Konten Media Partner

Hak Pilih ODGJ dalam Pemilu 2024: Terhambat Stigma, Malah Jadi Korban Hoaks

11 Februari 2024 13:05 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kegiatan terapi ODGJ di Rumah Berdaya Denpasar - IST
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan terapi ODGJ di Rumah Berdaya Denpasar - IST
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
DENPASAR, kanalbali.com - Menjelang sore, lelaki 37 tahun itu datang dari mengantar teman-temannya pulang dari Rumah Berdaya, tempat rehabilitasi psikososial bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Denpasar Selatan, Bali.
ADVERTISEMENT
Hindu Pratama, nama lelaki itu. Sejak 2017 ia diangkat menjadi pegawai kontrak Dinas Sosial Kota Denpasar, organisasi perangkat daerah yang menaungi Rumah Berdaya. Hindu sendiri adalah penyintas gangguan jiwa skizofrenia yang telah stabil dan pulih, dengan pengobatan rutin oleh psikiater.
Setiap hari, 15 ODGJ yang sebagian besar mengidap skizofrenia, gangguan jiwa berat dengan halusinasi dan delusi, diantar-jemput menggunakan mobil pemerintah. Di Rumah Berdaya, mereka melakukan aktivitas membuat dupa (hio), berkebun, menyablon kaos, dan melukis, yang mana hasil kreativitas mereka nantinya dipajang dan dijual di galeri di sana.
Hindu adalah satu dari 264.594 orang di Indonesia yang pada pemilu 2024 terdaftar sebagai pemilih. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, pada Pemilu 2024 tercatat 4955 pemilih dari kategori penyandang disabilitas mental di seluruh Bali.
Di Kota Denpasar sendiri terdapat 358 pemilih ODGJ; di kabupaten Jembrana 457 orang; kabupaten Tabanan 702 orang; kabupaten Badung 653 orang; kabupaten Gianyar 760 orang; kabupaten Klungkung 319 orang; kabupaten Bangli 372 orang; kabupaten Karangasem 631 orang, dan kabupaten Buleleng sebanyak 703 orang.
ADVERTISEMENT
Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan menyebut, data tersebut merupakan hasil pendataan lapangan Pantarlih atau Petugas Pemuktahiran Data Pemilih yang datang langsung ke rumah warga guna mencocokkan data pemilih sesuai daftar pemilih tetap (DPT).
“Sistem yang digunakan adalah Coklit atau Pencocokan dan Penelitian,” ucapnya singkat.
Ia menambahkan, khusus bagi penyandang disabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) bisa ikut Pemilu 2024 jika memenuhi kriteria. Antara lain, tidak permanen mengalami gangguan jiwa, atau bisa sembuh dengan pengobatan dan perawatan. ODGJ yang permanen atau tidak bisa sembuh tidak diperbolehkan ikut Pemilu karena dianggap tidak memiliki kemampuan untuk memilih secara rasional. Lalu, ODGJ yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) dan terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Ketua KPU Bali I Dewa Agung Lidartawan - IST
Dikatakan Lidartawan, hak pilih bagi ODGJ ini sejalan dengan UUD 1945 dan UU HAM yang menjamin hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih dalam Pemilu, termasuk penyandang disabilitas mental. Hak pilih ini juga sesuai dengan UU Kesehatan yang mengatur bahwa penderita gangguan jiwa berhak mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum.
ADVERTISEMENT
“Implikasi hak pilih bagi ODGJ bagi demokratisasi di Indonesia adalah memberikan kesempatan yang lebih luas dan inklusif bagi seluruh warga negara untuk berpartisipasi dalam menentukan nasib bangsa,” katanya.
Meskipun tampaknya partisipasi ODGJ dalam Pemilu sudah cukup baik, di masyarakat stigma terhadap ODGJ dalam kaitannya dengan hak politik masih sangat kental. Istilah ODGJ sejatinya digunakan untuk menghapus stigma “gila” di masyarakat.
Kegiatan terapi di Rumah Berdaya Denpasar - IST
Dalam pemahaman awam, ODGJ kemudian tetap diidentikkan mereka yang terlantar, dipasung, dan sejenisnya. Padahal, banyak sekali orang yang mengalami gangguan jiwa namun dengan pengobatan yang teratur kemudian dapat berfungsi dengan baik, bekerja dan tidak sedikit ODGJ yang memiliki prestasi mengagumkan.
Bagus Hargo Utomo, Ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI), dalam Forum Diskusi Ilmiah Nasional (FDIN) “Mengamankan Hak Pilih ODGJ dalam Pemilu”, diselenggarakan secara daring pada Rabu, 31 Januari 2024 menyayangkan setiap Pemilu di Indonesia tiba, isu ODGJ seakan “digoreng-goreng” atau digunakan sedemikian rupa untuk menjadikan ODGJ sebagai bahan lelucon, ejekan, bahkan kebencian terhadap ODGJ.
