Konten dari Pengguna

Syarat Khutbah Jumat yang Harus Diketahui Khatib

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
30 Mei 2024 13:26 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Syarat Khutbah Jumat, Unsplash/ Rumman Amin
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Syarat Khutbah Jumat, Unsplash/ Rumman Amin
ADVERTISEMENT
Khutbah merupakan salah satu bagian dalam salat Jumat yang tidak dapat dipisahkan. Bagi muslim terutama khatib, perlu mengetahui syarat khutbah Jumat untuk memenuhinya.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari islam.nu.or.id, khutbah Jumat merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam salat jumat yang menentukan keabsahan ibadah tersebut. Maka dari itu, seorang khatib harus mengetahui syarat dan rukunnya.

Syarat Khutbah Jumat dan Penjelasannya

Ilustrasi Syarat Khutbah Jumat, Unsplash/ ibrahim abdullah
Dikutip dari an-nur.ac.id, khutbah Jumat merupakan prosesi semacam ceramah dalam salat Jumat yang berisi nasihat dan tuntunan ibadah yang disampaikan seorang khatib kepada para jemaah salat Jumat.
Khutbah Jumat dilakukan sebanyak dua kali sebelum salat Jumat, di mana di antara khutbah pertama dan kedua dipisah dengan duduk.
Syarat dan rukun khutbah Jumat merupakan salah satu poin penting yang harus dipahami dan dilaksanakan, karena menentukan sah dan tidaknya salat Jumat yang dilakukan.
Berikut adalah 10 syarat khutbah Jumat yang harus dipenuhi berdasarkan islam.nu.or.id:
ADVERTISEMENT

1. Khatib Harus Laki-Laki

Syekh Al-Qalyubi dalam kitab Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Majalli, Juz 1:322, menjelaskan bahwa syarat khatib menjadi imam bagi jemaah dan yang sah adalah seorang laki-laki.
Syarat ini juga berlaku di selain khutbah Jumat, sebagaimana syarat khutbah harus diperdengarkan dan didengar oleh jemaah serta harus menggunakan bahasa Arab.

2. Khutbah Harus Diperdengarkan dan Didengar oleh Jemaah yang Mengesahkan Salat Jumat

Syarat khutbah yang kedua ialah harus dengan suara yang keras yang dapat didengar jemaah Jumat yang mengesahkan ibadah salat Jumat, yakni setiap muslim laki-laki, baligh, berakal, merdeka, dan bertempat tinggal tetap (muqim mustauthin).
Terdapat pendapat lain mengenai standar dalam mendengarkan khutbah kepada jemaah. Menurut Imam Ibnu Hajar, khutbah harus diperdengarkan secara nyata.
Jika terdapat suara-suara yang dapat menghambat pendengaran jemaah, seperti suara bising, maka khatib harus lebih mengeraskan lagi suaranya hingga terdengar oleh jemaah.
ADVERTISEMENT
Sedangkan menurut Imam Al-Ramli, khutbah cukup didengar secara hukum saja. Maksudnya adalah khatib Jumat cukup membaca khutbah sekiranya dapat didengar oleh jemaah.
Meskipun ada kebisingan atau keramaian yang menghambat pendengaran jemaah, karena jika tidak ada penghalang, jemaah tetap dapat mendengar isi khutbah.

3. Khutbah dibaca di Kawasan Tempat Pelaksanaan Salat Jumat

Khutbah Jumat yang disampaikan harus berada di kawasan dilaksanakannya salat Jumat, seperti di kawasan pemukiman penduduk. Meski jemaah Jumar mendengar khutbah di luar kawasan Jumat, khutbah tetap sah.

