Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Konten Media Partner
Cabai disebut surpus tapi harga meroket 400%, ada apa?
28 Desember 2017 13:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
JAKARTA, kabarbisnis.com: Kementerian Pertanian (Kementan) beranggapan berlangsungnya musim penghujan saat ini tidak menganggu produksi cabai nasional. Bahkan , dalam tiga bulan kedepan akan terjadi surplus rerata 8.000 ton per bulan.
ADVERTISEMENT
Dirjen Hortikultura Kementan Spudnik Sujono menuturkan ketersediaan cabai terus diantisipasi dengan manajemen waktu tanam dan teknik budidaya sungkup plastik yang melindungi tanaman dari hujan. Prognosa Ditjen Hortikultura menyebutkan produksi cabai besar pada Desember 2017 ini sebesar 102.153 ton. Sementara kebutuhan sebesar 95.652 ton, artinya ada surplus 8.124 ton.
Surplus cabai besar terus berlangsung hingga Maret 2018 yakni 8.842 ton (Januari), 8.529 (Februari) dan Maret 8.210 ton (Maret) . Untuk komoditas cabai rawit memprediksi ketersediaan cabai rawit Desember 81.637 ton , kemudian di Januari -Maret 2018 mengalami sedikit penurunan 77.847 ton, 78.090 ton dan 78.564 ton.
Prognosa ketersediaan cabai rawit dalam empat bulan berjalan tersebut akan mencukupi kebutuhan yakni 73.099 ton,69.843 ton, 69.861 ton dan 69.945 ton. Pasalnya dalam hitungan Ditjen Hortikultura, neraca cabai rawit Desember 2017- Maret 2018 mengalami surplus (8.538 ton, 8.004, 8.229 dan 8.619 ton).
ADVERTISEMENT
Dua jenis komoditas cabai ini menjadi perhatian utama Kementan untuk menjaga ketersediaan produksinya mengingatnya peranan memberi kontribusi terhadap penaikkan angka inflasi pada komponen bahan pangan.
Kementan memprediksi luas tambah tanam Desember 2017 untuk komoditas cabai besar sebesar 94.423 hektare (ha).Sementara luas panen 106.209 ha. Kemudian dalam triwulan I 2018 mencapai 339.773 ha.
Adapun prognosa Desember 2017- Maret 2018 mencapai 676.558 ton.Perhitungan diatas mencakup sentra cabai besar di 105 kabupaten/kota.
Namun masih mengacu data ditjen hortikultura mengungkapkan mulai September harga dua jenis tersebut berada dalam trend kenaikan baik ditingkat petani, rerata harga Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) dan pasar ritel.
Apabila di tingkat petani harga cabai keriting di bulan September dihargai Rp 13.000 per kilogram (kg), namun di PIKJ berkisar Rp 20.000 kg dan di pasar ritel sudah diatas Rp 30.000 kg.Hingga Desember 2017, harganya terus berada trend kenaikan dengan disparitas semakin besar ditingkat petani dengan di pasar.
ADVERTISEMENT
Memasuki pekan ketiga November, apabila harga di petani berada di Rp 18.000 kg, di PIKJ berada diatas Rp 32.000 kg , namun rerata di pasar ritel mencapai Rp 43.000 kg.
Spudnik mengatakan pihaknya terus memantau fluktuasi harga kedua jenis komoditas setiap harinya. Namun, pergerakan harga cabai di pasar tidak otomatis ditingkat petani. “Bahkan di Magelang, harga cabai rawit ditingkat petani hanya dihargai Rp 9.000 kilogram , tapi ditingkat ritel bisa melonjak Rp 50.000 kilogram . Artinya terjadi kenaikan hingga 400 persen,” tukasnya.
Spudnik mengklaim melonjaknya harga cabai di pasar merupakan anomali pasar. Pedagang besar memunculkan spekulasi pada saat musim hujan saat ini akan membuat pasokan turun karena banyak petani mengalami gagal panen. Isu yang memprovokasi memicu kenaikan harga dipasar.
ADVERTISEMENT
“Padahal kita juga tahu kelakukan pelaku pasar. Sebelum truk sampai ke Pasar Induk Kramat Jati,berhenti di jalan tol . Diatur pasokannya. Berbagai dulu. Tidak boleh, jumlahnya berlebih. Karenanya ditarik ke Pasar Tanah Tinggi, Tangerang atau Pasar Cibitung. Soal ini kita sudah laporkan ke Bareskrim Polri,” pungkasnya.