Tangguh Bencana, Warga di Jembrana, Bali, Adopsi Pertanian Permakultur

Konten Media Partner
11 Mei 2022 10:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penanaman pohon di area sekitar hutan sebagai antisipasi kelangkaan pangan sata bencana - IST
zoom-in-whitePerbesar
Penanaman pohon di area sekitar hutan sebagai antisipasi kelangkaan pangan sata bencana - IST
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com – Desa Yeh Embang Kauh, Kabupaten Jembrana, Bali, adalah salah satu desa dampingan Yayasan IDEP Selaras Alam sebagai desa tangguh bencana Desa ini mengadopsi sistem pertanian permakultur sejak 2015.
ADVERTISEMENT
Permakultur sebenarnya ilmu filsafat yang berisi budaya kehidupan yang berkelanjutan, sehingga mampu hidup dalam kondisi apapun,” kata Putu Bawa, BWP Program Manager Yayasan IDEP dalam webinar yang diadakan secara virtual, Selasa, (10/5/2022).
Ia menjelaskan, desa yang terletak di Bali Barat ini permakultur diterapkan sebelum, saat, dan setelah ada bencana. Adapun penerapannya dilakukan dari hulu sampai hilir, dengan menjaga kawasan hutan, dan sumber air. Setiap masyarakatnya juga membuat kebun pekarangan keluarga, serta menginstalasi 13 reaktor biogas untuk mengurangi kerentanan ketika terjadi bencana.
Menurut Bawa, permakultur sendiri pertama kali dicetuskan oleh Bill Mollison dari Australia pada tahun 70-an untuk melawan teori revolusi hijau dan berkembangnya penggunaan produk pangan yang tidak berkelanjutan di dunia. Kemudian sistem ini dimuat dalam sebuah buku dan banyak lembaga serta komunitas mengikuti jejaknya, termasuk diadopsi oleh yayasan IDEP pada setiap kegiatan kesiapsiagaan bencana.
Ana-anak diajarkan menanam pohon yang sesuai dengan kondisi alam setempat - IST
Berangkat dari prinsip permakultur yang dibangun dari beberapa hal, yakni adanya keseimbangan, perencanaan, rancangan, dan berbagi. Jika prinsip ini terpenuhi, diharapkan masyarakat mampu menjadi masyarakat tangguh yang mengedepankan etika permakultur, seperti peduli bumi, peduli sesama, dan pembagian yang adil.
ADVERTISEMENT
“Jadi pada setiap kegiatan pasti kita pakai prinsip dan etika permakultur, apa ini sudah sesuai dengan perencanaan, apa sudah seimbang, dan tidak kalah penting adalah berbagi peran antara semua stakeholder,” tuturnya.
Lebih lanjut, dalam permakultur terdapat beberapa komponen penting dalam melakukan pemetaan dan identifikasi lokal. Hal ini bertujuan untuk melihat adanya potensi bencana di suatu wilayah. Khusus di Desa Yeh Embang Kauh diidentifikasi memiliki potensi bencana kebakaran, kekeringan, tanah longsor, gempa bumi, dan banjir bandang.
“Dengan adanya potensi bencana ini, kami semua coba mengidentifikasi penanganan bencana dengan prinsip dan etika permakultur, sehingga akan mampu menjawab semua permasalahan. Seperti halnya jika ada gempa bumi kami rancang rumah aman gempa, dan meminimalisir resiko kekeringan dengan membuat penampungan air hujan," jelasnya. (Kanalbali/LSU)
ADVERTISEMENT