Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Syarat Wajib Puasa, Dalil, dan Bacaan Niatnya
12 April 2022 17:55 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Puasa merupakan salah satu amalan yang wajib dijalankan umat Islam ketika bulan Ramadhan tiba. Sebelum mulai menjalankannya, penting untuk mengetahui syarat wajib puasa sekaligus syarat sahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam bahasa Arab, puasa disebut shaum yang artinya menahan. Sementara itu, puasa secara istilah artinya menahan diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa dengan niat ibadah sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Kewajiban berpuasa telah banyak disebutkan dalam hadis dan ayat Alquran. Salah satunya pada surat Al Baqarah ayat 183 yang artinya berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Pada dasarnya, puasa tidak hanya terbatas pada menahan lapar dan dahaga serta mengontrol hawa nafsu, tetapi juga untuk mendapatkan keutamaan dari ibadah itu sendiri.
Puasa memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi seorang muslim, sebagaimana ibadah lainnya. Hal ini bertujuan agar puasanya sah dan diberkahi oleh Allah SWT.
ADVERTISEMENT
Tanpa mengetahui syarat wajib dan syarat sah puasa, puasa yang dijalankan tidak akan diterima oleh Allah SWT. Singkatnya, ibadah yang dijalankan umat Islam selama sebulan penuh akan berakhir sia-sia.
Lantas, apa saja syarat wajib puasa? Apa perbedaannya dengan syarat sah puasa? Simak pembahasan berikut ini.
Syarat Wajib Puasa
Dikutip dari buku berjudul Puasa Bukan Hanya Saat Ramadhan oleh Ahmad Sarwat, Lc., M.A., syarat wajib puasa adalah hal-hal yang membuat seseorang menjadi wajib dalam menjalankan puasa.
Bila salah satu syarat wajib tidak terpenuhi pada diri seseorang, puasa tidak menjadi wajib atas dirinya, begitu pun sebaliknya. Ada pun hal-hal yang termasuk syarat wajib puasa, yaitu:
Perbedaan Syarat Wajib Puasa dan Syarat Sah Puasa
Setelah mengetahui apa saja syarat wajib puasa, ketahui juga hal-hal yang menjadi syarat sah puasa berikut ini:
ADVERTISEMENT
1. Islam
Syarat sah yang paling utama untuk dapat menjalankan ibadah puasa adalah beragama Islam. Puasa termasuk ke dalam rukun Islam, sehingga ibadah ini wajib dikerjakan setiap umat Islam.
2. Berakal
Ibadah puasa juga harus dilakukan orang yang berakal. Artinya, puasa tidak akan sah jika dilaksanakan orang yang dalam keadaan tidak sehat secara akal atau gila.
Mengutip buku Puasa Bukan Hanya Saat Ramadhan oleh Ahmad Sarwat, Lc., M.A. (2014: 71), berakal juga dapat diartikan sebagai orang yang sedang dalam keadaan mabuk.
Jika mabuknya disengaja, puasanya dianggap tidak sah dan wajib menggantinya. Jika mabuknya tidak disengaja, tidak wajib baginya untuk mengganti puasa tersebut.
3. Baligh
Syarat ini juga berlaku bagi anak yang sudah tamyiz, yaitu anak-anak yang sudah bisa membedakan antara yang baik dan buruk. Namun, bagi anak yang belum baligh, tidak diwajibkan baginya berpuasa meskipun jika melakukannya tetap dianggap sah.
ADVERTISEMENT
4. Suci dari Haid dan Nifas
Syarat sah selanjutnya yang harus dipenuhi, kususnya bagi kaum perempuan adalah dalam keadaan suci, baik dari haid maupun nifas. Jika seorang perempuan sedang mengalami salah satunya, maka wajib hukumnya untuk meng-qodho puasanya pada hari lain.
Hal tersebut dijelaskan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anhu. “Kami (perempuan yang haid atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (HR. Muslim).
5. Memasuki Waktu untuk Berpuasa
Maksudnya, waktu tersebut bukanlah hari-hari yang memang dilarang untuk berpuasa seperti puasa pada Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, dan Hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah).
Dari penjelasan di atas, dapat ditentukan apa yang membedakan antara syarat wajib dan syarat sah puasa. Memang, ada dua poin dalam syarat wajib dan syarat sah puasa yang sama, yakni Islam dan berakal.
ADVERTISEMENT
Syekh Al Bajuri dalam bukunya berjudul Ramadhan - Rembulan yang Dirindu mengajarkan, Islam pada syarat sah artinya seseorang harus dalam kondisi menjadi muslim ketika menjalankan ibadah puasa.
