Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Kekuasaan Absolut dalam Trias Politica
2 Desember 2024 12:42 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Karent Tiara Sukma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika berbicara mengenai sistem politik di masa sekarang maka tidak akan terlepas dari kekuasaan. Terdapat suatu konsep yaitu “Trias Politica” yang berasal dari bahasa Yunani, konsep ini diartikan sebagai politik tiga serangkai. Tujuan dari konsep Trias Politica itu sendiri adalah pemisahan kekuasaan yang bertujuan untuk mencegah adanya kekuasaan yang bersifat Absolut di suatu negara. John Locke seorang filsuf Inggris merupakan tokoh penemu konsep Trias politica, yang kemudian dikembangkan dan dalam buku yang dalam buku yang berjudul “L’Esprit des Lois” karya Montesquieu. Indonesia sebagai negara Demokrasi menjadi salah satu negara yang menganut konsep ini. Dalam sistem politik Indonesia kekuasaan terbagi menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif dimana setiap lembaga memiliki perannya masing-masing Satu untuk membuat aturan, Kedua untuk melaksanakan aturan, dan yang ketiga untuk menegakkan aturan. Dan dalam konsep Trias politica ini ketiga kekuasaan ini tidak boleh bercampur aduk, tidak boleh ada satu pihak yang mengontrol ketiga lembaga tersebut. Karena jika ketiga lembaga ini di kontrol oleh satu pihak, kekuasaan akan bersifat absolut dan tidak akan ada check and balance dalam sistem politik tersebut. Dimana pemimpin yang memegang kekuasaan absolut dapat melakukan apapun sesuai dengan keinginannya, segala tindakan yang dilakukan dan seburuk apapun tindakannya rakyat lah yang akan merasakan dampak dari apa yang dilakukannya. Apakah mungkin satu orang di Indonesia memiliki kekuasaan dalam Trias Politica? Sistem ini mewujudkan Indonesia sebagai negara Demokrasi yang mengutamakan rakyat bukan keluarga, kerabat maupun kolega.
ADVERTISEMENT
Terdapat kejanggalan saat DPR secara cepat, hanya memerlukan waktu tujuh jam untuk mengubah Undang Undang. Dan dari lembaga Yudikatif yaitu MK dimana putra dari bapak Presiden Joko Widodo yang pada saat itu masih belum cukup umur untuk maju sebagai calon wakil presiden, namun secara kebetulan aturan tersebut berubah. Menurut analisa dari beberapa tokoh satu orang saja tidak bisa mengontrol keseluruhan dari Trias Politica. Namun apakah mungkin satu orang bersama dengan keluarga, kerabat dan koleganya mengisi posisi-posisi di semua lembaga kekuasaan politik tersebut sekaligus, sehingga satu orang ini memiliki kekuasaan yang absolut dimana ia bisa mengubah apapun sesuai dengan keinginannya? Karena pada dasarnya kekuasaan dapat bersifat adiktif, atau dapat dikatakan “Sekali Anda memilikinya, Anda tidak akan pernah mau melepaskannya”. Disaat satu tokoh terkena rumor untuk menjabat tiga periode yang gagal karena terdapat aksi demo, akhirnya ia memilih meneruskan kekuasaannya kepada anaknya untuk maju menjadi calon wakil presiden. Terbukti bahwa kekuasaan pada dasarnya bersifat adiktif atau sulit untuk melepaskannya. Dapat sangat berbahaya jika satu orang pemegang kekuasaan membuat keputusan bukan untuk rakyat tapi untuk keluarga, kerabat, dan koleganya.
ADVERTISEMENT
Legislatif
Jika kita berbicara mengenai kekuasaan Legislatif di Indonesia tidak akan jauh dari DPR atau “Dewan Perwakilan Rakyat” yang seharusnya mewakili harapan dan aspirasi seluruh warga Indonesia. Namun sempat menjadi trending di media sosial dimana netizen mengubah kepanjangan DPR menjadi Dewan Penderitaan Rakyat, atau seperti yang di unggah Ridwan Kamil dalam media sosialnya ia mengatakan DPR sebagai Dewan Penipuan Rakyat, ada apa? Masinton dalam majalah Tempo edisi Nawa Dosa Jokowi mengibaratkan DPR di era pemerintahan Jokowi hanya sebagai tukang stempel “ bisanya hanya setuju setuju saja” ujarnya. Beliau mengasumsikan DPR sebagai tukang Tanda tangan dengan arahan presiden. Jika berbicara mengenai DPR pasti tidak jauh jauh dari Partai politik. Sempat ramai dan menjadi trending di sosial media mengenai KIM Plus atau Koalisi Indonesia Maju, aturan terbaru mengenai syarat untuk dapat memajukan calon Gubernur dibutuhkan Threshold sebesar 20% dari kursi DPR, harus semakin banyak partai politik yang masuk ke suatu koalisi untuk memberikan kekuatan absolut kepada satu calon. Dalam kasus ini menurut beberapa opini mengenai mengapa kekuasaan legislatif atau DPR tidak mau menurunkan Threshold ke 7,5% karena dengan begitu mereka tidak bisa memberikan kekuatan absolut kepada satu calon, karena semua dapat terlibat. Dapat diasumsikan bahwa KIM plus adalah usaha memonopoli suara DPR untuk memajukan seseorang. Terdapat berbagai rumor beredar bahwa KIM plus ini dirangkul oleh satu orang yang sangat berkuasa.Kekuasaan absolut dapat menghancurkan konstitusi negara.
