news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Intip Kisah Hidup Ajik, Pemilik Usaha Oleh-Oleh Krisna Bali

Konten Media Partner
6 November 2019 11:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Potret Ajik dan Presiden Jokowi | Photo by @krisnaoleholehbali on Instagram
Artikel ini dirangkum berdasarkan beberapa hasil wawancara Ajik Krisna yang terdapat di Youtube
ADVERTISEMENT
Belum lengkap rasanya jika berkunjung ke Bali, jika tidak mampir ke toko satu ini. Krisna, salah satu pusat oleh-oleh terbesar di Pulau Dewata yang menyediakan berbagai suvenir hingga jajanan khas yang bisa dijadikan buah tangan menarik.
Pemilik dari usaha ini, Gusti Ngurah Anom atau yang lebih akrab disapa Ajik Krisna, bahkan berani mengatakan tidak susah untuk mendapatkan omzet kurang lebih Rp 20 miliar perbulannya. Bisa dibayangkan bukan, berapa banyak orang yang berkunjung dan berbelanja di pusat oleh-oleh satu ini?
Terlihat sukses dan mapan. Namun, keberhasilannya ini tentu harus melewati berbagai jalan cerita panjang dan berat. Dari menjadi buruh angkat kayu hingga tidur di gardu pos satpam selama dua tahun. Ingin tahu kisahnya yang lain? Simak ringkasannya berikut ini.
Ilustrasi gambar anak kecil yang membantu bekerja | Photo by Muhammad Muzamil on Unsplash
Ajik lahir dari keluarga sederhana, ia besar dan hidup di pedesaan. Orang tua Ajik yang saat itu berprofesi sebagai petani, didampingi keseharian ibunya yang hanya berjualan kue di pasar, membuat Ajik hidup dalam kesederhanaan. Ungkap Ajik, pada masa itu, kesehariannya hanya diisi dengan sekolah dan membantu orang tua.
ADVERTISEMENT
Orang tua Ajik saat itu, belum mempunyai tanah dan rumah, bangunannya pun hanya terbuat dari bata mentah. Hingga membuat Ajik berpendapat bahwa keluarganya-lah yang termiskin di desa saat itu. Singkatnya, untuk makan saja susah.
Selain membantu orang tuanya, Ajik juga bekerja sebagai buruh angkat kayu di tempat usaha milik kakeknya. Beliau membuat bata merah, jadi membutuhkan banyak kayu untuk proses pembuatannya. Di sinilah tenaga Ajik kecil dimanfaatkan.
Sibuk bekerja, membuat Ajik lancar membaca di kelas 4 SD, cukup lambat dan lama prosesnya bisa membaca. “Untuk beli buku saja susah.” ungkap Ajik.
Tamat Sekolah Menengah Pertama, Ajik sempat memimpikan untuk bisa bekerja di industri hotel. Pada saat itu, bekerja di hotel menjadi salah satu profesi yang dibanggakan dan dianggap menjanjikan.
ADVERTISEMENT
Kurang lebih 6 bulan, Ajik melanjutkan sekolahnya di SMIP (Sekolah Menengah Industri Pariwisata). Uang sakunya saat itu hanya 100 rupiah. Jarak yang harus ditempuh Ajik untuk bisa tiba di sekolah kurang lebih 3 kilometer. Ia memilih untuk berjalan kaki, karena uang sakunya terbatas, dan lebih baik Ia maksimalkan untuk makan atau keperluan lainnya.
Hingga akhirnya, Ia memperoleh kabar dari rumah. Bahwa ayahnya yang sudah semakin berusia, tidak bisa lagi melanjutkan mencari nafkah atau bekerja. Saat itu usia Ajik kurang lebih masih menginjak angka 16 tahun.
Ilustrasi tidur di tempat seadanya | Photo by Vaea Garrido on Unsplash
Putus sekolah, membuat Ajik akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri merantau ke Denpasar. Setibanya di sana, Ajik harus menyusuri sungai untuk mencari makan dan minum.
ADVERTISEMENT
Minum dari sumber air. Makan buah-buahan yang Ia temukan di sepanjang perjalanan. Hari kedua merantau, beruntung dirinya sudah bisa mendapatkan tempat tinggal. Walaupun hanya sebatas gardu pos satpam milik sebuah hotel.
Kurang lebih dua tahun, Ajik menumpang tidur, mandi, dan makan. Namun, Ajik tidak hanya diam dan menikmati fasilitas yang Ia dapat. Ia bertransformasi menjadi tukang kebun dan bersih-bersih hotel, bahkan menjadi tukang cuci mobil pribadi pemilik hotel tersebut.
Selain mencuci mobil pemilik hotel, ia juga membuka jasa pencucian mobil lainnya. Ia berhasil mendapatkan penghasilan sebesar 2000-5000 rupiah tiap harinya. Selama dua tahun, Ajik berhasil mengumpulkan tabungan sebesar Rp 150.000. Uang tersebut, akhirnya ia belikan sepeda motor Honda cc 70.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Ajik tertarik untuk mencari pekerjaan yang lain. Ia mulai bekerja di sebuah konveksi yang bernama Sidharta. Tahun 1988, kurang lebih ketika usianya menginjak angka 17 tahun.
