Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten Media Partner
Sambil Ikuti Terapi, Orang dengan Skizofrenia di Bali Bikin Dupa Herbal
6 Agustus 2022 13:32 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Kalau penderita skizofrenia itu bisa sembuh 80 persen karena obat yang diminum, tapi 20 persennya dipengaruhi dengan terapi melakukan aktivitas fisik atau disebut sebagai rehabilitasi psikososial berbasis masyarakat," kata psikiater sekaligus pendiri Rumah Berdaya Denpasar, Dokter I Gusti Rai Putra Wiguna, Sabtu (6/8/2022).
Menurutnya, terapi psikososial ini penting untuk dijalani penderita skizofrenia, karena jika mereka sudah pulih tapi tidak memiliki kesibukan, maka penyakitnya dapat kambuh kembali.
"Membuat dupa herbal dari sejak awal hingga bisa dipasarkan juga sebagai salah satu bentuk rehabilitasi psikososial, karena penderita skizofrenia akan memiliki aktivitas reguler yang mampu membantu pengembangan kemampuan sosial sembari menjalani terapi kerja," tuturnya.
Ia pun berharap aktivitas pembuatan dupa ini bisa terus berlanjut, karena penderita skizofrenia akan semakin dekat dengan kemandirian, dan mempunyai harga diri kembali. Dengan begitu, stigma masyarakat tentang orang gila dan menggelandang bisa perlahan pudar.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan bahwa skizofrenia sebagai salah satu gangguan kejiwaan yang masuk dalam kategori berat, gejalanya ditunjukan dengan berhalusinasi, curiga, dan merasa mampu yang berlebihan. Hal ini sering disalah artikan oleh masyarakat sebagai kategori gila, padahal skizofrenia sebenarnya gangguan otak yang bisa diobati.
Adapun skizofrenia ini disebabkan oleh berbagai faktor atau multifaktorial, salah satunya karena ketidakseimbangan zat kimia alami di dalam otak.
"Jadi semua orang memiliki zat-zat alami tersebut, tapi ketika ada yang tidak seimbang, maka dapat menunjukkan gejala skizofrenia," imbuhnya.
Selain itu, faktor penyebab yang lainnya seperti adanya faktor genetik, gangguan saat kehamilan maupun dalam proses persalinan, mengalami kekerasan ketika kecil, hingga skizofrenia akibat penyalahgunaan narkotika.
"Dari sisi kerentanan genetiknya, skizofrenia lebih banyak terjadi pada wanita, tapi gejalanya lebih berat pada laki-laki," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, penderita skizofrenia bisa sembuh dengan pengobatan yang teratur dan terapi psikososial. Ia mencontohkan 5 orang yang sebelumnya pernah mengalami skizofrenia, saat ini telah sembuh dan bekerja di Rumah Berdaya Denpasar sebagai ASN non PNS. Bahkan ada yang sudah menjadi PNS di Dinas Pendidikan dengan kuota disabilitas psikososial.
"Pada dasarnya mereka bisa pulih dan kembali ke lingkungan sosial dengan keterampilan yang lebih baik. Namun dalam pengobatannya, mereka lebih memerlukan akses transportasi yang memadai, karena saat ini fasilitasnya belum terjangkau. Jadi masih banyak yang sulit berobat ke Rumah Berdaya," ungkapnya. (Kanalbali/LSU)