Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Cerita dari Makassar: Keputusan Berani si Supir Online
28 November 2017 7:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
Tulisan dari Kamaruddin Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Guys, saya kira ini cerita inspiratif dan penting untuk dibaca, setidaknya jika ingin tahu bagaimana seluk beluk taksi online di Makassar belakangan ini serta bagaimana motif, latar belakang dan harapan supirnya yang meski acap dipersoalkan, toh mereka tetap eksis dan pede.
ADVERTISEMENT
Saya menyebutnya keputusan berani si Supir online. Berani untuk mengambil risiko meski urusan taksi online belum sepenuhnya kelar.
Itu penilaian saya saat mendapati, sebut saja Romeo, supir online di Makassar yang rela menjaminkan surat rumah dan properti lainnya demi sebuah mobil baru dan menyediakannya untuk taksi online.
“Ndak takutki mobilta tidak bisa bayar cicilan karena taksi online dilarang operasi atau terus diperkarakan?” kataku mencoba akrab ke pria asal Maros, kota di timur Makassar yang telah tiga bulan membawa taksi online ini, (27/11).
Dia menggeber mobil baru, jok dan sebagian asesoris internal yang masih berbalut plastik. Aroma mobilnya seperti mangga Golek yang siap dipetik.
“Taksi online dilarang? Kalau tidak bisa lagi, mobil saya gunakan untuk cari penumpang antar kota,” jawabnya datar.
ADVERTISEMENT
***
Tamalanrea, 27 November 2017.
Di kawasan dimana Kampus Universitas Hasanuddin berada ini, hujan sedang menderas. Beberapa ruas jalan tergenang air. Empat jebolan Kelautan Unhas yang saya kenal sedang berhenti mencari naungan. Mereka menyapa.
Sepulang dari Kota Parepare malam itu, saya dan istri baru saja selesai makan malam di warung bebek Pallekko khas Bugis, sebelahan Warung Cak Har yang fenomenal. Oh ya, rencana balik dari Parepare ke Makassar sempat terganggu karena supir antar kota yang menjanji menjemput pukul 7 malam rupanya mengantar penumpang lain tanpa berbagi kabar. Hampir saja saya lapuk dalam penantian.
“Sudah siap kalau taksi online dilarang?” lanjutku lagi seperti ingin mencari ketegasannya.
“Kalau taksi online tidak boleh, saya akan carikan penumpang ke daerah. Kemarin saya dengar teman, dia bisa bawa bawa mobil ke Siwa, Wajo. Jadi mungkin ke sana saja,” kata Romeo dengan logat Maros yang paripurna.
ADVERTISEMENT
Sudah tiga bulan ini, Romeo membawa taksi online. Dia mengaku senang sebab bahkan di Maros sekalipun banyak yang order.
“Ada yang ke Tamalanrea sini, pekerja, pegawai jurusan kota Makassar,” katanya. Setelah itu dia bercerita kalau tidak mendapat insentif atau bonus dari operator taksi online karena dianggap tidak disiplin.
“Semacam peringatan tapi saya tidak merasa begitu pak, saya jalani saja. Ada yang kerjai saya,” katanya seperti pasrah.
“Saya tidak masalah, saya terima saja meski sempat menelpon ke Jakarta, ke nomor 021 untuk memberikan penjelasan. Habis juga pulsa saya,” katanya.
“Katanya ada keluhan dari penumpang. Ada cancel, ada penilaian tidak bagus, dapat bintang satu saja,” akunya meski menurutnya tidak mungkin menahan penumpang untuk memberi bintang satu.
ADVERTISEMENT
“Kan mau-maunya mereka?” katanya.
Selama tiga bulan membawa taksi online ini, Romeo pernah sampai larut malam. Tidak terlalu sering.
“Ada penumpang mengeluh AC tidak dingin, heran juga,” katanya.
“Bagaimana tidak dingin kalau dia pakai jaket pak?” lanjutnya disertai tawa.
Dia juga bercerita kalau penumpang juga ada yang macam-macam sifat dan keinginannya. Ada yang minta buka kaca mobil malam-malam, merokok.
“Wangi parfumnya pak, aduhhh…” katanya saat mengangkut perempuan pada dinihari di utara kota Makassar dan dibawa ke selatan kota.
“Banyak juga cerita lucu pak. Ada teman supir online, cerita kalau pernah bawa penumpang perempuan mabuk, dia bilang, ecece, dapatnya 15 ribu tapi setengah mati bersihkan mobil dari muntah,” kata Romeo seperti menahan tawa.
ADVERTISEMENT
Dia juga bercerita bahwa taksi bandara selama ini yang banyak dikeluhkan warga Kota Makassar ini rumit juga. Sebab untuk masuk tidak mudah dan harus paham suasana di dalam.
“Begitu saja pak, harus ada yang pegang,” katanya.
