Berdampak Buruk, Petani dan Nelayan Buleleng Tolak PLTU Batubara

Konten Media Partner
3 Agustus 2018 0:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Berdampak Buruk, Petani dan Nelayan Buleleng Tolak PLTU Batubara
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com -- Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara Buleleng merugikan masyarakat Desa Celukan Bawang, Gerokgak, Buleleng, Bali. Perwakilan masyarakat pun menyampaikan protesnya atas rencana perluasan PLTU tersebut ke kantor DPRD Bali pada Kamis (2/8).
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPRD Bali, Sugawa Korry, yang menerima perwakilan warga mengaku akan menindaklanjuti kritik masyarakat tersebut. "Kami akan menindaklanjuti laporan masyarakat dan akan mengecek kondisi di lapangan secara langsung," kata dia.
Dalam pertemuan itu, masyarakat Desa Celukan Bawang yang berprofesi sebagai petani diwakilkan I Ketut Mangku Wijana, sedangkan mereka yang bekerja sebagai nelayan diwakilkan Baidi Suparlan dan I Putu Gede. Para petani dan nelayan merupakan pihak yang sangat dirugikan dari PLTU Batubara itu.
“Hasil tangkapan kami sudah menurun drastis. Sebelum PLTU beroperasi, tangkapan kami bisa 200-300 ember, satu ember kapasitasnya 15 kilogram dan harganya sekitar Rp 300-400 ribu," kata I Putu Gede.
"Namun sejak PLTU tahap 1 beroperasi, kami harus berlayar jauh ke tengah. Sehingga biaya operasional kami membengkak.”
ADVERTISEMENT
I Ketut Mangku Wijana juga menegaskan dampak negatif dari PLTU Batubara itu. Untuk itu, DPRD Bali diminta membantu mereka dengan mencabut izin rencana perluasan yang sudah diterbitkan.
“Saya sudah merasakan sendiri dampaknya. Sebagai petani kelapa, pohon kelapa di kebun saya banyak yang kering, buahnya mengecil sejak ada PLTU. Sudah tidak bisa diandalkan,” ujar Mangku Wijana.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bali, Putu Dewa Adnyana, yang mendampingi perwakilan masyarakat itu menilai adanya kejanggalan dalam proses sosialisasi pembangunan PLTU Batubara Buleleng itu.
“Rencana perluasan sama sekali tidak pernah melibatkan warga. Warga yang hadir hanya 23 orang, itupun hanya di Pungkukan dan ini sudah diakui oleh Kades mereka sendiri,” katanya.
ADVERTISEMENT
“Ini membuktikan bahwa proses soisalisasi tidak melibatkan warga, sehingga warga kehilangan hak partisipasi dan tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh rencana perluasan tersebut.”
Sebelumnya, warga sudah menggugat izin lokasi PLTU Batubara itu. Sampai saat ini sudah 11 kali persidangan digelar dan sudah masuk kepada agenda penyerahan kesimpulan. Sedangkan sidang putusan akan diadakan pada 16 Agustus 2018. (kanalbali/RLS)