4. Khatib Harus Suci dari Hadas dan Najis serta Menutup Aurat

Syarat-syarat di atas merupakan syarat sah pelaksanaan salat. Hal ini ditetapkan dalam khutbah Jumat dengan pertimbangan bahwa khutbah menempati posisi dua rakaat salat.
Khutbah menjadi tidak sah apabila khatib memiliki hadas, terdapat najis di pakaian atau tempatnya, serta terbuka auratnya.
ADVERTISEMENT
Jika saat penyampaian khutbah, khatib batal karena kentut, maka diperbolehkan untuk diganti dengan salah satu jemaah salat Jumat.
Adapun pengganti khatib tersebut harus melanjutkan bacaan khatib yang awal selagi tidak ada waktu pembatas yang lama berdasarkan standar ‘urf (kebiasaan) antara bacaan khatib pertama dan kedua.
Apabila melewati batas waktu yang lama, maka khatib pengganti harus memulai khutbah dari awal. Namun jika tidak mengganti dengan khatib lain, maka setelah kembali suci, khatib harus mengulang khutbah dari awal, meski si khatib kembali dalam waktu yang singkat.
Hal ini dikarenakan khutbah adalah satu bentuk kesatuan ibadah yang tidak bisa dilakukan dengan dua kali bersuci seperti salat.

5. Khutbah Harus Dilakukan sambil Berdiri

Khutbah Jumat harus dilakukan dengan berdiri bagi orang yang mampu, karenanya tidak sah dilakukan jika sambil duduk. Namun, apabila tidak sanggup berdiri karena sakit atau faktor usia, maka khutbah diperbolehkan sambil duduk.
ADVERTISEMENT
Jika tidak bisa dilakukan sambil duduk, khutbah bisa dilakukan dengan posisi tidur miring.
Khatib yang tidak mampu berdiri, hukumnya tetap tidak sah menjadi khatib meski terdapat orang lain yang mampu melaksanakan khutbah dengan berdiri. Adapun yang lebih utama adalah diganti dengan orang lain yang mampu berdiri.

6. Disertai Duduk di antara Dua Khutbah

Khutbah Jumat dilakukan sebanyak dua kali, di mana di antara kedua khutbah tersebut dipisahkan dengan duduk. Duduk di antara dua khutbah Jumat setara atau kadar minimalnya tuma'ninah dalam salat, yaitu diam sekejap sekiranya cukup untuk membaca subhanallah.
Pemisah dua khutbah bagi khatib yang tidak mampu berdiri adalah dengan cara diam sejenak melebihi waktu diam untuk mengambil nafas. Begitu pula bagi khatib yang mampu berdiri tapi tidak mampu duduk untuk memisah di antara dua khutbahnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kadar pemisah antara dua khutbah ialah disunahkan untuk membaca surat Al-Ikhlas. Hal ini juga dianjurkan bagi khatib yang membacanya saat duduk atau berhenti sekejap (bagi yang tidak mampu) untuk memisah dua khutbah Jumat.

7. Berurutan di antara Rukun Khutbah

Selain syarat, khutbah juga memiliki rukun yang harus dilakukan secara berurutan dari awal hingga akhir. Selain itu, pelaksanaan rukun khutbah harus dilakukan tanpa adanya jeda atau pemisah berupa pembicaraan lain yang tidak sesuai dengan isi khutbah.
Hal ini tidak termasuk pemisah yang merusak keabsahan khutbah, materi yang masih berkaitan dengan khutbah, walaupun panjang dan lama. Hal ini disebabkan hal tersebut termasuk kemaslahatannya khutbah.

8. Tertib antara Khutbah dan Salat Jumat

Tertib di anatara khutbah dan saat Jumat ialah dilakukan secara berurutan dan terus menerus. Jarak antara khutbah dan salat Jumat tidak boleh terlalu lama.
ADVERTISEMENT
Apabila setelah khutbah kedua selesai, takbiratul ihramnya salat Jumat dilakukan sebelum melewati waktu yang cukup untuk melaksanakan salat dua rakaat dengan durasi yang tidak terlalu panjang dan lama.

9. Khutbah Harus Menggunakan Bahasa Arab

Yang diharuskan menggunakan bahasa Arab adalah hanya rukun khutbahnya saja, yaitu bacaan hamdalah, selawat, wasiat bertakwa, bacaan ayat Alquran, serta bacaan doa untuk kaum muslimin dan muslimat.
Untuk selain rukun, diperbolehkan menggunakan bahasa selain bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, atau bahasa setempat. Hal ini diperbolehkan dan bukan termasuk memutus kewajiban muwalah (berkesinambungan) di antara rukun-rukun khutbah.

