Konten Media Partner

Industri doyan singkong impor, ini penyebabnya

12 Desember 2018 17:30 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
JAKARTA, kabarbisnis.com: Produksi singkong nasional belum mampu memenuhi kebutuhan sebagai bahan baku industri nasional. Alhasil, impor menjadi pilihan. Apalagi harganya jauh lebih kompetitif dari harga singkong lokal.
ADVERTISEMENT
Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Franciscus Welirang menjabarkan, impor singkong pada 2015 tercatat sebanyak 840 ribu ton. Kemudian meningkat pada 2016 menjadi 940 ribu ton dan 2017 turun menjadi 740 ribu ton.
"Untuk 2018 ini sudah turun, di mana sampai September 230. 000 ton. Kemungkinan sampai akhir tahun bisa 400.000 atau 500.000 ton. Tapi, artinya Indonesia masih impor," ujar Franky dalam diskusi di Jakarta,Rabu (12 /11/2018).
Ia mengakui ada beberapa sektor penyumbang impor singkong yaitu untuk pakan ternak maupun untuk plastik organik,.Selain itu industri kertas, tekstil, dan berbagai keperluan lain.
Ketua Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Suharyo Husen bahkan mengungkapkan ada impor produk olahan singkong masuk ke RI. Misalnya saja, tapioka dari Vietnam dan Thailand karena harganya lebih bersaing dibanding olahan pabrik dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Menurut Suharyo, hal ini juga yang menjadi penyebab industri tapioka di RI berhenti beroperasi. "Kita masih net importir tapioka, karena harga tapioka impor lebih murah," katanya.
Ia pun mendorong kemampuan petani lokal untuk membuat harga singkong yang dijual lebih kompetitif. Menurut dia, hal itu bisa dilakukan dengan inovasi cara tanam, misalnya cara tanam per hektare yang sebelumnya menghasilkan 20-30 ton agar ditingkatkan dua kali lipat.
"Kalau bisa 60 ton per hektare. Kalau tidak bisa bersaing ya petani menderita. Kalau industri kan mana yang untung itu yang dipakai," kata dia.
Untuk dapat mencapai produktivitas 60 ton singkong per hektare itu, Suharyo mengatakan, petani dapat menggunakan bibit-bibit populer."Agar produktivitas itu 60 ton per hektare. Kita ada bibit yang populer, bibit gajah bisa 150 ton per hektare. Bibit Darul Hidayah bisa 102 ton per hektare cocoknya untuk mocaf (Modified Cassava Flour/singkong yang dimodifikasi)," pungkasnya.kbc11
ADVERTISEMENT