Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti: Makna, Filosofi, dan Sejarahnya
5 November 2021 16:53 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sura Dira Jayaninrat Lebur Dening Pangastuti adalah salah satu pepatah atau falsafah Jawa yang sempat viral di kalangan masyarakat karena digunakan oleh Presiden Joko Widodo dalam unggahan status media sosialnya.
ADVERTISEMENT
Falsafah Jawa ini sering dipakai sebagai pegangan hidup untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan. Untuk memahami lebih jelas terkait falsafah Jawa ini, berikut penjelasan mengenai makna, filosofi , dan sejarahnya.
Makna dan Filosofi Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti
Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti berasal dari bahasa Jawa yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan kebijaksanaan, kelembutan, dan kesabaran.
Selain memiliki arti yang bagus, falsafah Jawa ini juga memiliki makna dan filosofi yang mendalam terkait inspirasi dan motivasi hidup sukses atau berhasil.
Secara harfiah, Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti bermakna segala keberanian, kekuatan, kejayaan, dan kedudukan akan hancur dengan kebijaksanaan, kesabaran, dan kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Dengan makna tersebut, falsafah Jawa ini mengajak setiap orang untuk menyadari bahwa segala bentuk sikap sombong, angkara murka, dan kezaliman manusia hanya karena kekuatannya, kedudukannya, dan kejayaannya, akan musnah oleh sikap bijaksana, kelembutan, sabar, dan kasih sayang.
Untuk meraih keberhasilan dalam membangun kehidupan bersama, kekerasan dan angkara murka harus dibalas dengan sikap penuh kasih sayang dan lemah lembut serta kerendahan hati.
Falsafah Jawa ini mengajarkan manusia untuk mengendalikan diri agar tidak reaktif terhadap provokasi. Hal ini sangat penting untuk inspirasi dan motivasi kehidupan yang sukses, yakni hidup yang tidak hanya berhasil melainkan juga diberkati.
Sejarah Munculnya Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti
Berdasarkan catatan sejarah sastrawi Jawa, Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti erat terkait dengan seorang pujangga Keraton Kasunanan Surakarta, yakni Raden Ngabehi Ranggawarsita (1802-1873).
ADVERTISEMENT
Raden Ngabehi Ranggawarsita menuliskan falsafah ini sebagai inspirasi dan motivasi keberhasilan melalui "Pupuh Kinanthi" dalam “Serat Witaradya”.
Isi dari “Pupuh Kinanthi” ini mengisahkan tentang Raden Citrasoma, Putra Mahkota Negara Witaradya dari Prabu Aji Pasoma. Berikut isi dan makna inti dari "Pupuh Kinanthi" tersebut.
Jagra angkara winangun
Sudira Marjayeng westhi
Puwara kasub kawasa
Sastraning jro wedha muni
Sura dira jayaningrat
Lebur dening pangastuti
Maksud dari pupuh di atas kurang lebih adalah pada baris 1 sampai 3 mengisahkan tentang seseorang yang karena keberanian serta kesaktiannya ia menjadi tidak terkalahkan, sehingga dalam hatinya muncul sifat sombong, keras hati, dan angkara murka karena kelebihan yang dimilikinya tersebut.
Sementara baris 4 sampai 6 menjelaskan bahwa berdasarkan kitab-kitab yang berisi ilmu pengetahuan, sifat sombong dan angkara dapat dikalahkan dengan kebijaksanaan, kelembutan, dan kesabaran.
ADVERTISEMENT
(SFR)