ADVERTISEMENT
“Di media sosial misalnya, hal itu sangat terlihat. Konten atau komentar-komentar warga tentang ODGJ yang dianggap tidak normal sehingga tidak akan mampu menggunakan hak suaranya. Ini dilakukan tidak hanya oleh masyarakat umum bahkan juga aktivis partai bahkan politisi,” ujarnya.
Ilustrasi - Sosialisasi pemilu 2024 - IST
Padahal, kata Bagus, kondisi ODGJ bermacam-macam. Masyarakat Indonesia masih belum bebas dari pola pikir lama bahwa yang dimaksud dengan ODGJ adalah mereka yang menggelandang di jalanan, dengan tubuh yang kotor bahkan tanpa busana.
“Banyak ODGJ yang bahkan telah pulih yang bahkan tidak terlihat bahwa mereka pernah mengalami gangguan jiwa. Polemik soal ODGJ memilih dalam Pemilu sebaiknya dihentikan karena sebagai warga negara mereka punya hak yang sama dengan warga non-disabilitas,” katanya.
Isu terkini soal ODGJ, tutur Bagus, adalah ODGJ digunakan untuk kepentingan tertentu dalam Pemilu 2024 yakni penggelembungan suara. ODGJ yang ada di jalanan diorganisir, dibuatkan KTP, diberi pakaian untuk nantinya datang ke TPS dan diarahkan untuk memilih calon tertentu.
ADVERTISEMENT
“Isu ini menyesatkan, Dalam pengalaman KPSI, bagi ODGJ dalam masa pemulihan, untuk diajak keluar rumah untuk berobat ke rumah sakit saja masih sulit, apalagi untuk diorganisir dalam Pemilu. Ini menandakan ODGJ terus-menerus dijadikan obyek berita bohong,” sebutnya.
Untuk itu, pihaknya menyerukan kepada seluruh keluarga besar KPSI untuk menentang keras stigmatisasi ODGJ dalam Pemilu. “Kami menyerukan kepada ODGJ dan keluarganya serta simpatisan KPSI diseluruh Indonesia untuk tidak memilih partai, caleg, capres/cawapres yang yang tidak peduli terhadap isu kesehatan jiwa,” ujar Bagus.
Di sisi lain, aturan hukum mengenai hak suara ODGJ di Indonesia kini tumpang tindih. Hal itu berawal dari informasi yang menyebar secara luas bahwa ODGJ yang bisa ikut serta menggunakan hak suara dalam Pemilu 2024 harus menyertakan surat keterangan dari profesional kesehatan jiwa seperti psikolog atau psikiater.
ADVERTISEMENT
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XII tahun 2015 telah merevisi Undang-undang No. 57 ayat 3 yang berbunyi “Pemilih yang terdaftar adalah mereka yang tidak hilang ingatan dan terganggu jiwanya”.
Putusan MK menyebutkan bahwa pasal no 57 ayat 3 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “terganggu jiwa/ingatannya” tidak dimaknai sebagai “mengalami gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum.” Sehingga putusan MK ini menjadikan ODGJ berhak memilih tanpa harus menyertakan surat keterangan dokter.
“ODGJ yang telah terdaftar dalam DPT mestinya bisa ikut Pemilu tanpa harus membawa surat keterangan dokter. Apalagi bagi ODGJ yang kondisinya telah pulih. Jika memang benar ada syarat surat keterangan dokter saya melihatnya sebagai sebuah kemunduran,” kata Bagus Utomo.
ADVERTISEMENT
Ketua KPU Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan menyebut tidak adanya aturan  keterangan dokter bagi pemilih yang tergolong ODGJ. Ia menjelaskan dalam proses pendaftaran DPT keterangan mengenai disabilitas semua telah didata, termasuk disabilitas mental atau ODGJ. Sehingga pemilih yang termasuk ODGJ dapat datang ke TPS tanpa membawa surat keterangan dokter.
Hanya saja, untuk beberapa kasus khusus seperti TPS di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dokter akan memeriksa dan memastikan terlebih dahulu pemilih ODGJ apakah dalam keadaan sehat, sebelum menuju bilik suara.
“Namanya orang sakit kan bisa kambuh sewaktu-waktu. Jika ODGJ yang datang ke TPS lalu kambuh dan misalkan merobek-robek surat suara, bagaimana? Jadi untuk menyatakan ia sehat dan layak mencoblos adalah pemeriksaan oleh dokter,” kata Lidartawan menjelaskan.
ADVERTISEMENT
Hal penting lain menurutnya adalah tentang peran keluarga ODGJ yang mengantarkan para penyandang disabilitas mental ini ke TPS.
“Jadi keluarga yang menentukan apakah kondisi saat hari-H Pemilu mampu atau tidak untuk memilih. Petugas KPPS di lapangan juga siap membantu jika ODGJ mengalami kendala ketika hendak memberikan suaranya saat hari pencobolosan dengan tetap mengedepankan aturan yang ada,” ucap Lidartawan. (kanalbali/ I Ketut Angga Wijaya)
Liputan ini  merupakan kolaborasi Independen.id,  AJI dengan media penerima beasiswa liputan Pemilu 2024 didukung USAID MEDIA - Internews