Konten dari Pengguna

Tradisi Sungkeman: Makna, Sejarah, hingga Pandangan Islam

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
27 Maret 2024 11:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tradisi sungkeman. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tradisi sungkeman. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tradisi sungkeman hingga kini masih rutin dilakukan saat kumpul keluarga di momen Lebaran. Tradisi ini berasal dari suku Jawa yang kemudian diikuti oleh banyak suku lainnya.
ADVERTISEMENT
Sungkeman biasanya dilakukan saat Idul Fitri dengan cara bersimpuh dan mencium tangan. Tradisi ini sebagai wujud permohonan maaf dan bentuk terima kasih orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua.
Artikel ini akan membahas tradisi sungkeman, mulai dari makna, sejarah, macam-macamnya, dan bagaimana pandangan Islam terhadap tradisi ini.

Sekilas tentang Tradisi Sungkeman

Ilustrasi tradisi sungkeman. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Tradisi adalah sebuah kebiasaan yang sudah dilakukan masyarakat sejak lama yang diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu tradisi yang masih dilaksanakan hingga sekarang adalah sungkeman.
Menurut artikel ilmiah berjudul Tradisi Sungkeman sebagai Kearifan Lokal dalam Membangun Budaya Islam dalam Jurnal Kajian Islam Al Kamal pada 2022, tradisi sungkeman pada dasarnya bagian dari suku Kejawen.
ADVERTISEMENT
Istilah sungkeman sendiri berasa dari bahasa Jawa yang berarti sujud atau tanda bukti. Tradisi ini adalah prosesi adat yang umum dilakukan seseorang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua untuk memberikan penghormatan atau sebagai bentuk permintaan maaf.
Sungkeman juga dapat dianggap sebagai wujud ucapan rasa terima kasih. Gestur merendah dalam sungkeman kepada orang yang lebih tua memiliki makna yang baik, yaitu bentuk penghormatan serta sarana melatih kerendahan hati, sopan santun, dan menghilangkan sifat egois.

Sejarah Tradisi Sungkeman

Ilustrasi tradisi sungkeman. Foto: Instagram/aurelie.hermansyah
Tradisi sungkeman sudah diperkenalkan sejak tahun 1930-an, saat masa pemerintahan Mangkunegara I di Surakarta saat momen Idul Fitri. Pada saat itu, Mangkunegara I mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara bersamaan di balai Istana.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan tersebut, tradisi sungkeman dilakukan dengan tujuan saling memaafkan. Para prajurit dan punggawa bergantian bersimpuh kepada raja dan permaisuri. Tradisi ini kemudian ditiru beberapa organisasi Islam.
Namun, menurut Dr. Umar Khayam, budayawan senior Universitas Gadjah Mada, tak ada sejarah pasti kapan tradisi sungkeman ini bermula. Menurutnya, tradisi sungkeman merupakan bentuk aktualisasi budaya Jawa dengan Islam sejak zaman dahulu.

Macam-Macam Tradisi Sungkeman

Ilustrasi tradisi sungkeman. Foto: pinterest
Masih mengutip artikel ilmiah Tradisi Sungkeman sebagai Kearifan Lokal dalam Membangun Budaya Islam dalam Jurnal Kajian Islam Al Kamal pada 2022, dalam adat Jawa, ada dua macam tradisi sungkeman yang masih bisa dijumpai hingga sekarang. Berikut penjelasannya.

1. Sungkeman Pernikahan

Pada pernikahan adat Jawa, salah satu prosesi yang harus dilakukan adalah sungkeman dari pengantin kepada orang tua atau orang yang dihormatinya.
ADVERTISEMENT
Makna sungkeman pada pernikahan adalah meminta restu untuk membangun keluarga baru. Seperti diketahui, restu orang tua adalah syarat penting untuk mendapatkan berkat dari Tuhan.
Sementara itu, untuk pernikahan atas dasar perjodohan dari orang tua, sungkeman ini bermakna untuk memberikan ucapan terima kasih pada orang tua karena telah membesarkan pasangan mempelai.

2. Sungkeman Lebaran

Sungkeman juga umum dijumpai pada saat Lebaran Idul Fitri usai salat ied. Pada momen ini, anggota keluarga yang lebih muda bersimpuh pada yang lebih tua.
Makna dari tradisi sungkeman saat lebaran adalah wujud permintaan maaf dan penyesalan dari segala perbuatan buruk yang pernah dilakukan kepada orang tua. Hubungan yang semula kurang baik dapat diperbaiki usai melaksanakan tradisi sungkeman saat Lebaran.
ADVERTISEMENT
Sungkeman saat Lebaran dilakukan dengan cara bersimpuh kepada orang yang lebih tua. Berikut cara sungkeman yang benar:

Pandangan Islam terhadap Tradisi Sungkeman

Ilustrasi tradisi sungkeman. Foto: Instagram/@missnyctagina
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, sungkeman dilakukan dengan cara orang yang lebih muda bersimpuh pada orang yang lebih tua sebagai tanda bakti mereka. Namun, sebagian kalangan menganggap bahwa tradisi ini dilarang karena tak sejalan dengan ajaran nabi.
Mengutip nu.or.id, apabila dilihat dari hukum asal dari sungkeman, tradisi ini tak bertentangan dengan syariat Islam. Sungkeman disebut sebagai ekspresi memuliakan orang yang lebih tua.
ADVERTISEMENT
Syariat tak melarang umat Islam untuk mengagungkan manusia selama tak ada gerakan untuk menyerupai bentuk takzim kepada Allah SWT, seperti sujud.
Berkaitan dengan mencium tangan orang yang lebih tua saat sungkeman, Al-Imam Al-Nawawi menjelaskan sebagai berikut:
ولا يكره تقبيل اليد لزهد وعلم وكبر سن
Artinya: "Tidak makruh mencium tangan karena kezuhudan, keilmuan dan faktor usia yang lebih tua." (Al-Imam Al-Nawawi, Raudlah al-Thalibin, juz 10, halaman 233)
Kemudian, apabila dilihat dari sudut pandang tradisi, sungkeman adalah tradisi yang harus dilestarikan. Sebab, Islam mengajarkan untuk merawat tradisi selama tak bertentangan dengan agama. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berikut:
وخالق الناس بخلق حسن
Artinya: "Berbudilah dengan akhlak yang baik kepada manusia.” (HR. Al-Tirmidzi)
ADVERTISEMENT
Adapun yang dimaksud sebagai beretika yang baik dalam hadis tersebut adalah mengikuti tradisi, sebagaimana penjelasan berikut.
هو موافقة الناس في كل شيئ ما عدا المعاصي
"Beretika yang baik adalah mengikuti tradisi dalam segala hal selama bukan kemaksiatan." (Syekh Nawawi al-Bantani, Syarh Sullam al-Taufiq, halaman 61)
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sungkeman tidak haram, bahkan merupakan bentuk menjaga tradisi yang merupakan salah satu anjuran Nabi Muhammad SAW untuk beretika yang baik.
(NSF)