ADVERTISEMENT
Yudikatif
Gibran berhasil maju sebagai calon presiden termuda sepanjang sejarah Republik Indonesia. Di saat pelantikan jika kita melihat peraturan yang lama seharusnya beliau tidak dapat atau belum boleh mencalonkan diri. Namun aturan tiba tiba berubah dimana Gibran dapat maju sebagai calon wakil presiden di usia yang sangat muda yaitu 36 tahun. Sama halnya dengan Kaesang yang telah melakukan begitu banyak kampanye, padahal pada masa itu kesang belum sah sebagai calon gubernur. Karena syarat untuk maju ke Pilgub perlu minimal umur 30 tahun saat pendaftaran, namun kaesang baru berumur 30 pada 25 Desember 2024 sehingga Kaesang tidak dapat maju sebagai calon gubernur. Sempat beredar kembali rumor bahwa aturan tersebut juga akan diubah sehingga sempat menjadi trending yaitu “Garuda Biru” sebagai tanda darurat mengenai putusan MK mengenai perubahan aturan tersebut.
ADVERTISEMENT
Eksekutif
Kita akan melihat kaus ini dari lembaga eksekutif. Disini kita akan berbicara mengenai peran sebagai presiden, menteri, kabinet, dan secara spesifik akan membahas mengenai KPK. Dalam periode kedua masa pemerintahan presiden Jokowi tingkat korupsi di Indonesia semakin buruk, KPK yang seharusnya memiliki kekuatan yang utuh untuk menyidik semua yang bersalah dalam kasus korupsi mengalami pelemahan melalui revisi UU KPK. Lembaga ini tidak leluasa dalam menyidik kasus korupsi, seolah olah ada sesuatu yang menekan atau menghalangi mereka. Seperti halnya dalam kasus dimana menteri Bahlil Lahadalia yang menggantikan posisi Airlangga sebagai ketua umum partai Golkar yang menurut sumber dari berbagai media Airlangga mundur tanpa adanya paksaan. Namun secara tiba tiba muncul kasus korupsi yang dilakukan oleh beliau. Beberapa orang berasumsi bahwa selama ini beliau dibiarkan agar kedepannya hal tersebut dapat dijadikan ancaman jika oknum yang terlibat tidak mendukung keputusan beliau maka kasus korupsi dari tersangka akan dibuka, agar oknum yang terlibat tetap mendukung segala keputusan yang dibuat oleh Presiden. Kekuasaan sebagai presiden seharusnya tidak disalahgunakan untuk mengontrol kekuasaan dengan ancaman seperti dalam kasus Airlangga. Hal tersebut bisa saja merupakan salah satu alasan dilemahkannya KPK. Beberapa kali reshuffle kabinet diisi oleh lingkaran kekuasaan yang secara kebetulan merupakan keluarga, kerabat dan kolega Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi dikelilingi keluarga, kerabat dan kolega yang mengisi posisi posisi dalam lembaga Trias Politica. Presiden Joko Widodo mendapat banyak sekali sentimen baik dan dukungan dari tokoh publik seperti artis dan influencer yang seolah-olah membuat apa yang salah terlihat benar. Dapat dilihat dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia bahwa sesuatu yang beredar di sosial media dan partisipasi dari tokoh tokoh publik sangat berpengaruh dalam membentuk opini masyarakat.
ADVERTISEMENT
Akan sangat berbahaya apabila mereka bersatu sehingga hal tersebut akan menjadi kekuatan absolut dalam pemerintahan. Hukum, Politik, dan publikasi sangatlah penting dalam kehidupan pemerintahan di Indonesia. Pada kenyataannya selama seseorang memiliki kekuatan massa semua hal bisa diubah seakan sesuatu atau perspektif yang salah dapat terlihat benar.