Menengok Perajin Gendang yang Kian Langka di Gianyar

Konten Media Partner
28 Desember 2018 15:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menengok Perajin Gendang yang Kian Langka di Gianyar
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Made Ancut sedang menyelesaikan bakalan kendang bersama putranya, Jum;at (28/2) - kanalbali/KR11
ADVERTISEMENT
GIANYAR, kanalbali.com -- Gamelan Bali, sudah dipastikan tidak bisa hidup tanpa adanya suara kendang. Biasanya kendang pada gamelan Bali, terdiri dari sepasang, lanang dan wadon dan dipukul dengan alat atau dengan tangan. Keberadannya makin sulit ditemui,
Nah salah-satu yang masih ada adalah di Banjar Getas Kawan, Desa Buruan, Gianyar.Terdapat tiga pengrajin kendang di banjar ini dan salah satunya adalah kerajinan kendang milik Nang Ancut. Sebelum memasuki rumahnya, dari kejauhan terdengar sayup-sayup bunyi kendang dan terkadang terdengar suara pahat dengan palu. Rupanya, Made Ancut sedang menyetem suara kendang yang akan dijualnya.
Made Ancut asal Banjar Getas Kawan, Desa Buruan adalah salah satu dari tiga perajin kendang di Desa Buruan yang masih bertahan dengan pekerjaan yang dilakoninya turun temurun. Sedangkan dua perajin lainnya adalah saudaranya sendiri yang memilih sebagai perajin secara mandiri.
ADVERTISEMENT
Pada Jumat (28/12) , Made Ancut sedang mencoba memasang tali kendang dan putranya sendiri sedang melubangi kendang lainnya. Sambil bekerja, Made Ancut menjelaskan bahan terbaik untuk kendang adalah kayu Nangka, sedangkan kayu lain seperti Kayu Intaran atau Mangga, kualitas suara kendangnya tidak sebagus kendang dari Kayu Nangka (Ketewel).
“Nyari kayunya juga sudah susah, sebelumnya bahan local masih banyak di Bali, kini mulai didatangkan dari Lombok dan saat ini didatangkan dari Jawa,” jelas Made Ancut yang menekuni kerajinan kendang sejak Tahun 1999 silam. Nang Ancut yang juga lihai memainkan kendang menyebutkan ilmu membuat kendangnya didapat dari orang tuanya bersama keluarga besarnya di Banjar Getas Kawan.
ADVERTISEMENT
Mengingat teknologi pengerjaan kayu saat ini sudah berkembang, maka dirinya bersama perajin lainnya memesan kayu atau bahan sesuai ukuran kendang. Menurutnya panjang dan lebarnya mesti sesuai dengan panjangnya. Dimana rata-rata per potong kayu dibelinya mulai dari Rp 250 ribu sampai Rp 750 ribu perbahan kendang.
Dikatakannya, sebelum peralatan mesin masuk, dirinya mengolah kayu dengan cara manual dan tidak jarang bahan yang diolahnya pecah. “Saat ini sudah ada mesin, sehari bisa mengerjakan enam bakalan kendang, dulu dengan manual hanya bisa satu buah dalam tiga hari,” tutur putranya Wayan Ardana.
Wayan Ardana sendiri juga menuturkan, proses untuk menjadi kendang yang cukup membutuhkan waktu, mengingat setelah berbentuk bakalan kendang, masih butuh waktu lagi agar kayu tersebut kering udara. “Kalau masih basah difinish, suara kendang akan rusak dan kayu harus benar-benar kering udara,” terang Ardana.
ADVERTISEMENT
Setelah kering itupun mesti menunggu waktu sekitar satu minggu untuk pemasangan kulit (penukub). Bahkan setelah jadi, kendang tersebut mesti dicoba suaranya, apa sudah sesuai dengan nadanya. Mengingat suara kendang dikenal dengan kendang lanang dan kendang wadon. “Biasanya dalam bentuk bakalan sudah nampak suaranya bagus atau tidak, sehingga bakalannya mesti bagus dan benar-benar bersih,” paparnya.
Untuk harga kendang, per pasangnya dari ukuran kecil (kendang angklung) dijualnya dengan harga Rp 1 juta, sedangkan kendang Krumpungan dijual perpasang Rp 2,6 juta. Dan kendang yang paling besar dijualnya sampai Rp 4,5 juta perpasangnya.
“Lain lagi kalau kendang berukir, sepasangnya bisa sampai Rp 9 juta,” jelas Ardana lagi. Sedangkan untuk servis atau mengganti penukub paling rendah dipatok harga Rp 600 ribu dan paling tinggi Rp 1,8 juta per pasangnya.
ADVERTISEMENT
Disebutkan Made Ancut, kendangnya sudah dipakai seantero Bali. Di Kabupaten Gianyar sendiri, produksi kendangnya hampir rata-rata menggunakannya. “Produksi kendang kami sudah laku sampai ke Lampung dan Sulawesi. Pengirimannya dengan paket khusus, agar tidak rusak sampai di tempat tujuan,” tuturnya. H
anya saat ini kebanyakan dari warga yang melakukan servis penukub karena penukubnya sudah robek. Untuk servis ini dibutuhkan waktu seminggu, mengingat proses pengeringan kulit sapi membutuhkan waktu sampai 3 hari belum termasuk memasang tali.
Made Ancut bersama putranya juga menuturkan, penjualan kendangnya tidak perlu bersaing, mengingat keahlian membuatnya mesti memiliki keahlian khusus. “Seminggu sekali ada saja warga atau sekaa gong yang servis, atau kadang-kadang menerima pesanan. Mau ambil yang sudah jadi juga ada. Kami memiliki stok sekitar 250 pasang kendang dari berbagai ukuran,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Namun untuk kendang berukir, menurutnya harus dipesan terlebih dulu, agar gaya ukirannya sesuai dengan pemesan. Hanya menurutnya bisa order servis dan pesanan kendang sepi, maka Made Ancut melakoni pekerjaan ke sawah miliknya yang sekitar 25 are. “Pekerjaan yang mana sambilan, saya tidak tahu. Semuanya pekerjaan utama,” terangnya. Biasanya pesanan mulai ramai jelang-jelang PKB atau jelang perayaan Hari Nyepi. (kanalbali/KR11)