Romeo rupanya update juga tentang perdemoan terhadap taksi online di Makassar.
“Beberapa waktu lalu kami didemo, semua yang online didemo oleh pete-pete, oleh taksi. Tanggal 1 November ada demo, mereka minta harga disamakan, terus mobil harus pakai plat kuning juga,” ungkapnya.
Mobil yang digunakan Romeo adalah mobil keluaran baru, dia harus menyiapkan dana 18 juta untuk panjar dan membayar cicik 3,988 juta perbulan.
“Wow!” seruku seperti berdecak kagum. Dia buru-buru melanjutkan.
ADVERTISEMENT
“Tapi kadang nombok juga pak, pakai uang istri, “ sebut mantan supir di Kawasan Industri Makassar di paberik snack dan kecap.
“Pernah juga bawa mobil barang dari Makassar ke Manado, seminggu di jalan. Kami bawa gabus. Kalau ke sana di mobil sendiri saja. Kalau kuat bawa sampai 24 jam, saya tidak berhenti. Kalau capek baru berhenti tapi pernah ditilang di Gorontalo 500ribu,” papar pria usia 38 tahun ini.
“Saya berhenti setelah bekerja dua bulan,” katanya.
Saat berkelana ke Manado itu, meski dia dibekali modal hingga 6,8 juta dia mengaku was-was juga.
“Waktu kembali ke Makassar yang tersisa untuk saya hingga 2 juta. Uang bekal itu dipakai beli bensin, makan, semua,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
“Saya ditilang karena memang gabusnya tinggi melampaui yang semestinya,” ingatnya.
Menjadi supir telah menjadi takdir Romeo. Dengan itu pula dia melanjutikan hidupnya bersama istri ketiganya. Dengan pembawaan sabar, apa adanya, polos, tidak ada kesan kalau dia bandel atau mau bermain-main pada bos atau perusahaan dimana dia bekerja. Baginya dikerjai di aplikasi taksi online harus dihadapi dengan sabar.
“Sabar saja pak, ada-ada saja kalau orang mau iseng toh?” kata supir yang telah 3 kali ganti SIM ini.
“Jadi adami juga 15 tahun saya bawa mobil ya pak?” kata pria yang mengaku belajar mengemudi mobil pete-pete sejak tamat SMP.
“Saya belajarnya saat taman SPM saja. Saya hanya tamat SMP,” lanjut pria yang mengaku punya anak dari 3 istri.
ADVERTISEMENT
“Maksudku, saya menikah tiga kali, yang dua pertama cerai karena tidak cocok saja,” ungkap pria yang menikah pada tahun 2000, 2004 dan 2009 ini.
“Dengan istri ketiga pacarannya tidak lama, kami kenalan saat di Kolaka. Waktu itu saya makan di warung dan kenalan,” ungkapnya.
“Yang saya mau, kalau kita bekerja, istri jangan suka menelpon,” katanya seperti tak sungkan,
Menurut Romeo yang dia suka dari taksi online adalah insentifnya.
“Bagaimana perhitungannya?” tanyaku antusias sebelum kami sampai di rumah.
“Saya jarang dapat insentif tetapi termotivasi terus. Kalau insentif, pada pagi harus dapat dua penumpang. Terus pukul sebelas sampai jam 2 harus dapat minimal 4 tumpangan atau order. Kadang tembus 5 atau 6 jarak pendek. Lalu jam 4 sore sampai jam 8 malam. Itu harus minimal 6, jadi minimal 12 perhari. Dapat bonus, kalau pagi perpenumpang 35ribu persatu trip, jadi dapat 70ribu kalau dapat dua di pagi hari. Kalau siang, setahuku 30 atau 40 ribukakah?” katanya,
ADVERTISEMENT
“Kalau rajin bisa dapat insentif lebih 100ribu perhari,” ujarya.
“Saya kadang dapat pagi, siang tidak, sore tidak, teman bisa tembus semua, kadang tidak juga,” katanya datar.
“Apa yang kita tidak disuka dari taksi online ini,” godaku.
Dia tertawa.
“Saya tidak suka kalau ada yang kerjai, asal telpon,” pungkasnya dengan aksen Maros yang sungguh, sungguh, sangat paripurna!
Guys, berani meninggalkan dua pekerjaan sebagai supir barang antar kota dari Makassar dan Manado, dari supir kecap dan snack, menikah tiga kali, dan menyetor surat kepemilikan rumah demi menjadi supir taksi online adalah keputusan berani.
[Oh ya, guys, saya ‘cuma’ bayar 24 ribu lho dari Tamalanrea ke Sungguminasa Gowa, padahal jaraknya tidak kurang 15 kilometer.]
ADVERTISEMENT
Dengan taksi online, Romeo tidak takut risiko. Entah kalau menurut guys pembaca!
Gowa, 28/11