Sementara itu, Islam sebagai syarat wajib mengindikasikan kewajiban puasa pada seorang yang masih atau pernah menjadi muslim. Islam dalam syarat sah harus dipenuhi, sedangkan dalam syarat wajib tidak menentukan legalitas ibadah secara agama.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kesamaan Islam sebagai syarat wajib dan syarat sah puasa hanya secara dzahir (yang tampak), tetapi pada hakikatnya jelas berbeda.
Berakal pada syarat sah puasa mulai berlaku saat seorang muslim sudah bisa membedakan baik dan buruk (tamyiz). Jika belum baligh tetapi sudah tamyiz, anak tersebut sah untuk berpuasa. Namun, puasa menjadi tidak sah pada anak yang belum tamyiz atau mengalami gangguan jiwa.
Dalil Syarat Wajib Puasa
Untuk menentukan hal-hal yang termasuk syarat wajib puasa, semuanya jelas tertuang dalam dalil-dalil tertentu. Diambil dari buku Dialog Lintas Mazhab: Fiqh Ibadah dan Muamalah tulisan Asmaji Muchtar, berikut dalil-dalilnya:
ADVERTISEMENT
1. Islam
Menurut Al-Hanifiyah, mengerjakan ibadah puasa diwajibkan bagi seseorang yang sudah menjadi bagian dari Islam. Seseorang yang tidak memeluk agama Islam tidak diwajibkan untuk mengerjakan puasa Ramadhan.
Untuk seseorang mualaf, dia hanya diwajibkan untuk mengerjakan puasa setelah masuk Islam. Ia tidak akan dibebankan soal kewajiban untuk mengerjakan atau membayar utang-utang puasa sebelumnya.
Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT pada surat Al-Anfaal ayat 38 yang artinya: “Katakanlah kepada orang-orang kafir, “Bila kalian berhenti (dari kekafiran), dosa-dosa kalian yang sebelumnya akan diampuni.” (QS. Al-Anfaal: 38).
2. Baligh
Bagi yang belum memasuki usia baligh, tidak ada kewajiban untuk berpuasa Ramadhan. Madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah membolehkan bila anak sudah berusia 10 tahun dan masih saja tidak mau berpuasa Ramadhan, untuk dikenakan hukuman dengan pukulan. Rasulullah SAW bersabda:
ADVERTISEMENT
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيقَ
Artinya: “Ada tiga kelompok yang dibebaskan dari hukum, yaitu: (1) Orang yang tidur sehingga ia bangun. (2) Anak-anak sampai ia baligh. (3) Orang gila sampai ia sembuh”. (Hadis Shahih, riwayat Abu Dawud: 3822, al-Tirmidzi: 1343, al-Nasa’i: 3378, Ibn Majah: 2031, dan Ahmad: 910. teks hadis riwayat al-Nasa’i).
3. Berakal
Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan untuk berpuasa dan tidak diwajibkan untuk menggantinya. Contoh orang tidak berakal adalah orang gila dan orang mabuk yang tidak disengaja. Namun, apabila disengaja, hukum menggantinya adalah wajib.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah diangkat pena dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia baligh.” [Shahiih Al-Jaami’ish Shaghiir 3514], Sunan At-Tirmidzi (II/102/693)].
ADVERTISEMENT
4. Mampu, Sehat, dan Tidak dalam Perjalanan
Mampu yang dimaksud adalah memiliki kondisi tubuh yang sehat dan tidak dalam perjalanan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT pada surat Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”
ADVERTISEMENT
Dalam firman tersebut dijelaskan, bagi yang tidak mengerjakan puasa karena sakit dan musafir, wajib mengganti atau meng-qodho puasa tersebut.
4. Suci dari Haid dan Nifas
Berdasarkan ijma para ulama, perempuan yang sedang haid dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa, bahkan dilarang. Apabila tetap menjalankannya, hukumnya adalah haram.
Perintah tersebut juga dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim yang berbunyi: “Kami (perempuan yang haid atau nifas) diperintahkan untuk mengqada puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqada shalat.” (HR. Muslim).
Niat dan Rukun Puasa Ramadhan
Menyadur dalam buku Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq karangan Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi rukun puasa Ramadhan ialah sebagai berikut:
1. Berpuasa dengan Niat
Niat puasa Ramadhan sebaiknya dibaca sejak malam hari sampai sebelum memasuki waktu Subuh. Jika lewat dari waktu tersebut, puasa seseorang dianggap tidak sah.
ADVERTISEMENT
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak menghimpun (niat) sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad dan Ashab As-Sunan).
Bacaan niat puasa Ramadhan, yaitu:
2. Menahan Diri
Umat Islam harus menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Hal ini didasarkan dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (Surat Al-Baqarah ayat 187).
ADVERTISEMENT
(VIO)