10. Dilakukan di Waktu Zuhur

Syarat terakhir adalah khutbah harus dilakukan di waktu zuhur sebagaimana pelaksanaan salat Jumat, karena posisi khutbah yang berada pada dua rakaat salat.

Rukun Khutbah Jumat

Ilustrasi Rukun Khutbah Jumat, Unsplash/ Levi Meir Clancy
Salah satu syarat khutbah Jumat adalah rukun khutbah yang dilaksanakan secara berurutan. Terdapat lima rukun yang harus dipenuhi dalam khutbah Jumat sebagaimana berikut ini:
ADVERTISEMENT

1. Memuji Allah di antara Dua Khutbah

Rukun khutbah yang pertama adalah menggunakan kata “hamdan” dan lafaz yang satu dasar dengannya, seperti “alhamdu”, “ahmadu”, “nahmadu”.
Contoh lafaz yang benar untuk memuji Allah yaitu, “alhamdu lillâh”, “nahmadu lillâh”, “lillahi al-hamdu”, “ana hamidu Allâha”, “Allâha ahmadu”.

2. Membaca Selawat kepada Nabi Muhammad saw.

Selawat yang dipanjatkan kepada Nabi Muhammad saw., harus dilakukan di dua khutbah dengan menggunakan kata “as-shalatu” dan lafaz yang satu akar kata dengannya.
Sedangkan untuk penyebutan kata Nabi Muhammad, bisa menggunakan kata lain, seperti Ar-rasul, Ahmad, An-Nabi, Al-Basyir, An-Nadzir, dan seterusnya.
Contoh membaca selawat yang benar: “ash-shalâtu ‘alan-Nabi”, “ana mushallin ‘alâ Muhammad”, “ana ushalli ‘ala Rasulillah”.

3. Berwasiat Takwa

Wasiat takwa ini disampaikan dalam kedua khutbah. Adapun pesan yang disampaikan yakni ajakan untuk ketaatan dan menjauhi larangan-Nya seperti perbuatan maksiat.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana bacaan “Athi’ullaha, taatlah kalian kepada Allah”, “ittaqullaha, bertakwalah kalian kepada Allah”, “inzajiru ‘anil makshiat, jauhilah makshiat”.
Wasiat ini tidak cukup sebatas mengingatkan diri dari tipu daya dunia tanpa pesan mengajak pada perbuatan mendekat pada Allah dan menjauhi kemasiatan.

4. Membaca Ayat Suci Alquran

Membaca ayat Alquran dilakukan di salah satu dua khutbah yang dapat memberikan pemahaman makna yang dimaksud dengan sempurna. Hal ini bisa berkaitan dnegan janji, ancaman, mau’idhah, cerita, dan lainnya.
Misalnya dalam Q.S. At-Taubah:19 berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
Artinya: “Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah orang-orang yang jujur.”

5. Berdoa untuk Kaum Mukmin

Berdoa ini dilakukan di akhir khutbah kedua dengan isi kandungan yang mengarah kepada urusan akhirat seperti doa agar dijauhkan dari api neraka.
ADVERTISEMENT
Allahumma ajirnâ minannâr, allâhumma ighfir lil muslimîn wal muslimât.
Artinya: “Ya Allah, semoga engkau menyelamatkan kami dari neraka, ampunilah kaum muslimin dan muslimat.”
Perbedaan antara syarat dan rukun ialah terletak pada tempat dan waktunya, di mana syarat khutbah berada di luar ibadah, sedangkan rukun berada di dalamnya atau saat pelaksanaan khutbah.
Seorang khatib harus menunaikan rukun dan syarat khutbah Jumat dengan baik dan benar. Hal ini wajib dilakukan karena jika terdapat syarat atau rukun yang tidak terpenuhi akibat kelalaian khatib, maka ibadah salat Jumat yang dilakukan menjadi tidak sah. (fat)