Tradisi Gandrung Banjar Suwung Batan Kendal Ditampilkan di Pesta Kesenian Bali

Konten Media Partner
12 Juli 2023 12:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah-satu adegan dalam Tradisi Gandrung dari Denpasar, Bali - IST
zoom-in-whitePerbesar
Salah-satu adegan dalam Tradisi Gandrung dari Denpasar, Bali - IST
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
DENPASAR, kanalbali.com - Keberadaan tradisi gandrung ternyata tersebar di berbagai kabupaten di Bali. Menariknya, masing-masing daerah itu memiliki kekhasan yang membedakan dengan kesenian Gandrung dari daerah lain.
ADVERTISEMENT
Pada Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV tahunn ini, kesenian Gandrung Suwung Batan Kendal Denpasar diberi kesempatan tampil menampilkan gayanya yang masih lestari.
Kesenian Gandrung ini disajikan oleh Komunitas Seni Candi Ghana di Kalangan Angsoka, Taman Budaya (Art Centre) Provinsi Bali, Selasa (11/7). Kesenian Gandrung Suwung Batan Kendal merupakan kesenian tradisi yang ditarikan setiap pujawali di Pura Dalem Desa Adat Sesetan. Ada tujuh pementasan, berupa tari dan tabuh.
Penampilan sanggar ini diawali Tabuh Petegak Klasik Kreasi Kebyar Ndung Samudra Kerti yang merupakan tabuh kreasi klasik yang diciptakan sekitar tahun 1961.
Selanjutnya, pementasan Tari Condong Gandrung yang terinspirasi dari Tari Condong Palegongan, lalu Tabuh Petegak Klasik Kreasi Jejagulan, kemudian Tari Gegandrangan Ratu Ayu Gandrung (sesi I), sebuah tarian sakral yang ditampilkan dalam bentuk tunggal dan ditarikan oleh seorang penari laki-laki yang belum menginjak dewasa atau mengalami masa akil balik.
Tari ngibing menjadi bagian dari tradisi Gandrung - IST
Pada tari ini, penonton diajak “ngibing” (ikut menari) sehingga pertunjukan menjadi lebih atraktif. Bahkan, maestro tari Bali Prof Made Bandem juga ikut ngibing pada penari cilik. Kemudian, kembali Tabuh Petegak Klasik Kesiar Angklung diciptakan sekitar tahun 1960 oleh Putu Geria.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, dilanjutkan dengan Tari Gegandrangan Ratu Ayu Gandrung (sesi II). Pementasan kemduian ditutup Tari Kreasi Tasik Amertaning Segara yang menceritakan kehidupan masyarakat Suwung Batan Kendal yang sebagian besar berprofesi sebagai pembuat garam secara tradisional (nguyah).
Ketua Komunitas Seni Candi Ghana, Udha Pramesti mengatakan. Tari Gandrung Suwung Batan Kendal ini biasanya dipentaskan pada pujawali di Pura Dalem Desa Adat Sesetan. Dalam penyajian kalin ini, pihaknya melakukan sedikit kreasi pada pementasan Gandrung kali ini. Misalnya penambahan alat musik suling dan gong.
Sementara itu alat musik kendang juga ditambah menjadi 3 yang umumnya hanya 1 kendang. "Saya harapkan tidak punah supaya ciri masyarakat Suwung Batan Kendal sebagai petani garam terus ada karena itu adalah awal mula kehidupan di Suwung Batan Kendal," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Udha mengatakan pihaknya melakukan persiapan lumayan lama sekitar 3 bulan dengan melibatkan sekitar 30 orang seniman.
"Saya senang sekali dengan penampilan anak-anak yang begitu semangat untuk menyuguhkan sebuah pertunjukan Gandrung yang begitu sakral yang unik yang merupakan Sesuhunan di Banjar Suwung Batan Kendal," ujar Guru karawitan SMKN 5 Denpasar ini senang.
Sementara itu kurator PKB ke-45, Prof Dr I Made Bandem, menjelaskan kesenian gandrung memiliki banyak corak tersebar di Bali. Ia menuturkan dokter Belanda Julius Jacobs yang mengunjungi Bali 1880-an sudah melaporkan adanya kesenian Gandrung di Pulau Dewata.
"Banyak sekali jenis Gandrung di Bali disebut juga Joged Pingitan. Dr Julius Jacobs dari Belanda datang ke Bali pada 1881 melihat banyak jenis gandrung yang dipentaskan oleh para raja zaman dulu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalannnya kesenian ini kemudian keluar dari istana dan dikembangkan oleh masyarakat luas. Musik gamelan yang mengiringinya kemudian berganti menggunakan gamelan bambu. Kedekatan hubungan Bali dengan Banyuwangi Jawa Timur juga mengakibatkan kesenian Gandrung juga ditemui di Banyuwangi. “Meski memiliki ciri khas masing-masing masih bisa ditemui sejumlah kesamaan seperti dalam gamelan, gerakan tari, maupun kostum yang dikenakan,” pungkas Prof. Bandem. (kanalbali/RLS)