Konten dari Pengguna

Siapa yang Berhak Menerima Daging Kurban menurut Ajaran Islam?

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
14 Juni 2024 14:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi siapa yang berhak menerima daging kurban. Foto: Unsplash/Zaenal Abidin
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi siapa yang berhak menerima daging kurban. Foto: Unsplash/Zaenal Abidin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ibadah kurban dilakukan saat Idul Adha, yakni melakukan penyembelihan hewan ternak untuk dipersembahkan kepada Allah SWT. Daging kurban tersebut selanjutnya dibagikan ke beberapa orang. Lantas, sebenarnya siapa yang berhak menerima daging kurban?
ADVERTISEMENT
Ada tiga golongan yang berhak menerima daging kurban. Simak penjelasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.

Siapa yang Berhak Menerima Daging Kurban?

Ilustrasi siapa yang berhak menerima daging kurban. Foto: Rahmad/Antara Foto
Penyembelihan hewan kurban dimulai pada 10 Dzulhijjah, yakni saat Hari Raya Idul Adha, hingga terbenamnya matahari pada 13 Dzulhijjah. Setelah hewan kurban disembelih, dagingnya akan dibagikan ke orang-orang yang berhak menerima.
Siapa yang berhak menerima daging kurban? Disadur dari situs baznas.go.id, ada tiga golongan yang berhak menerima daging kurban, yaitu:

1. Shohibul Kurban

Golongan yang pertama adalah shohibul kurban atau orang-orang yang berkurban. Mereka berhak menerima sepertiga bagian daging kurban. Hal ini sebagaimana dijelaskan pada hadis riwayat Ahmad berikut:
"Nabi Muhammad SAW bersabda, "Jika di antara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya."" (HR Ahmad)
ADVERTISEMENT
Perlu diingat, orang yang berkurban tak boleh menjual kurban baginya, baik dalam bentuk daging, bulu, maupun kulit. Berdasarkan buku Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq oleh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Fiaifi, para ulama menyarankan untuk memakan, menyedekahkan, dan menyimpan daging kurban masing-masing.

2. Tetangga, Teman, dan Kerabat

Selanjutnya adalah kerabat, teman, dan tetangga sekitar. Besar daging kurban yang dibagikan untuk golongan ini adalah sepertiga bagian.
Lalu, bagaimana jika orang yang dibagikan daging kurban tergolong orang kaya? Berdasarkan buku Tafsir Ayat-Ayat Ahkam oleh Ahmad Muhammad Al-Hishari, orang kaya masih berhak menerima kurban. Apabila orang kaya yang berkurban, ia boleh memberi daging kurban kepada orang yang tak mampu.
Bagaimana hukumnya apabila orang yang menerima kurban adalah non-muslim? Ada beberapa perbedaan pendapat tentang hal ini sebagaimana dikutip dari buku Fiqih Praktis Sehari-hari oleh Farid Nu'man Hasan.
ADVERTISEMENT
Hanabilah dan Hanafiyah berpendapat bahwa memberi daging kurban kepada non-muslim adalah bentuk kebaikan yang diizinkan, sebagaimana muslim boleh memberi sedekah kepada mereka.
Sementara menurut paham Malikiyah berpendapat bahwa hukumnya makruh. Kemudian, menurut Syafi'iyah hukumnya tidak boleh secara mutlak.
Oleh karena itu, dari berbagai pendapat di atas, diambil jalan tengahnya, yakni diutamakan sesama muslim, terlebih apabila tinggal di daerah mayoritas muslim.
Sementara, jika tinggal di lingkungan mayoritas non-muslim, gunakan pendapat Hanabilah dan Hanafiyah, yaitu membagikan daging kurban kepada non-muslim dengan tujuan menjaga hubungan baik sesama manusia.

3. Fakir Miskin

Golongan ketiga adalah fakir miskin. Salah satu tujuan berkurban adalah saling berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Fakir miskin mendapatkan jatah sepertiga bagian daging kurban dan orang yang berkubran bisa menambah jatah kurban untuk fakir miskin dari kurbannya.
ADVERTISEMENT
Hal ini telah dijelaskan di dalam Al-Quran surat Al-Hajj ayat 28 berikut:
لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَۖ ۝٢٨
Artinya: "(Mereka berdatangan) supaya menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak. Makanlah sebagian darinya dan (sebagian lainnya) berilah makan orang yang sengsara lagi fakir." (QS Al-Hajj: 28)
Selain itu, ayat Al-Quran lain yang menjelaskan tentang pembagian daging kurban kepada fakir miskin adalah surat Al-Hajj ayat 36.
وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ۝٣٦
ADVERTISEMENT
Artinya: "Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur." (QS Al-Hajj: 36)

Batasan Seseorang Dianggap Mampu Berkurban

Ilustrasi kurban. Foto: Unsplash
Ibadah kurban disunnahkan untuk umat Islam yang mampu, yakni memiliki kelapangan rezeki. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad dari Abu Hurairah RA berikut:
"Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat salat kami." (HR Ibnu Majah)
ADVERTISEMENT
Menurut Buku Saku Fikih Qurban, Qurban Kekinian oleh Dr. Oni Sahroni, Lc., M.A., dkk., ada beberapa pendapat dari para ulama tentang batasan seseorang yang dianggap mampu untuk berkurban.
Menurut Hanafiyah, mensyaratkan orang yang memiliki kelebihan harta seukuran nishab zakat, yakni 20 dinar emas. Sementara, Malikiyah menyebutkan batasnya adalah 30 dinar emas dan Syafiiyah tak menetapkan nominal tertentu.
Lalu, menurut Hanabilah, seseorang yang dikatakan tak mampu berkurban apabila ia tak memiliki apa-apa kecuali kebutuhan dirinya dan keluarganya. Juga ketika seseorang terlilit utang, maka ia diwajibkan untuk membayar utangnya terlebih dahulu.
Hal tersebut berbeda dengan pendapat Syafiiyah, yakni ketika seseorang yang sebelumnya tak memiliki utang dan sengaja berutang untuk berkurban, apabila ia sanggup untuk melunasinya maka ia boleh berhutang, dan apabila ia tak sanggup hal tersebut tak dibolehkan.
ADVERTISEMENT
(NSF)