Ekonom prediksi BI masih akan pertahankan suku bunga acuan

Konten Media Partner
17 Mei 2019 13:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
JAKARTA, kabarbisnis.com: Ekonom DBS Group Research Masyita Crystallin memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan BI 7 day repo rate atau suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada pekan ini.
ADVERTISEMENT
"Meskipun lingkungan inflasi rendah, Bank Indonesia (BI) kemungkinan masih menahan diri dan tidak menurunkan suku bunga acuannya pada pertemuan kebijakan minggu ini," katanya di Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Sejalan dengan tren regional, ekspor dan impor cenderung masih melemah. Neraca perdagangan mungkin kembali ke zona defisit bulan ini setelah mengalami surplus selama dua bulan berturut-turut.
"Pertumbuhan ekspor akan tetap lemah di Asia, seperti pada data perdagangan Singapura, India, dan Indonesia," ujar Ekonom DBS Group Research Masyita Crystallin di Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Sementara itu, defisit transaksi berjalan kemungkinan akan melebar pada kuartal II tahun 2019 dan seterusnya. Hal tersebut dikarenakan pembangunan infrastruktur akan mulai meningkat setelah pemilihan umum, di samping kenaikan harga minyak dan peningkatan perang dagang AS-China, yang akan berdampak negatif pada perdagangan Asia.
ADVERTISEMENT
Kemungkinan tersebut didorong oleh pertumbuhan PDB yang masih tetap kuat jika dibandingkan dengan perlambatan di seluruh Asia. Sementara rupiah kemungkian tetap di bawah tekanan karena ketegangan perdagangan AS-China meningkat dan defisit transaksi berjalan melebar.
SVP Chief Economist BNI Ryan Kiryanto juga menilai, keputusan RDG BI akan tetap mempertahankan BI 7 day repo rate, Deposit Facility maupun Lending Facility. "Hal tersebut dengan mempertimbangkan faktor tekanan eksternal dan domestik terkini dan ekspektasi ke depannya," ungkap dia kemarin.
Faktor eksternal itu misalnya efek negatif trade war, brexit dan ketegangan atau risiko geopolitik yang kesemuanya berdampak negatif bagi perekonomian RI. Sedangkan dari internal terkait dengan defisit neraca transaksi berjalan yang sebesar 2,6% terhadap PDB serta lingkungan makroekonomi yang belum kembali kondusif pasca pemilu.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, keputusan RDG BI juga dengan mempertimbangkan perkembangan nilai tukar rupiah yang masih dalam tekanan eksternal," tukasnya.
Direktur Group Surveilans dan Stabilitas Sistem Keuangan LPS Doddy Ariefianto memprediksi, kenaikan BI 7-day reverse repo rate di tahun 2019 berpotensi berakhir, seiring arah Fed rate yang menjadi lebih dovish serta tekanan pada nilai tukar rupiah yang mulai mereda.
"Kendati demikian, arah kebijakan moneter diperkirakan masih tightening bias dan belum terindikasi melonggar dalam waktu dekat di tengah masih adanya risiko volatilitas di pasar keuangan dan risiko persistensi defisit neraca berjalan," ungkap Dody.
Adapun suku bunga antar bank (JIBOR) diperkirakan juga akan stabil. Hal tersebut dipengaruhi oleh dinamika kondisi likuiditas antar bank dalam penyaluran kredit serta recovery pertumbuhan di sisi simpanan.
ADVERTISEMENT