Pamer, Pamor, dan Sensasi

Kamilah Sadiyah
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
8 Mei 2022 10:41 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kamilah Sadiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pamer Kekayaan. Gambar: dok.pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pamer Kekayaan. Gambar: dok.pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akhir-akhir ini, dunia maya dikejutkan dengan berbagai problematika yang berkaitan dengan penipuan investasi berkedok trading. Sayangnya, ratusan bahkan jutaan orang justru terlena, tertarik, bahkan terjebak dalam lingkaran konten yang menyesatkan tersebut. Konten flexing bak sebuah hiburan baru yang dapat dijadikan sebagai sumber kebahagiaan bagi sebagian besar masyarakat. Berbagai kreator pun lahir dari kisah berkedok trading untuk memulai taktik penipuannya demi meningkatkan keuntungan melalui bagi hasil affiliate. Mulai dari selebgram kondang Indra Kenz hingga pendatang baru di dunia entertainment, Doni Salmanan. Keduanya adalah seorang afiliator platform trading bodong yang kerap kali memamerkan kekayaan di media sosial. Tak tanggung-tanggung, mereka dengan bangga menjual cerita di publik sebagai sosok yang sukses dan kaya raya di usia muda. Lantas yang menjadi pertanyaan di sini, mengapa keduanya begitu mudah menjadi sorotan publik?
ADVERTISEMENT
Konten Sensasional
Konten sensasional berupa pamer kekayaan yang mereka buat berhasil menarik perhatian publik. Publik dengan senang hati menyematkan sebutan crazy rich kepada keduanya. Atensi berlebihan publik seolah mengangkat nama mereka yang tak pernah dikenal menjadi seorang pahlawan dan entrepreneur sukses hanya dalam 1-5 tahun. Alih-alih menolak, para figur publik ini dengan bangga menunjukkan pencapaiannya sebagai seorang crazy rich di mata masyarakat. Tanpa segan, Indra Kenz memamerkan jam tangan yang ia beli seharga 7 miliar di usia 25 tahun. Begitu juga dengan Doni Salmanan yang memberi uang senilai 1 milyar kepada YouTuber Reza Arap secara cuma-cuma. Selain itu, masih banyak perilaku dan konten foya-foya yang dilakukan kedua figur publik ini. Seolah digiring ke lubang buaya, mayoritas masyarakat tak pernah merasa dirinya berada pada lingkaran yang menyesatkan.
ADVERTISEMENT
Fenomena Eskapisme
Sebelum kasus penipuan yang merugikan ini terkuak, banyak orang yang simpatik terhadap kedua figur publik ini. Jawabannya sederhana saja, konten kemewahan yang mereka sajikan, mudah membawa seseorang untuk berekspektasi tanpa perlu menengok realita yang ada. Alam imajinasi terbentuk bak dalam dunia fantasi. Berandai-andai jika suatu hari kekayaan dan kemewahan datang dalam sekejap mata. Fenomena ini disebut sebagai eskapisme. Sederhananya, eskapisme merupakan perilaku manusia untuk lari dari kenyataan, terutama pahitnya hidup. Layaknya menari atas gunting, seseorang dibuat terlena dan hanyut di dalam cerita dongeng yang sengaja dimainkan dan diperankan oleh para figur publik ini. Hal ini erat kaitannya dengan kognisi yang menyimpang akibat emosi dan keinginan keras individu. Memang benar, eskapisme menjadikan seseorang rehat dari hiruk pikuk dunia, namun apabila keindahan media sosial menjadi kebutuhan primer dalam hidup, bagaimana bisa manusia bertahan dan berkembang di alam duniawi yang pelik seperti saat ini?
ADVERTISEMENT
Konsumsi Konten Flexing
Kecanduan mengkonsumsi konten flexing atau pamer kekayaan, muncul seiring dengan rasa penasaran akan pencapaian yang dimiliki oleh seorang figur publik. Semakin kontroversial dan menarik judul maupun highlight dari sebuah konten, maka semakin besar pula kemungkinan orang untuk menontonnya. Secara tidak langsung, para penggemarnya bisa membayangkan menjadi seseorang yang kaya raya tanpa perlu bersusah payah. Bayangan ini semakin diperparah dengan peningkatan konsumsi konten yang sama dan berulang setiap harinya. Para penikmat konten flexing seolah menempatkan posisi dirinya seperti apa yang ia lihat di dunia maya. Ia seolah berandai-andai menjadi orang yang sukses dan kaya raya tanpa perlu sebuah perjuangan, pengorbanan, dan kerja keras sedikitpun. Hingga pada akhirnya, para penikmat konten flexing tetap di titik yang sama, tanpa sebuah proses untuk memulai, hanya mampu berimajinasi apabila ia bisa sukses dengan cara instan. Sayangnya saat ia ingin bergerak, kenyataan hanya mampu menampar, bahwa sesungguhnya apa yang kita lihat belum tentu benar adanya.
ADVERTISEMENT
Teknik Marketing
Tanpa kita sadari, kemudahan membangun citra dan konsep diri di media sosial membuat manusia lengah. Tak lagi perlu pikir panjang untuk mengidolakan seseorang yang bahkan tidak kita kenal sebelumnya. Kehidupan serba instan pun turut membenarkan hal tersebut. Tak lagi perlu validasi berdasarkan history seseorang, mayoritas masyarakat seolah langsung berorientasi pada output orang yang akan diidolakan. Semakin tinggi status ekonomi dan sosial seseorang, seolah semakin mudah orang lain mempercayainya. Padahal, realitanya banyak didapati konten manipulatif yang sengaja dibuat untuk memaksimalkan atensi publik. Para figur publik ini dengan sengaja menjual cerita bahwa hanya dengan sekali klik, seseorang bisa mendapatkan keuntungan hingga jutaan bahkan milyaran rupiah. Sayangnya, masyarakat yang memprioritaskan kebahagiaan dan hiburan di atas segalanya mudah sekali tertipu dan terjebak di dalamnya. Pemikiran rasional empiris bahkan tak pernah dilirik sekalipun dalam menikmati konten duniawi ini.
ADVERTISEMENT
Sadar atau tidak, kedua figur publik yang disebut sebagai crazy rich tersebut sedang melakukan teknik marketing untuk membangun citra dan kepercayaan masyarakat. Mereka dengan mudahnya menjual cerita untuk menarik simpati masyarakat. Sayangnya, masih sedikit orang yang menyadari hal tersebut. Secara tidak langsung, istilah yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin sedang masyarakat amini bersama. Tanpa sadar, mayoritas masyarakat dengan senang hati mengalirkan pundi-pundi uang dengan menonton bahkan menyebarluaskan konten para crazy rich ini. Lantas kini, peran yang dapat masyarakat lakukan saat yakni selektif dalam memilah dan memilih konten dan hiburan yang ingin dikonsumsi. Jika memang muncul konten-konten tidak masuk akal di media sosial, usahakan untuk menghindarinya bahkan menekan keterangan tidak tertarik. Hal ini semata-mata agar orang-orang yang sedang melakukan teknik marketing buruk tidak semena-mena dapat menipu masyarakat. Berpikirlah lebih jernih dan pahamilah bahwa kekayaan yang melimpah tak kan bisa didapat sekejap mata, kecuali di negeri dongeng saja.
ADVERTISEMENT