Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kenang Maestro Tari Ketut Mario, Festival 'Merayakan Marya' Digelar di Tabanan
14 April 2024 15:50 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Jumpa pers kegiatan yang diinisiasi Mulawali Institute dilangsungkan di aula STIKOM Bali, Renon, Denpasar pada Sabtu (13/4/2023).
I Wayan Sumahardika, Direktur Artistik Mulawali Institute menjelaskan, festival ini merupakan acara seni pertunjukan untuk membaca ulang sekaligus memaknai arsip secara kritis, kontekstual, dan reparatif, tentang sosok dan karya Ketut Mario (Marya/Maria).
“Karya Marya sangat dikenal, hanya saja jarang diketahui tentang biografinya. Even ini ingin melihat kembali dan membaca ulang maestro tari Bali Marya,” katanya.
Dalam festival itu juga akan diputar beberapa dokumen visual atau film kuno tentang Ketut Mario yang diperoleh dari luar negeri oleh Arsip Bali 1928. Lembaga yang diketuai Marlowe Bandem ini sejak lama getol dalam pencarian dan repatriasi film-film tentang Bali di masa lalu.
ADVERTISEMENT
“Kebanyakan ada di luar negeri, kondisinya ada yang masih bagus dan ada yang sudah rusak, berdebu dan terbengkalai. Sudah ada banyak film yang berhasil kami pulangkan ke Indonesia,” jelasnya.
Film tentang Ketut Mario yang nanti akan diputar di Puri Kaleran, Tabanan memiliki arti penting tentang proses kreatif Ketut Mario yang menciptakan beberapa tari Bali, salah satunya Kebyar Duduk yang fenomenal.
Made Adnyana Ole, penyair dan jurnalis asal Tabanan yang bermukim di Singaraja mengatakan, sebenarnya penyebutan ‘Kebyar Duduk’ keliru, karena posisi penari berjongkok.
“Jongkok dalam budaya Bali punya makna tersendiri. Orang Bali di masa lalu jika makan atau mengobrol selalu jongkok. Ini kemudian dianggap kurang sopan sehingga diganti dengan duduk,” sebutnya.
ADVERTISEMENT
Maka itu, festival ‘Merayakan Marya’ menggunakan tajuk ‘The Famous Squatting Dance’, untuk kembali menggunakan kata jongkok pada tari yang telah terlanjur disebut “Kebyar Duduk” karya Ketut Mario.
Di akhir jumpa pers, budayawan Prof I Made Bandem bercerita banyak tentang sosok Ketut Mario. Para peserta jumpa pers mendengarkan dengan saksama penuturan Bandem yang sempat belajar menari pada Ketut Mario.
“Banyak yang kita bisa pelajari dari Ketut Mario yang mendedikasikan hidupnya pada seni tari. Apa yang dilakukan oleh Mulawali Institute ini patut kita apresiasi,” ujarnya singkat. ( kanalbali/ Angga Wijaya )