Konten Media Partner

Soroti Transisi Energi, Aktivis di Bali Tolak LNG

8 Juli 2023 9:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Acara diskusi dan peluncuran buletin 'Dont Gas' di Denpasar, Bali, Jumat (7/7/2023) - WIB
zoom-in-whitePerbesar
Acara diskusi dan peluncuran buletin 'Dont Gas' di Denpasar, Bali, Jumat (7/7/2023) - WIB
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Sejumlah aktivis lingkungan di Bali menyatakan penolakan terhadap Liquid Natural Gas (LNG) yang dipromosikan sebagai strategi transisi energi menuju energi bersih di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Kami menilai LNG tetap merupakan sumber energi yang mengancam lingkungan dan khususnya pada perubahan iklim,” kata Roberto Hutabarat dalam acara diskusi dan peluncuran buletin ‘Don’t Gas’ di Denpasar, Jumat (7/7/2023).
Hal itu merujuk pada cara untuk memperoleh sumber gas yang dilakukan layaknya penambangan dan model pengangkutan yang menimbulkan jejak karbon. “Belum lagi bahaya perubahan kondisi alam untuk instalasi gas serta pencemaran bila terjadi kebocoran,” katanya.
Menurut dia, pengembangan energi bersih mestinya benar-benan mengacu pada pengembangan teknologi terbarukan seperti mikrohidro, angin dan matahari. Apalagi hal itu sudah menjadi kebijakan pemerintah sejak lama dan tinggal direalisasikan saja.
Adapun di Bali saat ini Terminal LNG sedang diupayakan untuk dibangun oleh pihak Pemerintah Daerah melalui Perumda yang bekerjasama dengan pihak swasta. Selain soal energi bersih, upaya itu dinyatakan untuk mewujudkan kemandirian energi bagi Bali yang saat ini sebagian masih harus disuplai dari Jawa.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Roberto, alasan tidak relevan. “Sebab, bila menggunakan LNG tetap saja harus menggantungkan suplai LNG dari luar Bali,” katanya.
Mengenai penolakan LNG, menurutnya, bukan hanya di Bali tetapi merupakan gerakan nasional di berbagai wilayah di Indonesia yang sudah ada instalasi gasnya atau yang menjadi tujuan pengembangan LNG.
Melalui buletin yang diterbitkan diharapkan akan terjadi diskusi dan sikap kritis agar transisi energi tidak hanya mengikuti narasi yang disuarakan oleh pemerintah. “Masyarakat juga berhak memiliki pilihan dan pemahaman mengenai resiko dari pilihan-pilihan itu,” tegasnya. (kanalbali/WIB)