Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Bursa Efek Indonesia: Periode Kolonial hingga Pasca Reformasi
24 Mei 2022 20:59 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) masih aktif menjadi tempat untuk memperjualbelikan efek, seperti saham dan surat berharga lainnya.
Sepanjang sejarahnya, Bursa Efek Indonesia sempat dinonaktifkan beberapa kali. Artikel ini akan membahas sejarah lengkap dari Bursa Efek Indonesia. Simak ulasan selengkapnya di bawah ini.
Sejarah Bursa Efek Indonesia
Mengutip dari buku Penilaian Properti Tidak Berwujud Jilid II karya Mustofa Amirul Hadi, S.H., M.Si, pengertian Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana memperjualbelikan efek.
Bursa Efek diadakan untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-hak lain dengan tujuan memperdagangkan efek atau surat berharga di antara dua belah pihak.
Dengan adanya Bursa Efek, masyarakat dapat melakukan membeli saham atau surat berharga lainnya dengan aman, begitu pula dengan perusahaan dapat menawarkan sahamnya kepada masyarakat secara terbuka.
ADVERTISEMENT
Pada situs Bursa Efek Indonesia menyebutkan bahwa pasar modal atau bursa efek di Indonesia telah hadir bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Berikut ini adalah sejarah dari Bursa Efek Indonesia yang dibagi berdasarkan periode waktunya.
1. Periode Kolonial Belanda
Pada tahun 1914-1918, bursa efek yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda ditutup selama perang dunia I. Lalu, kembali dibuka pada tahun 1925 di Jakarta yang bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya.
Sayangnya, pada tahun 1926 terjadi Resensi Ekonomi dan perang dunia II yang mengakibatkan bursa efek kembali di tutup.
ADVERTISEMENT
2. Periode Orde Lama
Bursa Efek Jakarta yang sebelumnya tutup akibat perang dunia II, kembali dibuka oleh Presiden Soekarno pada tanggal 3 Juni 1952.
Namun, Bursa Efek Jakarta harus dinonaktifkan kembali ketika munculnya program nasionalisasi perusahaan Belanda yang terjadi pada tahun 1956 hingga 1977.
Adanya regulasi tersebut mengakibatkan banyaknya perdagangan efek milik Perusahaan Belanda dan obligasi pemerintah Indonesia lewat Bank Pembangunan Indonesia.
Akhirnya, muncullah sengketa yang melibatkan pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat maka semua bisnis Belanda di nasionalisasikan melalui Undang-Undang No. 86 tahun 1958 hingga akhirnya sekuritas Belanda tidak diperjualbelikan di Bursa Efek Jakarta.
3. Periode Orde Baru
Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. Bursa Efek Jakarta pada periode tersebut dioperasikan di bawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal).
ADVERTISEMENT
Pengaktifan kembali bursa efek pada periode tersebut juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. Dalam periode orde baru, sejarah Bursa Efek Indonesia dibagi menjadi tiga periode, yakni:
ADVERTISEMENT
4. Periode Pasca Reformasi
Setelah banyaknya peristiwa yang terjadi, setelah reformasi, terjadi penggabungan antara dua bursa efek tersebar di Indonesia, yakni Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
Pada tanggal 30 November 2007, Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya digabungkan dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Setelah didirikannya BEI, suspensi perdagangan ditetapkan pada tahun 2008 dan Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) dibuat pada tahun 2009. Bursa Efek Indonesia akhirnya mengganti sistemnya yang awalnya JATS menjadi JATS-NextG.
Sampai saat ini, Bursa Efek Indonesia memiliki perusahaan yang mencatatkan sahamnya sebanyak 780 Perusahaan Tercatat saham.
(SAI)