Selama bekerja di konveksi, Ajik menawarkan diri untuk bekerja di luar jam kerja. Dengan harapan, dirinya diberi tumpangan sebuah tempat tinggal oleh pemilik konveksi.
Melihat kegigihan Ajik, dikabulkanlah permintaan tersebut. Sehingga, Ajik harus bekerja saat toko sebelum buka, saat buka, bahkan setelah tutup untuk bersih-bersih.
Terlihat melelahkan memang. Namun, Ajik masih berusaha memanfaatkan waktunya dengan maksimal. Saat memiliki waktu luang, ia belajar bagaimana cara menjahit, dan memasang sablon.
Kurang lebih 6 bulan, secara konsisten Ajik mempelajari hal tersebut. Melihat hal itu, bos Ajik pun mulai tertarik dengan dirinya. Ia mulai memberikan banyak bimbingan dan pendampingan. “Suatu hari kamu akan sukses.” cerita Ajik saat mengulang perkataan dari bosnya dulu.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi gambar baju buatan konveksi | Photo by Keagan Henman on Unsplash
Dengan modal gajinya yang sudah lumayan, tanpa sepengetahuan bosnya, Ajik memberanikan diri untuk mengontrak sebuah toko kecil. Dengan perhitungan yang kurang tepat, akhirnya Ajik kekurangan modal untuk mengisi tokonya dengan barang dagangan.
Mau tidak mau, Ajik harus menceritakan permasalahnya ini kepada bosnya. “Kontrak toko itu murah, yang mahal itu isinya.” ulang Ajik. Singkat cerita, Ajik dan bosnya melakukan survei lokasi.
Mempertimbangkan lokasinya yang dianggap memiliki nilai jual, bosnya mengajak Ajik untuk bekerja sama. Isi toko, menjadi tanggung jawab dari bosnya. Kontrak toko, menjadi tanggung jawab Ajik.
Tahun 1994, bisnis konveksi hasil kolaborasi Ajik dan bosnya kian membaik. Akhir tahun 1994, Ajik mulai berpikir untuk bisa berbisnis dengan mandiri.
ADVERTISEMENT
Mencoba ijin kepada bosnya, sekali hingga tiga kali belum mendapat persetujuan. Hingga akhirnya, ijin untuk keempat kalinya, Ajik akhirnya memperoleh restu untuk membuka tokonya secara mandiri.
Proses awalnya tidak mudah, dibutuhkan waktu kurang lebih enam tahun untuk bisa membuat konveksi ini mulai dikenal dan dipercaya banyak orang. Tahun 2006, konveksi Ajik yang dinamainya Cok Konfeksi berhasil menjadi konveksi terbesar di Bali, berdampingan dengan Sidharta, milik bosnya.
Memperoleh untung yang lumayan, membuat Ajik kembali memutar otak. Bisnis apa yang selanjutnya bisa dibangunnya kembali?
Krisna 5, berlokasi di Desa Temukus, Singaraja | Photo from krisnabali.co.id
Sudah berhasil memiliki untung yang lumayan dari penghasilan bisnis konveksi, membuat Ajik dan istri mulai berpikir, bisnis apalagi yang bisa dikerjakan?
ADVERTISEMENT
Setelah melakukan beberapa survei lapangan, Ia berinisiatif untuk membuka pusat toko oleh-oleh. Tahun 2007, resmi dibukalah outlet Krisna yang pertama. Berlokasi di Jalan Nusa Indah, Bali.
Perkembangannya selama kurang lebih enam bulan, dianggap berproses mengarah baik dan menguntungkan. Ajik kembali membuka outlet keduanya. Hingga akhirnya terus bertambah menjadi Krisna 5. Berlokasi di Desa Temukus, Singaraja, Bali.
Pusat oleh-oleh bagian pakaian. | Photo from krisnabali.co.id
Pusat oleh-oleh bagian tas. | Photo from krisnabali.co.id
Nama Krisna yang awalnya hanya diperuntukkan sebagai pusat oleh-oleh, saat ini sudah berkembang menjadi beberapa bisnis besar lainnya. Seperti restoran, wahana wisata, hingga properti.
Untuk souvenir shop, ada Krisna Nusa Indah, Krisna Ubud, Krisna Samasta, Krisna Surabaya, dll. Untuk restoran, ada Krisna Wisata Kuliner, Krisna Resto and Spa, Krisna Beachstreet, dan lain-lain. Untuk wahana wisata, ada Krisna Osea Park, Krisna Waterpark, Krisna Adventures, dan lain-lain. Juga ada Krisna Properties, Krisna Mode Boutique, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Juga yang awalnya hanya dibangun di pulau Bali, outlet Krisna mulai terbuka untuk kota-kota besar seperti Surabaya dan sekitarnya.
Kalau sudah membahas soal kekayaan dari pebisnis asal Bali ini, tidak akan ada habisnya. Dari yang awalnya mau makan saja susah, berakhir menjadi pemilik pusat oleh-oleh, konveksi, hingga properti. Sangat menginspirasi bukan?
#terusberkarya