Indonesia sekitar tahun 1595. Bertolak dari pangkalan Teseel, Belanda Utara, hingga akhirnya pasukan yang dipimpin Corenlis de Houtman ini tiba di Pelabuhan Banten.
ADVERTISEMENT
Menurut buku Sejarah Nasional: Ketika Nusantara Berbicara karya Joko Darmawan (2017: 18), kedatangan Belanda yang pertama mengalami penolakan oleh warga pesisir Banten.
Tidak menyerah, percobaan kedua rombongan ekspedisi Belanda ini berhasil tiba di pelabuhan Banten. Kali ini masih dengan misi yang sama, yaitu perdagangan komoditas rempah-rempah.
Puncaknya, Belanda mulai rakus dan memonopoli perdagangan rempah-rempah hingga mendirikan VOC. Lantas seperti apa rekasi masyarakat terhadap kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Ekspedisi Belanda ke Indonesia masih dalam misi perdagangan rempah-rempah. Foto: Unsplash

Reaksi Masyarakat terhadap Kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia

Berdasarkan buku Ilmu Pengetahuan Sosial SMP Kelas VIII oleh Sugiharsono dkk (2008: 65), tindakan Bangsa Belanda yang terkesan semena-mena dan terus menyengsarakan masyarakat Indonesia, menyebabkan Bangsa Indonesia mulai tersadar. Akhirnya, mereka mengadakan perlawanan terhadap kekuasaan Bangsa Belanda.
ADVERTISEMENT
1. Perlawanan Rakyat Maluku
Beban rakyat Maluku semakin berat, mulai dari kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, hingga kopi. Perlawanan rakyat Maluku tahun 1817 dipimpin oleh Thomas Matulesi atau yang lebih dikenal oleh Pattimura.
Pattimura juga didampingi tokoh-tokoh lain seperti Christina Martha Tiahahu, Anthon Rhebok, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina. Mereka menyerbu benteng Duurstede bersama rakyat Maluku.
Awalnya pasukan Belanda dapat dihancurkan oleh pejuang Maluku. Kemenangan rakyat Maluku semakin menggelorakan masyarakat di berbagai daerah untuk terus berjuang mengusir Belanda, seperti di Seram, Ambon, Hitu, Haruku, dan Larike.
Sayangnya, setelah Belanda mengirim bantuan lebih besar dengan disertai kapal-kapal sewaan dari Inggris dan persenjataan yang lebih lengkap, perlawanan ini akhirnya dapat dipatahkan oleh Belanda.
ADVERTISEMENT
2. Perlawanan Kaum Padri
Perlawanan terhadap Bangsa Belanda juga terjadi di Sumatera Barat. Perlawanan ini dikenal dengan dengan perlawanan kaum Padri yang terbagi menjadi dua tahap.
Perang Tahap Pertama
Tahap pertama dilakukan penyerangan pos-pos dan pencegatan terhadap patroli-patroli Belanda. Pasukan Padri hanya menggunakan senjata tradisional, sedangkan Belanda menggunakan senjata-senjata lebih modern seperti meriam dan senjata api lainnya.
Perlawanan ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Perlawanan kaum Padri berhasil mendesak benteng-benteng milik Belanda. Sebab Belanda harus menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro di Jawa, akhirnya Belanda melakukan perdamaian di Bonjol tanggal 15 November 1825.
Perang Tahap Kedua
Dalam perlawanan ini, Aceh datang untuk mendukung pejuang Padri. Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Dengan siasat ini, akhirnya Belanda menang.
ADVERTISEMENT
Hal ini ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir Perang Padri di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan dan terakhir Manado hingga akhirnya wafat pada tahun 1864.
3. Perlawanan Pangeran Diponegoro
Perlawanan Pangeran Diponegoro dikenal dalam catatan Belanda sebagai Perang Jawa. Perlawanan ini merupakan perang terbesar bagi Belanda, sehingga menguras keuangan yang luar biasa jumlahnya.
Gerakan pasukan pos pertahanan Pangeran Diponegoro berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Menghadapi perlawanan Diponegoro yang cukup kuat dan menyulitkan ini, kemudian Belanda segera mendatangkan bala bantuan dari pasukan Sumatera Barat.
Dampak dari perlawanan ini yaitu jatuhnya korban jiwa dari pihak rakyat pun jumlahnya sangat besar. Hampir setengah penduduk Yogyakarta habis karena perlawanan ini.
ADVERTISEMENT
(VIO)