Konten Media Partner

Infrastruktur digenjot, tapi belum mampu efisienkan biaya logistik

15 Februari 2019 10:07 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
JAKARTA, kabarbisnis.com: Pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintah dinilai bukan solusi untuk mengefisensikan biaya logistik. Jalan tol, jembatan, jalan antar wilayah yang dikerjakan selama ini hanya mampu memperlancar arus lalu lintas khususnya untuk keperluan mudik.
ADVERTISEMENT
“Akibatnya disparitas harga komoditas harga komoditas antar wilayah masih tinggi. Harga buah duku di Malang Rp 49.500 per kilogram. Padahal di Pontianak tidak sampai Rp 5.000 per kilogram.Andaikan sektor logistik efisien, harga duku petani kita beli Rp 15.000 per kilogram dan konsumen cukup membeli seharga Rp 25.000 per kilogram,” urai ekonom senior Institut for Development of Economics and Finnance (INDEF) Faisal Basri di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Faisal berpendapat, sektor logistik akan efisien apabila Indonesia sebagai negara kepulauan dapat terintergasi terlebih dahulu. Dengan begitu biaya transportasi dapat diturunkan. Ini dapat dilakukan apabila pemerintah mau mengalihkan angkutan darat ke angkutan laut. Sebagai negara maritim, harusnya pergerakan barang bertumpu pada sektor kelautan, bukan darat.
ADVERTISEMENT
Dari catatannya, peringkat logistic performance index (LPI) tahun 2018 lalu, Indonesia berada di level 46. Peringkat Indonesia masih kalah saing dengan negara tetangga seperti Malaysia 41, Vietnam 39 dan Thailand 32. Menurutnya, banyaknya tol yang diresmikan pemerintah hanya berdamlak sangat kecil pada penurunan bea logistik.
"Pembangunan tol trans Jawa dan trans Sumatera tidak signifikan mengurangi logistic cost secara nasional Karena komoditas diangkut dengan truk.Akan signfikan biaya logistik akan turun banyak kalau ada shifting dari darat ke laut. Kita akan selalu kalah saing dengan produk luar negeri kalau masih andalkan darat karena Biaya per kilo kalau diangkut lewat darat akan jauh lebih besar dibandingkan biaya per kilo dengan kapal," bebernya.
ADVERTISEMENT
Faisal menyebutkan apabila porsi angkutan logistik dengan menggunakan jalur darat mencapai 90%, sementara 10 % lainnya menggunakan jalur laut. Sedangkan mayoritas negara maju, angkutan logistik dominan menggunakan jalur laut yaitu 70% dan jalur darat 30%.
Faisal menegaskan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah masih belum memprioritaskan pembangunan konektifitas laut. Meski sudah dilakukan namun prosentasenya sangat kecil sehingga istilah tol laut atau sabuk nusantara yang selama ini digaungkan tidak berjalan seoptimal seperti infrastruktur darat.
Padahal dengan tersedianya infrastruktur angkutan laut akan menekan bea logistik 10 kali lipat dibandingkan dengan darat.Dia mencontohkan Brasil yang berhasil menurunkan harga komoditas karena mampu mengefisienkan biaya logistiknya.
"Saya sempat bahagia denger Presiden akan meresmikan pelabuhan di Sibolga, tapi ternyata itu pelabuhan bukan untuk barang tetapi angkutan penumpang. Seketika kegembiraan saya hilang. Ini artinya pemerintah belum paham," pungkas Faisal.
ADVERTISEMENT