Konten dari Pengguna

Makanan sebagai Gaya Hidup: Tren, Identitas, dan Wawasan Baru

Karina Syaharani
Seorang mahasiswi semester 5 program studi Manajemen FEB UGM
2 Desember 2024 11:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Karina Syaharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan modern, makanan tidak lagi sekadar kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Makanan telah berubah menjadi sebuah pernyataan gaya hidup, mencerminkan nilai, status sosial, dan bahkan identitas seseorang. Mulai dari tren diet vegan hingga fenomena kopi susu kekinian, pilihan makanan kini sering menjadi cerminan siapa kita di mata orang lain. Apa yang membuat makanan memiliki peran sedemikian besar dalam kehidupan modern?
ADVERTISEMENT
Makanan dan Identitas Budaya
Secara tradisional, makanan selalu menjadi bagian penting dari budaya. Setiap daerah memiliki keunikan dalam cara memasak dan bahan yang digunakan, yang mencerminkan sejarah, geografi, dan keyakinan masyarakatnya. Contohnya, rendang dari Sumatra Barat tidak hanya dikenal sebagai makanan lezat tetapi juga memiliki nilai simbolis. Hidangan ini sering disajikan dalam acara besar sebagai lambang kebersamaan dan penghormatan terhadap tamu.
Contoh lain adalah pizza Margherita dari Italia. Pizza ini diciptakan pada akhir abad ke-19 sebagai penghormatan kepada Ratu Margherita. Warna toppingnya—merah (tomat), putih (keju mozzarella), dan hijau (daun basil)—melambangkan bendera Italia. Makanan seperti ini menunjukkan bagaimana budaya dan identitas nasional sering kali dirayakan melalui kuliner.
Ilustrasi pizza Margherita. Foto: Juliezimmi4 via pixabay
Namun, globalisasi membawa pengaruh besar terhadap cara kita memandang makanan. Hidangan lokal yang dulu hanya dikenal di daerah asalnya kini dapat dinikmati di berbagai belahan dunia. Misalnya, sushi dari Jepang telah menjadi menu favorit di banyak kota besar di berbagai belahan dunia. Di sisi lain, globalisasi juga mendorong masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup baru yang sering kali mengaburkan akar budaya tradisional.
ADVERTISEMENT
Makanan dalam Perspektif Gaya Hidup Modern
Di era digital, makanan telah menjadi media ekspresi diri. Media sosial, seperti Instagram dan TikTok, mendorong orang untuk mengabadikan setiap momen makan mereka, sering kali dengan tampilan makanan yang artistik dan menarik. Makanan bukan hanya soal rasa tetapi juga estetika.
Selain itu, tren diet tertentu juga menjadi simbol status sosial dan komitmen terhadap nilai-nilai tertentu. Misalnya, diet vegan sering diasosiasikan dengan gaya hidup sehat dan peduli lingkungan, Sementara itu, tren seperti farm-to-table menekankan pentingnya mendukung petani lokal dan konsumsi bahan-bahan segar.
Di sisi lain, keterkaitan makanan dengan kesehatan membuat banyak orang lebih selektif. Tren seperti diet keto atau makanan organik berkembang pesat karena meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga tubuh melalui makanan.
ADVERTISEMENT
Makanan dengan Sejarah dan Keunikan yang Memikat
Beberapa makanan tidak hanya menarik karena rasanya tetapi juga karena sejarahnya yang unik. Contohnya, croissant dari Prancis sebenarnya berasal dari Austria. Croissant atau yang awalnya dikenal dengan nama kipferl ini pertama kali dibuat untuk merayakan kemenangan militer Austria melawan Kekaisaran Ottoman, dengan bentuk bulan sabit yang melambangkan lambang Ottoman. Hidangan ini kemudian diadaptasi oleh Prancis dan menjadi ikon budaya mereka.
Ilustrasi croissant. Foto: DC Williams via Pixabay
Lain lagi dengan es krim Neapolitan, yang dikenal dengan kombinasi rasa cokelat, vanila, dan stroberi. Es krim ini lahir dari komunitas imigran Italia di Amerika Serikat pada abad ke-19, yang ingin mengenalkan rasa-rasa tradisional Italia dengan cara yang menarik bagi masyarakat setempat. Es krim ini awalnya bernama spumone dan disebut sebagai es krim Neapolitan karena diperkenalkan dengan gaya Neapolitan. Neapolitan sendiri adalah sebutan orang Amerika untuk menyebut gaya orang Napoli.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, contoh makanan dengan sejarah unik adalah tahu Sumedang. Makanan ini awalnya dikembangkan oleh Ong Kino, seorang perantau asal Tiongkok di Sumedang pada awal abad ke-20, yang memadukan teknik pembuatan tahu Tiongkok dengan cita rasa lokal. Kini, tahu Sumedang menjadi salah satu ikon kuliner Indonesia.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Ketika makanan menjadi bagian dari gaya hidup, ia mendorong pertumbuhan di sektor ekonomi dengan membuka peluang besar bagi pelaku usaha, terutama di bidang kuliner. ren seperti kopi kekinian, minuman boba, dan makanan sehat berbasis tanaman telah membuka peluang besar bagi UMKM. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, kita bisa melihat munculnya berbagai usaha kuliner yang menawarkan makanan dengan konsep unik, seperti kafe dengan menu tematik atau warung makan yang mengangkat kembali makanan tradisional dengan presentasi modern.
ADVERTISEMENT
Namun, di sisi lain tren ini juga memunculkan tantangan. Konsumen mulai menuntut makanan yang tidak hanya lezat tetapi juga etis dan berkelanjutan. Munculnya permintaan terhadap produk zero waste dan pengemasan ramah lingkungan adalah bukti bahwa makanan tidak hanya dinilai dari rasanya tetapi juga dari dampaknya terhadap lingkungan. Ini juga menjadi bukti kuat dimana kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan telah meningkat. Banyak restoran kini mulai mengadopsi konsep ramah lingkungan, seperti penggunaan bahan organik, pengurangan limbah plastik, dan pengemasan berbasis bahan daur ulang.
Ilustrasi produk eco-friendly. Foto: Sarah Chai via pexels
Di tingkat global, tren ini juga mendorong inovasi di bidang teknologi pangan. Contohnya adalah daging sintetis yang dibuat di laboratorium untuk mengurangi ketergantungan pada peternakan hewan. Meskipun masih kontroversial, inovasi ini mencerminkan arah baru dalam konsumsi makanan yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dan tentunya juga mendorong industri makanan untuk terus berinovasi, tidak hanya dalam rasa tetapi juga dalam proses produksi dan distribusi.
ADVERTISEMENT
Penutup
Ketika makanan diangkat menjadi gaya hidup, kita diajak untuk melihatnya lebih dari sekadar kebutuhan dasar. Setiap gigitan membawa cerita tentang budaya, sejarah, inovasi, dan nilai-nilai yang kita junjung. Ini juga mencerminkan bagaimana kita beradaptasi dengan perubahan sosial, budaya, dan ekonomi di sekitar kita.
Pada akhirnya, makanan adalah jembatan antara tradisi dan modernitas, antara lokal dan global. Tidak hanya mencerminkan siapa kita tetapi juga bagaimana kita ingin dilihat dan apa yang kita perjuangkan. Sebagai konsumen, penting bagi kita untuk memilih makanan dengan kesadaran, baik dari segi nutrisi, budaya, maupun keberlanjutan. Karena melalui makanan, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan tubuh tetapi juga menjadi bagian dari transformasi diri sekaligus kontribusi terhadap dunia yang lebih baik.
ADVERTISEMENT