Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Ini Kisah Joni Agung Jatuh Bangun di Jalur Reggae Bali
29 Oktober 2018 15:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com -- Nama Joni Agung kini lekat dengan musik reggae berbahasa Bali. Ia pun laris di panggung hiburan dengan fans yang fanatik. Dari konser berbau politik hingga sekedar pesta komunitas pun telah dilakoninya. Tapi jalan panjang sudah ditempuh pria berambut gimbal ini.
ADVERTISEMENT
Anak Agung Junni Antara, begitu nama asli pria berbadan besar ini. Kecintaannya terhadap seni musik sudah ada sejak kecil dan mulai serius bermusik antara tahun 1980 – 1990. “Saat itu masih suka jamming saja, bandnya pun belum ada nama. Barulah menggunakan nama sunshine ketika mulai reguler main di cafe dan bar dikawasan Sanur hingga Kuta sekitar tahun 1991,”kata Gung Joni saat ditemui usai latihan Yoga di Pantai Karang Sanur. Kamis, (25/10).
Sejak awal terjun ke dunia musik, dirinya memang sudah jatuh hati pada genre musik asal Negara Jamaica itu. Tidak ada alasan spesial kenapa dirinya memilih genre tersebut selain nadanya yang simple dan digemari oleh semua kalangan. Selain itu feel dan mainya cukup enak dimainkan.
ADVERTISEMENT
“Kebetulan saat itu genre ini memang sedang digandrungi, bahkan Gus Mantra – Pemilik Pragina Production – menggelar event Bali musik Reggae sebanyak 4 kali yang diadakan di Art Centre, Denpasar sambutannya cukup besar,”ucap pria bertatto ini.
Ditahun 1994, pria yang hobby memancing ini juga membuat sebuah project bersama almarhum Jimmy Sila’a dan Agung Cahyadi bahkan sempat ditawari untuk rekaman satu album oleh salah satu studio rekaman ternama kala itu dan dirinya menolak dan memilih mundur dengan alasan idealis dan tetap memilih jalur reggae.
“Saat itu mulai muncul lagu bernuansa mandarin, nah kita ditawari satu album dengan genre tersebut. Kita pilih mundur saja,”kenangnya.
Dirinya mengakui saat itu tak menyadari jika semua genre bisa dikombinasikan dan mulai menyadarinya setelah melalui berbagai pengalaman. Salah satu karya yang hingga kini masih dibawakan adalah lagu yang berjudul “I Luh”. “Musik memang tak bisa dipisahkan dari hidup saya,”katanya lagi.
ADVERTISEMENT
Perjalanannya masih berlanjut hingga tahun 2002 dirinya bertemu dengan Double T yang kala itu juga reguler di tempat dirinya bekerja. Seringnya pertemuan itu membuat keduanya semakin kenal dan atas dasar kesamaan genre adalah hal utama yang membuat keduanya semakin dekat .
"Akhirnya tahun 2003 bertajuk “Pocol” menelurkan album perdana. “Kebetulan vocalis Double T sendiri balik ke negaranya dan saya ditawari untuk bergabung,”jelasnya.
Mengingat saat itu masing-masing memiliki nama yang sudah cukup besar dan dengan fans yang bisa dibilang cukup besar, akhirnya kedua nama tersebut pun di gabung yang hingga kini dikenal sebagai Joni Agung and Double T. “Saat itu juga sedang tren penggunaan nama dengan model menggabungkan seperti itu,”ucap bapak dua anak ini.
ADVERTISEMENT
Lagu Nyoman klepon dan Janjin Beline adalah lagu pertama saat bersama Double T. Nah saat mulai bergabung dengan Double T komitmen bermusik dan membawakan karya original semakin kuat termasuk untuk membuat reggae asli Bali. “Bukan bermaksud gimana, ya kami ingin benar-benar membawakan karya original kami,”tegasnya.
Perbedaan reggae yang mereka bawakan dengan aslinya terdengar dari beat nya, dimana versi Joni Agung memiliki beat yang cukup slow hingga sedang berbeda dengan aslinya yang lebih condong ke up beat. Hingga kini, merekalah yang disebut sebagai pioneer dari band reggae yang ada di Bali dan band seangkatan mereka pun telah bertransformasi ke genre lain bahkan benar-benar meninggalkan dunia musik.
“Ya ini memang jalan saya, saya menjadikan hobby sebagai pekerjaan utama. Selama benar dan serius semua akan menghasilkan,”imbuh pria yang mengaku sempat memainkan genre blues ini.
ADVERTISEMENT
Ditanya tentang rambut gimbalnya yang sangat panjang, ia mengatakan jika rambut tersebut bukan karena mengikuti tren atau sejenisnya namun dirinya telah memelihara rambut gimbal sejak 1994. “Bahkan sejak tahun 90 saya tidak suka potong rambut,”jar pria kelahiran 1973 ini.
Hingga kini, Joni Agung and Double T telah menelurkan 6 album yang masih enak di dengar dan dalam perjalanannya band tersebut sempat mengalami pergantian personel di posisi derum dna penambahan personel di sisi saxhophone.
Personel awal adalah Joni Agung (vokalis), Gung Mayun (keyboard), Dek Alit (gitar), Tilem (bass) dan Cetu (drum) dan kini formasi terakhir mereka adalah Joni Agung (vokalis), Mayun (keyboard), Dek Alit (gitar), Tilem (bass) dan Rody (drum) serta Sandi Lazuardi (saxhophone). Kesederhanaan mereka sangat tampak dari karya yang ditelurkan, mulai dari pemilihan lirik hingga sentuhan nada.
ADVERTISEMENT
Enam belas tahun berkarya nama Joni Agung and Double T semakin melegenda khususnya di genre musik yang identik dengan rambut gimbal ini. Menjawab pertanyaan terakhir terkain inspirasi dalam berarya, ia mengakui jika dalam melakukan proses berkarya selalu menyingkirkan diri dari apapun khususnya musik genre lain.
Hal tersebut dilakukan agar terhindar dari kesamaan nada, sedangkan inspirasinya sendiri ia dapatkan dari berbagai sudut. “Saat sudah jadi saya perdengarkan ke temen-temen lalu cocokkan jika benar-benar fix barulah masuk ke tahap arransemen,”tutupnya. (kanalbali/GAN)