Konten Media Partner

Aksi LSM Tolak IMF-WB Meeting Tak Ada Kaitan dengan Pilpres 2019

14 Oktober 2018 9:13 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi LSM Tolak IMF-WB Meeting Tak Ada Kaitan dengan Pilpres 2019
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
JUMPA Pers Aliansi Gerak Lawan serangkaian konferensi "World Beyond Bank" di Denpasar (kanalbali/RFH)
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com -- Aksi-aksi LSM yang mengkritisi atau bahkan menolak IMF-World Bank (WB) Meeting di Nusa Dua, Bali tak ada kaitannya dengan Pemilihan Presiden 2019. Aksi semata-mata untuk mengingatkan akan adanya sisi gelap dari model ekonomi yang diresepkan oleh Lembaga Keuangan dunia itu.
"Ibaratnya, kami ini tidak peduli siapa yang akan jadi jongosnya. Tapi perilaku dari para tuan itu yang ingin kita kritisi karena sudah banyak bukti kerugian yang dialami oleh rakyat negeri ini ," kata jurubicara Aliansi Gerak Lawan Hendro Santoyo dalam Jumpa Pers, Minggu, 14/10 malam.
Ia menjelaskan, bersamaan dengan pelaksanaan IMF - WB Meeting, pihaknya juga menginisiasi pertemuan LSM dari berbagai pelosok di Indonesia dan juga dari berbagai negara. Pertemuan bertajuk "World Beyond Bank" itu menghasilkan komunike bersama yang menyerukan kewaspadaan pada kelanjutan kolonialisme ekonomi melalui kedua lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
Ini ditunjukkan oleh meluasnya investasi strategis di bidang Sumber Daya Alam (SDA) dimana peran negara digantikan oleh koorporasi. Mereka bekerjasama dengan birokrasi lokal sebagai mesin kepatuhan warga. Lebih buruk lagi karena mesin birokrasi pun digerakkan oleh orang-orang yang menjadi pelaku bisnis atau politisi yang menentukan kebijakan.
Johansyah Ismail dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan, serangkaian pertemuan IMF-WB Meeting juga telah diinisiasi berlanjutnya penguasaan SDA, khususnya di Kalimantan. Dimana telah dilakukan penanda-tanganan komitmen antara investor dengan pihak BUMN senilai 13 Miliar dolar.
Sementara Dinda dari Solidaritas Perempuan menegaskan, model pembangunan versi IMF-World Bank cenderung mengabaikan aspek sosial budaya dimana sebuah proyek dilakukan. Privatisasi air misalnya, menambah beban rumah tangga dimana perempuan menjadi korban utamanya. Buruh perempuan pun rata-rata dibayar lebih murah dibanding buruh lak-laki.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Nyoman Mardika dari Panitia Lokal menyesalkan terjadinya represi terhadap kebebasan bereskpresi selama pertemuan IMF-WB Meeting. Diawali dengan pemberangusan baliho "Tolak Reklamasi" hingga pembubaran acara-acara pertemuan yang diselenggarakan pihak LSM.
Aliansi Gerak Lawan sendiri terpaksa menghentikan kegiatannya yang mestinya masih akan dilangsungkan hingga hari ini. Sebab, tiba-tiba pihak TVRI yang menjadi lokasi acara memutuskan kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya. "Kami itu ini terjadi karena adanya tekanan kepada mereka," tegas Mardika. (kanalbali/RFH)